CARA SOEKARNO MENGHADAPI PENANGKAPAN, PENJARA, PENGASINGAN DAN HARI KEBEBASAN

Soekarno
Soekarno

Oleh : Adi Prianto, SH
(ketua Partai Rakyat Demokratik-PRD Sulawesi Tengah)

9 Desember 1929, hari yang tidak akan pernah dilupakan oleh Soekarno muda. Rumah Suyudi yang juga anggota PNI, partai pimpinan Soekarno, pada pukul lima pagi dikepung oleh tentara Belanda dan reserse untuk menangkap Soekarno. Adegan penangkapan terhadap diri Soekarno sudah lama diramalkannya, “ Perhatikan, setiap agitator dalam setiap revolusi tentu masuk penjara” kata Bung Karno kepada Gatot Mangkupraja.

Pada masa penjajahan menyebarkan ide kemerdekaan bukan perkara muda, cikal bakal gerakan nation yang di bawah oleh Soekarno mengkawatirkan penjajah Belanda, rapat-rapat umum yang menghadirkan Soekarno selalu berbekas di hati rakyat akan cita-cita kemerdekaan, agar cita-cita Bung Karno tidak membesar pihak penjajah Belanda mengambil opsi untuk menangkap para pimpinan-pimpinan utama dari pengusung ide tersebut. Di belakang zaman sebelum Bung Karno, banyak pimpinan yang ditangkap dan dimasukan penjara oleh penjajah Belanda, seperti pimpinan dari ISDV ( Indische Sociaal-Demokratische Vereeniging), Sarekat Islam, Insulinde, PFB ( Personeel Fabriek Bond ) dan lain sebagainya. Orang-orang seperti Bung Karno menghadapi pintu penjara tidak dengan kondisi lesu tanpa semangat, sebaliknya, dagu dan dada diajungkan ke depan, seolah penjara tidak menghentikan cita-cita dalam dada, sementara perjuangan di luar penjara terus berkobar-kobar tiada hentinya.

Penjara banceuy blok F, penjara pertama untuk menempatkan Bung Karno, sebagai tahanan politik Bung Karno mengalami perlakuan yang sama dengan yang lainnya, rambut dipotong hampir botak, baju seragam tahanan berwarna biru yang memiliki nomor punggungnya, tidur berjejal beralaskan tikar jerami setebal karton. Bung Karno juga mengalami isolasi, tidak bisa berhubungan dengan orang luar, membaca koran atau membaca buku, dengan sel selebar satu setengah meter, bisa dipastikan bagaimana lembab dan sumpeknya penjara Bung Karno, siapa pun yang mengalami situai seperti Bung Karno pasti akan mengalami trauma ringan dan frustasi. Yang menarik cara Bung Karno mengusir sepi di penjara isolasi tersebut, kalau tahanan politik zaman sekarang bisa menyeludupkan internet sambil berselancar di sosial media, sehingga tidak mengalami gejala super fisika sebagaimana yang diceritakan Bung Karno. Teman sepi Bung Karno adalah cecak, dan kalau pun Bung Karno mendapatkan jatah makan, dia akan membaginnya dengan hewan-hewan tersebut. Sebagai seorang orator ulung, Bung Karno tidak mengalami kesulitan untuk bergaul dengan tahanan atau sipir penjara, ada seorang sipir Indonesia yang mengagumi Bung Karno bernama Sariko, dari Sariko-lah Bung karno mendapatkan rokok, buku dan informasi di luar penjara, “ Bung, kalau Bung ingin menyeludupkan suatu pesan kedalam atau keluar penjara, beritahu aku. Aku akan menjadi perantaranya. Inilah caraku mengabdi pada bangsaku “ ujar Sariko kepada Bung Karno.

Zaman dewasa ini, penjara menjadi momok yang menakutkan, sehingga nyali pejuang dan aktifis pergerakan menjadi ciut terhadapnya, tentu bagi para aktifis pergerakan yang sudah memiliki keluarga, pertanyaan yang sering timbul adalah bagaimana cara menghidupi keluarga jika raga berada di penjara. Inggit, istri pertama Bung Karno, sebagai seorang istri dari Bung Karno, Inggit juga mengalami pahit manis perjuangan yang digelorakan oleh suaminya, ketika pertama kali bertemu dengan Bung Karno di penjara banceuy Inggit mengatakan bahwa selama Bung Karno di penjara hidupnya tidak terlantar, pengurus PNI memberinya uang dan sahabat perjuangan Bung Karno mengirimi uang, memberi buah tangan jika bertandang ke rumah Inggit. Sebagai keluarga besar, solidaritas tidak hanya menjadi materi kosong tanpa makna, solidaritas adalah semangat kolektifisme harus menjadi praktek nyata pada kehidupan sehari-hari. Kita menjadi miris saat ini, ketika ada kawan seperjuangan mengalami masalah seperti sakit, butuh biaya perawatan dan kesusahan lainnya yang menyangkut hidup, solidaritas menjadi hilang, orang-orang yang dalam kesusahan seolah bertarung sendiri akan kesusahannya, padahal kawan seperjuangan dulu sudah memiliki kelebihan materi, aktifis gerakan mungkin harus mencontoh kelompok kanan dalam membangun persaudaraan.

“ Sartono, aku menghargai segala usahamu. Namun, ahli hukum tidak bisa menyimpang dari asas hukum. Mereka harus taat pada hukum yang berlaku. Suatu revolusi menolak hukum yang berlaku sekarang dan bergerak dengan dasar untuk meninggalkanya. Jadi sulit untuk bertahan dari suatu gerakan revolusioner dengan para ahli hukum. Kita memerlukan getaran perasaan kemanusiaan. Inilah yang kupersiapkan “ kata Bung Karno kepada pengacaranya. Bung Karno menjadikan pengadilan dirinya menjadi medan politik, pertempuran yang berkonfrontasi langsung dengan penguasa. Selama sembilan belas hari masa persidangan atas Bung Karno tidak pernah memelas untuk minta dibebaskan atau diampuni oleh penjajah, Bung Karno malah menolak tuduhan pasal 169, 161, 171 dan 153 Kitab undang-undang Hukum Pidana pada zaman itu. Bung karno menyusun sendiri pembelaanya; INDONESIA MENGUGAT, pembelaan yang berisikan dasar-dasar perjuangan dan keyakinan Bung Karno, menjelaskan mengenai Imprealisme dan Kapitalisme, aksi politik, imprealisme di Indonesia, monopoli, pergerakan di Indonesia, semboyan non-cooperation dan tidak ada sedikit pun menyingung soal pasal yang disangkakan kepada dirinya. Bung Karno dijatuhi hukuman empat tahun penjara, penjara Sukamiskin menjadi penjara kedua Bung Karno

Pembuangan Bung Karno dua tempat, Ende di Flores dan Bengkulu. Semua khalayak mengetahui di Ende-lah Bung Karno merenung di bawah pohon sukun depan rumah pengasingannya untuk menggali Pancasila yang menjadi dasar negara, dari Ende-lah jiwa berkesenian Bung Karno makin membara, ini bisa jadi taktik untuk menghalau rasa sepi. Bung Karno mendirikan perkumpulan Sandiwara Kalimutu, gudang dari gereja disulap menjadi gedung pertunjukan, mau tahu siapa penjual karcisnya? Sebagai sutradara Sandiwara Kalimutu Bung Karno juga menjadi penjual karcis, tata panggung dan busana. Semua yang pertunjukan diatas panggung oleh Sandiwara Kalimutu menyelipkan pesan moral mengenai cita-cita kemerdakaan yang diperjuangkan oleh Bung Karno. Februari 1938 Bung Karno pindah ke Bengkulu dengan status yang sama, sebagai orang yang diasingkan oleh penjajah. Tempat kedua inilah Bung Karno banyak bersentuhan dengan Muhammadiyah dan dunia pendidikan rendahan, tawaran menjadi pendidik didapatkan oleh Bung Karno lewat Hasan Din, yang juga memanggilnya Bung!!. Di kota kedua pengasingan Bung Karno mengalihkan kesepiannya dengan mmelihara banyak jenis bintang peliharaan, memperbaiki jalan kampung memperindah taman belakang rumah pengasingan.

31 Desember 1931 keluar dari penjara Sukamiskin Bandung, dari empat tahun hukuman yang dijatuhkan oleh penjajah kemudian diubah menjadi dua tahun dikarenakan banyakanya tekanan kepada Direktur Kehakiman Belanda, tekanan dari dalam dan luar negeri, tekanan tesebut datang setelah pledoi Bung Karno dibaca oleh khalayak luas. 12 Februari 1942 ketika Jepang menyerbu pulau Sumatera, Bung Karno dilarikan oleh Belanda menuju kota Padang melalui jalur hutan dan gunung demi menghindari sergapan tentara Jepang, di Kota Padang kemudian Belanda meninggalkan Bung Karno dan rombongnya, mereka memilih menyelamatkan diri masing-masing dikarenakan jalur laut dan udara untuk menyeberang ke pulau jawa sudah di kuasai oleh penguasa baru, Jepang. Menghadapi kebebasan dari penjara Sukamiskin Bandung, Bung Karno langsung berpidato di depan peserta Kongres Indonesia Raya di Surabaya dan langsung bergabung dengan Partindo. Sikap yang sama juga di tunjukan Bung Karno waktu di Kota Padang, kondisi kota yang chaos Bung Karno langsung mengambil kepemimpinan, mengadakan rapat umum dadakan dengan anggota organisasi dagang dan orang yang dikumpulkan oleh Waworuntu, Bung Karno langsung membentuk Komando Rakyat yang berfungsi sebagai pemerintahan sementara.

Cara-cara yang ditunjukan oleh Bung Karno dalam menghadapi hari kebebasan tidak pernah diceritakan atau disorot lampu media secara berlebihan sehingga menjadi alas bedak bagi penjajah baru maupun penjajah yang lama, Bung Karno tetap bersiteguh dengan cita-cita kemerdekaan, hari kebebasan Bung Karno menjadi tenaga penggerak gerbong revolusi, hari kebebasan digunakan sepenuhnya pada pengabdian untuk membangkitkan gerakan melalui rapat-rapat umum. Di hari pembebasan Bung Karno tidak lantas menjadi milik Partindo, PNI baru atau lain sebagainya, Bung Karno utuh menjadi milik semua kelompok gerakan yang mengusung cita-cita kemerdekaan, “ sudah merupakan suratan nasib Soekarno, untuk menyusun pergerakan dan membuat dia masuk penjara, lalu dibuang, tapi kemudian dia akan membebaskan kita semua. Soekarno bukan lagi milik orang tuanya. Karno sudah menjadi milik rakyat Indonesia. Kami menerima kenyataan ini “ kata Bung Karno kepada Cindy Adams.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top