Nanang (deadline-news.com)-Palusulteng- Advokat Rakyat dan Anggota COLAP (Confrence Lawyer Asia Pasific), Agussalim SH, ketika memulai karirnya sebagai aktivis Anti Orde Baru dan Pengacara aktif di KAI Sulteng ini merasa miris atas kondisi hukum di Indonesia.
Bagaimana tidak, Indonesia yang sudah berusia 75 tahun kondisi hukumnya masih carut-marut, belum mampu memberikan rasa keadilan bagi sebagian rakyatnya. Terutama mereka dari kalangan rakyat jelata yang notabene ekonomi pas-pasan.
Kondisi hukum carut-marut, berarti ada yang salah di dalam realitas hukum itu sendiri. Posisi Hukum bahkan dijadikan komoditas dari sindikasi ijon politik.Masih minimnya aktualisasi kualitas Hukum membuat Agussalim SH merepon dalam kekhawatiran demokrasi rakyat dan negara menjadi krisis.
” Saat ini, bisa kita liat pertarungan Warga Negara dalam merebut Hak atas Kesehatan di situasi Covid 19, Parlemen kita sibuk dalam legitimasi berbagai RUU anti Rakyat. Quasi Politik dalam Hukum kita terlihat jelas munculnya Rejim Baru yang Legitimasinya memiliki Proxi “Hukum” kata Agussalim menjawab deadline-news.com di Palu Kamis (9/4-2020).
Agussalim menegaskan DPR dan eksekutif saat ini seolah olah pilar utama memainkan peran hukum dalam demokrasi kita. Sehingga hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah. Tafsir hukum soal Rasa Keadilan menjadi stigma normatif yang Legal melalui Rejim Peraturan.
Rasa Keadilan Rakyat dan Wakil Rakyat bersama Pemerintah membuat hirarki Peraturan Hukum memiliki wewenang berjenjang tanpa mandat Rakyat (UUD 1945). Ini terlihat dalam kondisi Negara saat ini kata Agussalim SH.
Apa akibat dari semua itu kata Agussalim SH, Hukum dalam tafsir Peraturan akhirnya tumpang-tindih kewenangan Legislatif, Eksekutif dan Judikatif dan antara pemerintah pusat dengan daerah, dan bahkan terjadi pula persoalan regulasi di kalangan lembaga pemerintah pusat.
Tentu saja, peraturan bermasalah yang merugikan banyak pihak.Termasuk pemerintahan itu sendiri. Selanjutnya kata Agussalim SH terkait hukum di Indonesia yang dianggap banyak pihak kurang keberpihakan terhadap rakyat dan demokrasi serta menghambat laju pertumbuhan ekonomi lantaran banyaknya regulasi bermasalah dan tumpang tindih satu sama lain membuat kita mundur 6 tahun kebelakang di Asia.
“Saya tidak melihat pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lima tahun ke depan mampu menerapkan dan menempatkan hukum dengn bijak lewat gebrakan metode omnibus law misalnya, yakni konsep dan produk aturan yang sepanjang sejarah berkonstitusi era reformasi dimana satu aturan tertulis dapat menegasikan aturan lainnya dengan mencabut banyak regulasi bermasalah dimata penguasa,”ujar lelaki berdarah campuran Selayar dengan Mandar itu. ***