Oleh : Hasanudin Atjo (Ketua Ispikani Sulteng )
IBUKOTA PINDAH ke luar Jawa akhir-akhir ini menjadi topik dan trend Isu di sejumlah media maupun kelompok diskusi beberapa komunitas di level nasional maupun regional. Rencana ini menimbulkan berbagai tanggapan mulai yang pro, kontra sampai ke yang tidak memberikan pendapat.
Namun rencana ini bermuatan kuat untuk direalisaikan dengan beberapa alasan antara lain Jakarta sebagai ibukota Negara dan Pusat Pemerintahan sudah sangat padat penduduk, salah satu wiayah dengan tingkat polusi dan kemacetan yang tinggi di dunia, cadangan air tanah yang terbatas, wilayah dengan potensi gempa kategori tinggi serta telah menjadi langganan tetap banjir tahunan.
Alasan yang tidak kalah pentingnya adalah pertimbangan disparitas, yaitu pertumbuhan ekonomi antar kawasan yang tidak merata dan menjadi salah satu penyebab rendahnya daya saing Inonesia dan tingginya laju urbanisasi.
Saat ini tercatat kontribusi Kawasan Barat terhadap Produk Domestik Bruto, PDB sekitar 79 persen dan sisanya dari kawasan Timur, dan juga laju pertubuhan PDB kawasan Barat lebih tinggi yaitu sekitar 5,3 peresn dan kawasan Timur 5,1 persen.
Isu Pindah Ibukota semakin mengemuka dan jelas setelah Presiden Jokowi beberapa waktu yang lalu didampingi oleh beberapa menteri kabinetnya melakukan kunjungan ke lokasi calon Ibukota Baru yaitu Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, dan keputusan finalnya menunggu hasil kajian lanjutan yang lebih detail.
Berkah bagi Sulteng Ulasan Saya di beberapa media minggu lalu menyoroti bahwa Pemindahan Ibukota akan membawa berkah bagi Sulawesi Tengah, mengingat wilayah ini khususnya bagian Barat (Palu, Donggala, Tolitoli dan Buol) berhadapan langsung dengan pulau Kalimantan dan berada di Alur Laut Kepulauan Indonesia, ALKI II.
Berdasarkan sejumlah pengalaman menunjukkan bahwa waktu tempuh dari Palu atau Donggala menuju Kalimantan menggunakan Kapal nelayan berkecepatan rata-rata 8 knout tidak lebih dari sepuluh jam.
Situasi ini tentunya menjadi nilai lebih bagi Sulawesi Tengah karena akan menjadi sebuah kekuatan dan sekaligus tantangan yang harus dipersiapkan untuk mengambil manfaat dalam rangka membangun daya saing Sulawesi Tengah.
Menghubungkan Ibukota Negara baru (berada di ALKI II) dengan ALKI III atau wilayah di kawasan Timur Indonesia bila menggunakan transportasi laut diperhadapkan kepada kendala efisiensi.
Ada dua rute existing yang dapat dilalui yaitu pertama dari Ibukota Negara berputar dahulu ke utara pulau Sulawesi melewati Manado selanjutnya menuju Kawasan Timur seperti Maluku Utara, Maluku dan Papua serta Papua Barat.
Rute kedua berputar menuju ke selatan pulau Sulawesi melewati Makassar selanjutnya menuju kawasan Timur Indonesia.
Karena itu dalam rangka efesiensi yang berujung kepada terbanngunnya daya saing Indonesia diperlukan rute baru atau rute ketiga yang jarak dan waktu tempuhnya lebih pendek. Rute baru itu adalah mengintegrasikan moda transportasi laut dan darat.
Dari Ibukota Negara perjalanan menuju “Pelabuhan Tambu” Pantai Barat, kabupaten Donggala dilanjutkan dengan transportasi darat melalui “TOL Tambu-Kasimbar” yang bentangannya sekitar 18 km menuju “Pelabuhan Kasimbar”, Pantai Timur kabupaten Parigi Moutong dan selanjutnya diteruskan dengan transportasi laut menuju kawasan Timur Indonesia.
Terbangunya rute ketiga ini bagi Sulawesi Tengah juga akan membuka isolasi di wilayah bagian Timur yaitu (1) teluk Tomini seperti Parigi Moutong, Poso, Tojo Ununa, Banggai bagian Barat dan (2) wilayah teluk Tolo seperti Banggai bagian Timur, Banggai Kepulauan, Banggai Laut serta Morowali dan Morowali Utara.
Pemekaran Donggala dan Parimo Perjuangan memekarkan kabupaten Donggala menjadi dua kabupaten yaitu Donggala dan Pantai Barat, serta kabupaten Parigi Moutong menjadi Parigi Moutong dan Tomini Raya sudah lama di gagas dan diperjuangkan oleh masyarakat dan Pemerintahnya, namun belum mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Pusat. Alasannya lebih dikarenakan oleh pertimbangan pertumbuhan ekonomi yang dipandang belum relevan.
Pindahnya Ibukota Negara tentunya akan memperkuat alasan memekarkarkan dua kabupaten ini, dikarenakan pertama dua kabupaten ini menjadi penghubung ALKI II dan III melalui Jalan “TOL Tambu-Kasimbar”, dan kedua yang tidak kalah pentingnya dua kabupaten ini sejak lama telah memiliki dokumen perencanaan untuk dimekarkan. Setidaknya di sekitar Tambu dapat menjadi calon Ibukota kabupaten “Pantai Barat” dan sekitar Kasimbar menjadi Ibukota kabupaten “Tomini Raya”.
Meskipun masih merupakan gagasan, tidak ada salahnya Isu ini dapat menjadi agenda untuk didiskusikan lebih jauh tentang kemungkinannya, sehingga daerah ini memiliki kesiapan bila nantinya pemindahan Ibukota Negara dan pusat Pemerintahan teralisasi.
“Donggala Lama” dan KEK Palu Kabupaten Donggala (Donggala Lama) harus dipersiapkan untuk diiubah statusnya menjadi kota, dan untuk itu pembangunan infrastruktur dan integrasi moda transportasi darat dan laut menjadi salah satu perioritas.
Produk dan komoditas yang akan diangkut melalui transportasi darat dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat yang tujuannya ke Kawasan Timur Indonesia dapat diseberangkan dari Pelabuhan “kota Donggala” menggunakan kapal Very menuju “pelabuhan Tambu kabupaten Pantai Barat, kemudian menuju “Pelabuhan Kasimbar kabupaten Tomini Raya” melalui “TOL Tambu-Kasimbar”.
Selanjutnya truck dan sejumlah kendaraan darat lainnya dapat diseberangkan menuju ke Kawasan timur Indonesia. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu yang terletak di wilayah administrasi kota Palu dan kini mulai dioperasionalkan dinilai akan lebih diuntungkan bila rencana ibukota Negara terealisasi.
Suplay Chain atau alur suplay dari dan menuju KEK akan lebih terbuka mengingat bahwa terbukanya “rute ketiga” dari Ibukota Negara ke Kawasan Timur Indonesia akan melalui “TOL Tambu-Kasimbar” dan memberi dampak multiplier serta efek domino yang tinggi.
Akhirnya kesemua ini berpulang kepada kita bagaimana merespon rencana pemindahan Ibukota Negara dan Pusat Pemerintahan Republik Indonesia ke wilayah Kalimantan bagi kepentingan dan kemajuan Provinsi Sulawesi Tengah. SEMOGA. ***