Usut PT.Unggul, DPRD Matra Bentuk Pansus

SawitDOEL (koranpedoman)-PASANGKAYU-Sulbar- Sengketa lahan perkebunan Sawit antara masyarakat Desa To Oni, Buluh Parigi, dan Sipakainga Kecamatan Baras dan Doripoku Kabupaten Mamuju Utara (Matra) provinsi Sulbar dengan manajemen PT.Unggul, mendapat atensi serius dari pihak DPRD Matra. Menyikapi persoalan masyarakat dengan PT.Unggul itu, ketua DPRD Matra H.Lukman Said, S.Pd, M.Si, menegaskan bahwa pihaknya segera membentuk panitia khusus (Pansus). Namun tentunya setelah rapat pembahasan dan pengesahan RAPBD tahun 2015. Sehingga bisa fokus melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan demi kemajuan daerah.

Seperti dilaporkan pengacara pendamping masyarakat korban penyerobotan lahan Baharuddin Pulindi, SH, bahwa masyarakat disiksa, dianiaya, bahkan ditangkapi oleh aparat Kepolisian dengan tuduhan pencurian buah kelapa sawit. Padahal kebun kelapa sawit itu adalah milik mereka sendiri. Mereka yang menjadi korban kebrutalan aparat kepolisian itu diantaranya Kaco dan Dahlan.

Kata Baharuddin yang juga mantan anggota DPRD Matra itu bahwa kronologis dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum Polisi yang bertugas menjaga di PT.Unggul itu, berawal dari sengketa lahan perkebunan seluas 1000 hektar are. Lahan itu diklaim oleh manajemen PT.Unggul sebagai miliknya. Begitupun dengan masyarakat mengklaim sebagai miliknya. Sebab memang secara adat,wilayah itu bagian dari pemukiman warga asli daerah di tiga Desa itu. Dan sebagian memang pendatang, tapi sudah puluhan tahun tinggal disitu dan telah membeli lahan lalu mereka menanaminya dengan kelapa sawit. Namun setelah berhasil (sudah produktif), lalu PT.Unggul mengklaim sebagai miliknya. Bahkan menyewa oknum aparat Kepolisian untuk menjaga dan mengamankan areal perkebunan di wilayah PT.Unggul.

Karena lahan itu besengketa antara warga dengan PT.Unggul, maka jalan tengahnya Polisi melarang kedua belah pihak untuk masuk dan mengabil buah kelapa sawit. Karena masyarakat merasa kebun kelapa sawit itu miliknya, maka merekapun memanennya. Namun ironisnya mereka tangkapi, dianiya hingga babak belur dan dimasukkan kedalam Sel Polres Mamuju Utara. Saat itu Polres Mamuju Utara masih dipimpin AKBP Adri Irniadi, SIK. Lahan warga yang diakui oleh PT.Unggul itu sebagai miliknya luasnya mencapai 1000 hektar are. Dan sekitar 500 kepala keluarga yang bermukim di sekitar lahan itu.

Kata Baharuddin pihaknya pekan kemarin segera turun kelokasi untuk melakukan advokasi terkait penyerobotan dan penganiayaan yang diduga dilakukan manajemen PT.Unggul melalui aparat negara. “Hari Jumat (5/12-2014), kami akan turun kelapangan untuk melihat secara langsung lahan yang diserobot PT.Unggul itu. Dan setelah itu kami akan mengambil langka-langka yang hukum terhadap perlakuan manajemen PT.Unggul kepada masyarakat. Sampai diturunkannya berita ini, manajemen PT.Unggul sendiri belum ada yang bersedia memberikan keterangan. Katanya big bossnya lagi keluar daerah. “Maaf pak Bos lagi tidak ditempat,”kata salah seorang yang mengaku karyawan di perusahaan itu. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top