Beberapa tragedy alam di Indonesia telah menelan ribuan korban, baik materil, trauma maupun jiwa. Termasuk para jurnalis dan keluargannya terdampak dari bencana, namun siapakah yang perduli mereka?
Para jurnalis dan keluarganya yang berdomisi di wilayah bencana, tentu saja mereka ikut merasakan traumatik yang sangat dalam. Hanya saja mereka tidak manja dan cengeng.
Padahal boleh dikata mereka juga rentan di rumahkah oleh perusahaan pers dimana mereka berkerja, terkhusus bagi mereka yang perusahaannya terdampak langsung bencana alam seperti yang terjadi di Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala) 28 September 2018. Tapi kita do’akan semoga mereka tidak ada yang di rumahkan akibat dampak dari bencana alam yang cukup dahsyat itu.
Namun yang pasti peralatan kerja mereka seperti kamera dan laptop sudah ada yang rusak, bahkan hilang, entah itu dijarah ataukah tertimpah reruntuhan bangunan.
Dr.Aminuddin Kasim, SH, MH dalam salah satu diskusi dengan para jurnalis di Palu awal Januari 2019, menegaskan dalam sebuah peristiwa bencana alam peran jurnalis sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat secara nasional maupun internasional.
“Jurnalis itu saya anggapa pahlawan kemanusiaan. Bagaimana tidak walau mereka sebenarnya tertimpa bencana alam seperti yang baru-baru menimpa kita di Palu, Sigi dan Donggala, tapi tetap memberikan informasi yang aktual, hangat dan terkini terkait peristiwa alam yang mematikan banyak orang itu,”ujar Dosen di Fakultas Hukum Untad itu.
Menurutnya dunia ini kacau balau dan sepi andaikan tidak ada jurnalis yang memberikan informasi setiap saat terkait peristiwa-peristiwa yang terjadi ddidalam masyarakat.
Olehnya jurnalis dan keluarganya perlu juga mendapat perhatian serius dari pemerintah. Jurnali dan keluarganya perlu juga diberikan santunan, baik dalam bentuk sembako maupun peralatan kerja-kerja mereka.
“Saya sangat salut dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), begitu perhatian dan peduli terhadap anggotannya, sampai-sampai mengusahakan bantuan dari luar negeri (Prancis) melali CFI untuk para jurnalis di Palu dalam bentuk santunan uang tunai dan peralatan kerja seperti Kamera dan Laptop,”kata Aminuddin Kasim.
Kata Aminuddin mestinya hal seperti ini juga mendapat perhatian dari Pemerintah baik Kota, Kabupaten, provinsi maupun pusat. Sekalipun secara kode etik dan undang-undang pers No.40 tahun 1999 dilarang.
“Tapi mestinya ada pengecuali bagi jurnalis/wartawan yang bermukim di wilayah bencana alam dan terdapak langsung perlu mendapat bantuan dari pemerintah baik daerah maupun pusat,”tandas Aminuddin Kasim.
Sementara itu beberapa kontributor media elektronik seperti TV One, Metro TV dan group MNC TV diantaranya Abdullah Kamari (Abdi), Iwan Lapasere, Achmad Muksin (Matre) dan Nitha mengaku mereka mendapat santunan dari perusahaan medianya, sehingga cukup membantu keluarganya, walaupun sifatnya hanya sekali. Hal senada juga dikatakan Kepala Biro kantor berita Antara Palu Rolex M. Mereka mendapat santunan dari manajemen kantor berita Antara di Jakarta.
Lalu bagaimana dengan jurnalis yang perusahaan dimana mereka bekerja berada di wilayah bencana dan terdampak? Beberapa jurnalis lokal Palu, Sigi dan Donggala tidak mendapatkan bantuan apa-apa dari perusahaan dimana mereka bekerja.
Masalahnya perusahaan mereka juga ikut terdampak. Bahkan syukur-syukur sudah dapat aktif kembali setelah kurang lebih 1 bulan (30 hari) fakum, akibat kerusakan peralatan teknis, dan kesulitan bahan baku yang mesti didatangkan dari Jawa atau Makassar seperti Kertas, Tintah dan peralatan mesin cetak lainnya.
Kemudian bagi perusahaan media online kinerjanya sudah tidak maksimal, sebab kantor-kantor mereka juga sudah tidak layak ditempati. Bahkan peralatan kantor mereka seperti computer, kamera dan peralatan pendukung lainnya sudah hancur dan hilang.
Bukan itu saja, tapi sebagian jurnalis media online memilih fakum akibat peralatan mereka sudah tidak ada. Selain itu mereka juga trauma atas bencana gempa bumi, likuifaksi dan tsunami 28 September 2018 itu di Pasigala Provinsi Sulawesi Tengah.
Namun begitu, AJI terus mendorong kawan-kawan jurnalis untuk terus bangkit, dengan cara memberikan perhatian khusus mencari donasi ke berbagai organisasi pemerhati media dan jurnalis.
“Kita terus mendorong bangkitnya kembali kawan-kawan media dan jurnalis yang terdampak bencana alam di Pasigala Sulteng. AJI telah membangun kerjasama dengan CFI untuk membantu kawan-kawan jurnalis yang terdampak gempa bumi, likuifaksi dan tsunami di Pasigala,”jelas ketua AJI Kota Palu M.Iqbal dihadapan peserta diskusi di sekretariat AJI Palu beberapa waktu lalu.
CFI Media Development, Prancis adalah salah satu organisasi yang konsen membantu media-media dan jurnalis di belahan dunia yang berkedudukan di Prancis.
CFI Media Development, Prancis bekerja sama dengan AJI Indonesia untuk membantu para jurnalis terdampak bencana alam, termasuk jurnalis yang ada di Pasigala Sulteng.***