LS-ADI : Tangkap Cukong PETI di Sulteng

 

 

Antasena (deadline-news.com)-Palu-
Pengurus Daerah (PD) Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI) Kota minta aparat kepolisian menangkap para cukong atau pemodal pelaku pertambangan tanpa izin (PETI) Ilegal.

Pernyataan tegas LS- ADI kota Palu itu sebagai bentuk sikap kritis terhadap pemerintah dan kepolisian atas maraknya dugaan tambang ilegal beroperasi di Sulteng.

Pernyataan kritis itu terungkap dalam unjuk rasa LS-ADI di depan Gedung DPRD dan berlanjut di depan Polda Sulteng Senin (28/11-2022).

Koordinator Lapangan (Korlap) Moh.Rizki Djalil mengatakan Sulteng merupakan provinsi yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah diantaranya sumber daya Emas.

Mirisnya Sumber daya Alam tersebut sebagian di kelola tanpa memiliki izin, seperti yang berada di Kelurahan Poboya Kota Palu.

“Keberadaan PT. Adijaya Karya Makmur (AKM) yang melakukan aktivitas di tambang emas sudah sering mendapat penolakan dari kalangan masyarakat yang berada di daerah sekitar pertambangan.
Perlu diketahui produksi emas yang dilakukan PT. AKM diduga sama sekali tidak memiliki izin alias Ilegal Mining,” katanya.

Menurutnya, perbuatan eksploitasi tersebut selama ini tidak tersentuh hukum. Sehingga membuat pelaku merasa aman untuk menggerogoti kekayaan alam di Tambang Emas Poboya.

“Padahal secara esensi Pertambangan Tanpa Izin (PETI) merupakan kegiatan melanggar hukum sebagaimana telah diatur dalam UU NO. 3 Tahun 2020 dan tidak sejalan dengan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 bahwa Bumi, UDARA dan air serta segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan diperuntukkan sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat. Namun sejauh ini kekayaan alam tersebut dikuasai oleh sekelompok orang bahkan pemodal-pemodal besar,” tuturnya.

Jika bicara PETI di Sulteng, kata Riski seakan sudah menjadi komoditas daerah. Banyak aktivitas PETI diberbagai daerah di Sulteng yang dilakukan secara terang-terangan dan seakan terbiarkan begitu saja oleh Aparat Penegak Hukum (APH).

“Tak sampai disitu, bahkan ada beberapa perusahaan di Sulteng yang memiliki IUP dan mengambil hasil bumi diluar wilayah konsesinya seperti yang terjadi diwilayah perusahaan nikel di Morowali, seperti yang diduga dilakukan PT. Oti Oye Abadi dan tidak terdaftar di dalam sistem Mineral One Data Indonesia (MODI) serta perusahaan tersebut telah dicabut oleh BKPM.

Hal ini kemudian yang membuat masyarakat untuk kembali menuntut pihak APH agar bertanggungjawab atas keteledoran membiarkan pencurian didepan mata terhadap kekayaan daerah ini,” tandas Riski.

Sementara itu, Ketua PD LS-ADI Kota Palu Moh. Sabil mengkhawatirkan mengenai dampak dari PETI di Poboya.

Masalahnya, sistem pengelolaannnya cukup membahayakan, yakni melakukan perendaman menggunakan zat kimia sianida yang membahayakan lingkungan warga sekitar.

“Sehingga akan berbahaya terhadap kelangsungan kehidupan masyarakat Kota Palu. Penolakan Persoalan PETI ini sudah beberapa kali terus disuarakan masyarakat, bahkan melalui LBH Masyarakat Poboya telah melaporkan Vendor utama PT. AKM Ko LIM beserta 6 orang lainnya yakni Sdr. Cepi, Sdr.Andri, Fredi, Musliman, Ko Popo, Ko Untung,” terangnya.

Namun sampai hari ini, kata Sabil seperti tak terlihat proses penegakkan hukum kepada mereka yang sudah sangat jelas melakukan pelanggaran hukum, artrinya jelas telah melakukan tindak pidana.

“Ada apa? Ini kemudian menambah citra buruk dari APH khususnya di Sulteng. Jangan biarkan masyarakat terus-menerus menyampaikan stigma negatif ini kepada APH. Melalui ini kami meminta APH untuk mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku sesuai dengan UU yang berlaku. Jika tidak ada penindakkan, maka kami siap melaporkan APH Sulteng ke pusat,” tutupnya. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top