Bencana Melanda Bitung Isyarat Dari Alam,

Bitung (deadline-news.com)- Hari Minggu, Kota Bitung Sulawesi Utara yang dikenal dengan julukan kota Cakalang, dihantam bencana alam kembali.

Banjir bandang menerjang empat kecamatan yang ada di Kota tersebut, padahal kejadian serupa baru terjadi pertengahan Januari 2017 lalu.

Wali Kota Bitung, Maxmiliaan Jonas Lomban bersama Wakil Wali Kota Bitung Maurits Mantiri, segera turun lapangan memimpin langsung upaya penanggulangan bencana, serta memantau kondisi prasarana baik jalan, pemukiman dan perkantoran yang ada di empat kecamatan.

Hujan yang terus turun tidak membuat Jonas Lomban, beranjak. Bahkan tetap bersiaga dan menginstruksikan jajarannya melakukan hal serupa untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Sampai Senin siang, mendampingi Menteri Koordinator Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, melihat langsung titik bencana yang terjadi dan lokasi pengungsian.

“Banjir menenggelamkan 1.132 rumah pada empat kecamatan masing-masing kecamatan Aertembaga, Maesa, Lembe Selatan dan Lembe Utara itu, membuat Kota Bitung menangis menyaksikan bencana yang terjadi,” katanya.

Dia mengatakan, ribuan warga kembali mengungsi, karena rumah tempat tinggal tidak layak untuk ditempati, akibat terjangan air bercampur tanah.

Lomban minta agar tetap waspada dan mencari lokasi pengungsian yang aman, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika tetap memberikan peringatan dini, bahwa curah hujan tinggi masih terjadi di beberapa wilayah Sulawesi Utara termasuk Kota Bitung.

Dalam keprihatinan karena bencana, mengatasnamakan pemerintah dan masyarakat Bitung, Lomban menyampaikan terima kasih kepada Menko Puan Maharani dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey.

�Saya memberikan apresiasi setinggi-tingginya bagi Wali Kota Bitung yang begitu sigap menghadapi bencana dengan tim tanggap ndaruratnya,� kata Puan Maharani.

Diapun memberikan apreiasi kepada PMI Bitung yang dipimpin Khouni Lomban-Warung, yang secara cepat mengatasi berbagai masalah dalam pengungsian, mulai dari bantuan pakaian, obat-obatan dan makanan.

Apresiasi tersebut disambut Gubernur dengan hal yang sama, atas langkah cepat yang dilakukan pemerintah Bitung menangani bencana tersebut, sehingga tidak ada korban jiwa dan 5.179 jiwa dapat dievakuasi ke pengungsian.

Bantuan Tanda Kepedulian

Bencana banjir bandang dan tanah longsor Bitung, mengundang kepedulian dari berbagai pihak, mulai dari masyarakat yang tidak terkena musibah membantu sampai gubernur dan Menko PKM mengulurkan tangan memberikan bantuan.

Gubernur Sulut Olly Dondokambey, langsung memberikan bantuan Rp1 juta untuk setiap kepala Keluarga yang menjadi korban bencana banjir dan tanah longsor.

“Kepedulian dengan memberikan bantuan moral dan material itu sangat berguna bagi kami, karena musibah yang terjadi benar-benar menggangu psikis dan pisik warga terkena musibah,” kata Mareyke, korban banjir.

Karena itu, bantuan langsung dari Menko PKM Puan Maharani, sebesar Rp200 juta dan logistik bagi korban membuat warga bersyukur, karena kepedulian dan merasakan penderitaan secara bersama-sama antara pemerintah pusat, provinsi dan Kota Bitung dalam musibah benacan alam itu.

Belum lagi berbagai organisasi sosial dan kemasyarakatan baik dari provinsi maupun Kota langsung memberikan bantuan secara spontanitas membantu warga yang ditimpa kemalangan.

Pentingnya Menjaga Alam

Di balik bencana yang terjadi, Gubernur Olly Dondokambey, berharap masyarakat akan menyadari pentingnya menjaga alam lingkungan tempat tinggalnya.

Dia mengatakan, itu adalah isyarat dari alam, masyarakat harus membuka mata dan melihat lingkungan, untuk melakukan perbaikan terhadap alam. “Sebab sudah dua kali musibah banjir bandang terjadi dalam waktu berdekatan, itu merupakan tanda awas, terhadap pengelolaan lingkungan hidup, sekaligus menjadi pertanyaan dan jawaban bagi seluruh masyarakat Kota Bitung dan Sulawesi Utara,” katanya.

Dia mengatakan, sudakah masyarakat mengelola lingkungan hidup secara benar, terutama daerah resapan air, agar ketika hujan datang dengan intensitas tinggi turun, tidak semuanya mengalir seluruhnya ke daratan yang lebih rendah, tetapi akan diserap oleh tanaman sebagai penyangga dan mengikat air tersebut di daerah resapan air.

Olly mengkritisi pola pengembangan pembangunan berwawasan lingkungan yang menjadi penyebab utama terjadinya banjir bandang. Daerah hulu yang seharusnya hijau, kini tergusur dengan konstruksi bangunan beton yang menutup tanah dan berakibat pada banjir yang merugikan masyarakat banyak.

“Peristiwa seperti ini, menjadi satu tolok ukur bagaimana membangun berwawasan lingkungan ke depan,” katanya. (ant).***

Pemkab Serahkan Aset Akper Kolaka Rp3 Miliar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top