“Teror Politik dan Psikis”

Jadi orang besar atau terkenal itu banyak tantangan. Apalagi jadi pejabat yang jujur, bersih, cerdas dan mengedepankan kebenaran dari pada kesepakatan “jahan untuk merampok uang rakyat.”

Akhir-akhir ini, Gubernur Sulawesi Selatan Prof.HM.Nurdin Abdullah yang dikenal jujur, bersih, cerdas dan luas pergaulan itu mendapat berbagai terror. “Mulai dari terror politik hingga terror psikis”

Adalah hak angket 60 anggota DPRD Sulsel dari 85 total anggota DPRD yang dialamatkan ke Gubernur Sulsel Prof Nurdin Abdullah dan Wakilnya Andi Sudirman Sulaiman. Hak angket yang patut diduga sebagai terror politik itu, menganggap telah terjadi kolusi, korupsi dan nepotisme ditubuh pemerintahan Nurdin Abdullah – Andi Sudirman Sulaiman.

Inisiator hak angket salah satunya dari fraksi Partai Golkar Khadir Khalid yang notabene sudah tidak terpilih lagi pada Pileg 2019 baru-baru ini. Khadir Khalid adalah adik kandung Nurdin Khalid mantan kompotitor politik Nurdin Abdullah pada perhelatan Pilkda 2018 tahun lalu.

Pasangan Prof Andalan meraih 1.867.303 suara, Nurdin Khalid – Azis Kahar 1.162.751 suara, Ichsan Yasin Limpo-Andi Andi Mudzakkar (IYL-Cakka) yang meraih 807.330 suara dan (Agus-Tanribali) hanya menang di 1 Kabupaten yakni Sidrap dengan suara sebanyak 419.055.

Namun sayangnya dukungan politik di parlemen pasangan Prof Andalan ini tergolong lemah, karena hanya kurang lebih 20 anggota legislative (kursi) dari 85 total anggota DPRD Sulsel. Belum lagi jika ada oknum anggota fraksi partai pendukung Prof Andalan mbalelo dari kebijakan dan keputusan fraksi partai pengusung.

Dampaknya maka terjadi “terror politik” dalam bentuk hak angket. Namun begitu hak angket bakal tertinggal dijalanan. Sebab inisiatornya sebagian akan tergantikan pada September 2019 ini. Betapa tidak sebagian isiatornya sudah tidak terpilih lagi pada Pileg baru-baru ini.

Setelah “terror politik” kini muncul lagi terror psikis terhadap pemerintahan Prof Andalan dalam bentuk pengrusakan fasilitas Negara (Pot Bunga) di depan rumah jabatan Gubernur Sulsel Prof Nurdin Abdullah.

Teror psikis itu, mungkin berharap agar Gubernur Prof Nurdin menghentikan inspektorat untuk mengusut dan mengaudit dugaan SPPD perjalanan dinas Fiktif dan para oknum pejabat OPD yang terindikasi terlibat korupsi.

Apalagi Pemprov Sulsel menggandeng komisi pemberantasan korupsi (KPK) untuk melakukan supervisi dan audit pengelolaan asset daerah dan keuangan serta pembangunan pasca pengalihan pimpinan pemerintahan dari Syahrul Yasin Limpo – Agus Arifin Nu’mang ke HM.Nurdin Abdullah – Andi Sudirman Sulaiman.

Adalah dugaan KKN dan penerbitan SK Wagub terhadap pengangkatan pejabat eselon IV dan III yang menjadi sorotan utama pegiat hak angket di DPRD Sulsel. Padahal persoalan SK Wagub itu telah ditangani pihak Mendagri.

Bahkan telah direkomendasikan oleh Mendagri untuk diterbitkan ulang SK Gubernur dan hal itu sudah dilaksanakan bahkan para pejabatnya telah dilantik kembali oleh Wagub dengan SK Gubernur.

Memang UU Pemerintahan daerah, Wagub tidak memiliki kewenangan untuk menge SK kan pengangkatan pejabat. Tapi bisa melantik sepanjang mendapat perintah dari Gubernur.

Sebetulnya wakil Gubernur itu bukan eksekutor, tapi hampir sama dengan organisasi perangkat daerah (OPD). Karena fungsi utamanya membantu dan mendampingi kepala daerah serta melakukan pengawasan internal pemerintahan.

Terkait pemindahan sejumlah pejabat dari Bantaeng ke Provinsi itu hal biasa. Karena Gubernur sebelumnya Syahrul Yasin Limpo juga membawa sebagian pejabatnya dari Gowa ke Provinsi ketika pertama kali menjabat.

Kemudian soal nepotisme karena adik iparnya diangkat sebagai Dirut Prusda. Lalu dimana salahnya, sepanjang professional dan tidak merugikan daerah serta korupsi mengapa tidak.

Tidak perlu jauh-jauh, masa kepemimpinan pak Gubernur Syahrul Yasin Limpo (SYL), adik kandungnya ditempatkan di OPD sebagai Kepala. Sebut saja Irman Yasin Limpo ditempatkan di Dinas Pemdidikan dan Kebudayaan. Kemudia Haris Yasin Limpo diangkat jadi Dirut PDAM, selain itu anak kandungnya Redindo SYL sebagai sekretaris Badan Pendapatan Daerah, kemudian besannya Lutfi Halide diangkat sebagai kepala Dinas Pertanian, ponakannya ditempatkan pada Karo Humas Pemprov Sulsel. Dan beberapa koleganya ditempatkan pada posisi strategis di OPD.

Begitupun proyek-proyek, ada kolega-kolega terdekat yang profesinya sebagai penyedia jasa pengadaan dan pembangunan infrastruktur yang ikut mendapatkan proyek-proyek di Pemprov, dan relawan serta konsultan politiknya ditempatkan pada BUMD yakni di bank Sulsel, Prusda sebagai komisaris dan dewan pengawas. Namun hal semacam itu sah-sah saja, sepanjang positif dan profesional.

Sebab karena profesinya mereka bekerja dengan baik untuk menghidupi keluarganya dan membantu pemerintahan. Itu yang tidak bisa jika terjadi monopoli dan diarahkan atau ada intervensi testruktur dan secara massif untuk merugikan keuangan daerah dan negara.

Kalau dipemerintahan Nurdin Abdullah, penempatan pejabatnya tidak ada yang sedarah dengannya, misalnya adik kandung ataupun ponakannya. Kecuali Wagub Andi Sudirman Sulaiman, Kakak Kandungnya menjadi salah seorang pejabat di Pemprov Sulsel, tapi itu hal biasa karena memang pangkatnya memenuhis syarat dan dapat bekerja professional.

Diharapkan sudahilah terror-teror itu, mari bergandengan tangan membangun Sulsel yang makin maju dan jaya. Karena terror apapun yang kalian lakukan, Prof Nurdin Abdullah dapat dipastikan tidak takut dan surut, karena dia adalah anak prajurit TNI yang telah teruji mentalnya, berani, jujur, disiplin dan bersih. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top