“Mati Kelaparan” di Negeri Kaya

“Tikus mati di lumbung padi.”Kalimat tersebut sepertinya tepat disematkan bagi Negara kita ini. Betapa tidak, ada warga Negaranya yang mati akibat kelaparan. Padahal di negerinya kaya raya.

Setiap jengkal tanah di negeri ini terkandung kekayaan alam didalamnya. Mulai dari emas, minyak bumi, gas, biji besi, uranium, tambang bebatuan yang bernilai ekonomi dan berharga triliunan rupiah.

Tapi mengapa ada warga Negara mati kelaparan? Apakah negeri ini salah urus? Dimana kehadiran Negara bagi warganya yang miskin? Bukankah dalam konstitusi Negara ini, sangat jelas, fakir miskin dan anak yatim adalah tanggungjawab Negara.

Makanya bumi, air, serta kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan diperuntukkan untuk Negara dan warganya.

Tapi apa lacur, kekayaan alam negeri ini, nyaris habis dirampas secara legal oleh investor asing dan aseng. Makanya tidak heran jika badan pusat statistik membukukan pertumbuhan eknomo Negara ini mengalami peningkatan. Pun daerah seperti Sulawesi Tengah pertumbuhan ekonomi diatas rata-rata nasioanl.

Tapi apakah berdampak terhadap kesejahteraan rakyat? Jawabnya tidak, sebab koorporasi asing dan aseng banyak di negeri ini, menjarah kekayaan alam kita atas ijin Negara dan pemerintahnya.

Sebuat saja kabupaten Morowali, Morowali Utara, Buol, Sulawesi Tenggara dan banyak lagi daerah lainnya pertumbuhan ekonominya secara tersurat sangat bagus. Tapi jika dilihat dari tingkat kesejahteraan rakyatnya sangat terpuruk. Padahal disana terdapat tambang. Hanya saja yang kelola asing dan aseng. Sedangkan kita warga Negara hanya buruh kasar.

Bahkan daya beli masyarakat cenderung menurun, seiring harga-harga bahan kebutuhan pokok mengalami peningkatan yang sangat signifikan, sampai-sampai rakyat kesulitan mendapatkannya.

Presiden baru terpilih dan dilantik, harga-hargapun baru naik signifikan. Celakanya lagi masyarakat dibebankan membayar iuran BPJS yang tahun ini mengalami kenaikan yang barus sangat besar. Padahal yang banyak mendapatkan untuk dari iuran BPJS ini adalah Direktur Utama BPJS yang gajinya mencapai Rp, 150 juta perbulannya.

Parahnya lagi ketika menjadi pasien BPJS rumah sakit bersungut-sungut melayaninya. Padahal masyarakat setiap bulan melakukan pembayaran sesuai kelasnya.

Apa lagi masyarakat yang hidup di daerah pasca bencana seperti Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong, pasti kesulitan membayar iuran BPJS. Bahkan rada-rada sulit mendapatkan kebutuhan pokoknya. Rumah dan sanak keluarganya sebagian ada yang habis ditelan bumi dan air bah tsunami.

Hanya segelintir orang yang menikmati kehidupan yang mewah dan serba ada di negeri ini. Bahkan ada pejabat yang berkali-kali naik Haji dan Umroh. Sementara ada warga Negara yang kelaparan. Sulit mendapatkan kebutuhan pokok diantaranya beras, garam, minyak goreng, air bersih dan kebutuhan pokok lainnya.

Celakanya lagi, ada warga Negara yang mati kelaparan. Sebut saja 4 orang warga Negara suku Mausu Ane meninggal dunia, karena kelaparan sekitar Agustus 2018 silam.

Padahal mereka hidup dihutan luas, nan subur. Tanah negeri ini semuanya bernilai dan mahal. Bagaimana tidak didalamnya ada emas, gas bumi, minyak, nikel, biji besi, uranium, tambang bebatuan, tanah yang subur sehingga apapun yang ditanam tumbuh dengan baik.

Belum lagi hamparan lautan luas dan terdapat didalamnya berbagai jenis ikan yang dapat dikonsumsi dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Bukan hanya warga Suku Mausu Ane, tapi beberapa bulan terakhir ini, ada warga Negara ditemukan meninggal dalam kamar kosnya, sambil dipeluk erat oleh balitanya.

Memeng belum ada data resmi dan jelas, apakah karena kelaparan wanita di Makassar dan seorang laki-laki di tanah jawa meninggal di kamar kontrakannya, karena tidak teratur makannya, akibat keterbatasan ekonominya. Ataukah ada penyebab lainnya. Tapi yang pasti mereka ditemukan “mati” dalam kamar kontrakannya sambil didekap erat oleh balitanya. Dan masih banyak kejadian serupa tapi mungkin tidak terpublis.

Negara harus hadir ditengah-tengah warganya melalui perpanjangan tangannya yakni pemerintah, baik pusat maupun daerah. Pendataan orang miskin di negeri ini sangat carut marut. Karena petugas pendata hanya melihat warga Negara yang memiliki handpone, sepeda motor atau tinggal di rumah mertuanya atau kontrakan sudah dianggap mampu dan tidak miskin.

Padahal belum tentu pendapatannya dalam sebulan dapat melangsungkan kehidupannya secara terus menerus. Apalagi jika hanya tenaga kontrakan atau buruh tani, nelayan dan bangunan. Pemerintah berhentilah mengurus BPJS, tapi berikan modal kerja ke wargamu biar mereka dapat mandiri dan hidup layak.

Jadikan rumah sakit sebagai fungsi sosial yang melayani warga negaranya. Kata dr.Ribka Tjiptaning Fraksi PDIP bahwa Negara tidak boleh berbinis dengan rakyatnya. Tapi Negara harus melayani dan mensejahterakan rakyatnya.

Ribka juga memintah kepada Negara melalui apartanya yang membidangi kesehatan dapat memberikan pelayanan yang baik ke warganya. “Ada uang ataupun tidak ada uang rumah sakit wajib melayani pasien,” karena itu tugas dan fungsi rumah sakit melayani dan kewajiban Negara menyehatkan dan mensejahterakan warganya. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top