Pohon Mangrove yang tumbuh sendirian di tepi Pantai Teluk Palu Talise itu disebut oleh kawanku Rudy wartawan dari Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara dengan “pohon jomblo”.
Saat itu kami bersama kawan-kawan lainnya ikut ujian kompetensi jurnalis (UKJ) yang digelar oleh Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) Kota Palu.
Ketika itu kami ditugaskan turun ke lapangan untuk mencari bahan tulisan, sebagai bagian dari tes UKJ itu. Kawan Rudy yang redaktur disalah satu Koran harian di Bau-Bau itu menjadikan pohon mangrove yang tumbuh rindang dan hijau di Pantai Teluk Palu Talise itu jadi bahan tulisannya (Feature) yang diberi judul “Pohon Jomblo.”
Pohon mangrove jomblo itu telah tiada, setelah disapuh bersih oleh dahsyatnya Tsunami 29 September 2018, pukul 18.15 wita, bersamaan dengan gempa bumi dan likuifaksi meluluh lantakkan kota Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala) Provinsi Sulawesi Tengah.
Pohon jomblo itu berdiri sendirian di tepi pantai Talise Palu. Entah mengapa pohon itu tidak beranak pinak? Padahal sudah tahunan dia hidup sendiri di Teluk Palu, tepatnya di hadapan penggaraman Talise.
Andaikan pohon mangrove itu beranak pinak dan menjadi hutan laut, maka kemungkinan tsunami di Jum’at petang itu tidak terlalu dahsyat.
Semoga saja pemerintah dan pemerhati lingkungan berpikir untuk membuat hutan bakau di sepanjang teluk Palu dari arah Tondo hingga ke Talise itu.***