Bang Doel (deadline-news.com)-Palu-Saadiah Lahay kepada deadline-news.com via telepone seluler dan aplikasi whatsAppnya Selasa (28/3-2023), mengatakan dirinya bersama Bosnya yakni Ir. H. Asep Rony Noorhidayat ikut tender proyek di tiga paket di Dinas Binamarga dan penataan ruang (BMPR) Sulwesi Tengah karena disuruh dan diberi harapan oleh PLT Kadis BMPR Ir.H.Basir Tanase ketika itu.

“Yang suruh kami ikut lelang tiga paket proyek di dinas Binamarga dan penataan ruang adalah pak kadis sendiri bapak Ir.Basir Tanase. Bahkan memberikan kami harapan untuk dapat menang pada salah satu dari tiga paket yang katanya multiyers, yakni paket Beteleme, Tonusu dan Salakan. Makanya bos saya berani ikut lelang di tiga paket proyek tersebut,”jelas Saadiah.
Menurutnya pada paket proyek beteleme, perusahaan yang dibawa oleh bosnya yakni H.Asep sudah tidak ada harapan untuk menang karena berada di urutan ke 6.

“Karena hanya berada diurutan ke 6 perusahaan bos saya, maka saya menghadap ke Pak Kadis Basir Tanase, mempertanyakannya. Bagaimana ini pak Tuakan, perusahaan bos saya hanya diurutan ke 6, lalu pak Basir jawab kalau beteleme sudah tidak bisa dibantu, karena posisinya di urutan ke 6, nanti yang Tonusu, karena posisinya diurutan ketiga, sebab urutan kedua sudah gugur. Bahkan pak Basir meyakinkan kami kalau paket Tonusu bos saya yang akan menang, tapi kenyataannya kalah lagi,”kata Saadiah menirukan kalimat pak Kadis Basir Tanase.

Saadiah menjelaskan tiga hari kemudian keluar pengumuman ternyata paket Tonusu yang dijanjikan untuk dibantu dimenangkan ternyata juga gagal, karena ada pemenang pertama.

“Karena gagal lagi paket Tonusu, maka kami menghadap lagi ke pak Kadis Basir Tanase, namun lagi-lagi kami disuruh ikut lelang di paket Salakan dan diberi harapan untuk dapat menang. Bahkan pak Kadis Basir mengatakan ke kami akan membantu membicarakannya dengan pihak pokja, agar perusahaan bos kami dimenangkan pada paket di Salakan,”tutur Saadiah.

Saadiah menegaskan beberapa kali pertemuan dengan pak Kadis Basir Tanase dan selalu diberi harapan untuk dapat memenangkan salah satu paket dari 5 paket yang ditawarkan.
“Pak Kadis Basir Tanase mengaku ke kami dialah yang pengambil kebijakan dan penentu. Dan akan berkoordinasi dengan pihak Pokja untuk dapat memenangkan salah satu paket dari tiga paket yang diikuti lelang bos saya pak H.Asep,”aku Saadiah.
Hal senada juga dikatakan Asep, dimana pak Kadis Basir Tanase memberikan dukungan pada suatu pertemuan untuk dapat memenangkan salah satu paket proyek yang diikutinya dalam pelelangan itu.
“Dan dalam pertemuan itu, pak Kadis bilang sangat mendukung ke kami bahkan mendukung 99,99 persen bisa memenangkan proyek tersebut karena dialah yang penentunya. Tapi endingnya, ternyata bukan kami yang dimenangkan” tutur H. Asep.
Lebih lanjut Saadiah menjelaskan bahwa awal-awal dalam mengurus proyek itu mereka ada beberapa orang yang terlibat yakni Sabaruddin, Artur, Amir dan Ramli.
Saadia menceritakan awalnya di Palu tidak tau jalan, lalu ketemulah pak Sabaruddin yang kebetulan sama-sama pengurus disalah satu partai politik.
“Karena saya tidak tahu jalan di Palu sementara pak Sabaruddin tidak mempunyai kendaraan, maka cerita-ceritalah kami, untuk mencari-cari pekerjaan penunjukan langsung (PL) di Dinas-dinas.
Cerita saya itu disahuti pak Sabaruddin sehingga singkat cerita jalanlah kami berdua dengan mengendarai sepeda motor saya ke Dinas Binamarga dan Penataan Ruang dan ketemulah kami dengan pak Kadis Basir Tanase.
“Sebenarnya saya belum kenal baik pak Basir, tapi pak Sabaruddin lah yang perkenalkan saya dengan beliau. Dalam pertemuan kami dengan pak Basir saya utarakanlah niat saya untuk minta paket penunjukan langsung (PL) saja, karena anak saya mau wisuda. Saya hanya butuh satu PL saja,”ujarnya.
Lalu pak Basir meresponnya dan mengatakan kebetulan ada lima (5) paket, diantaranya, paket Tonusu dan Beteleme, pilihlah beberapa paket, tapi nilainya besar dan harus ikut lelang, sehingga kami katakan ke pak Basir kami tidak sanggup dengan paket itu.
Tapi pak Sabar menerima tawaran pak Basir dan mengatakan ada kontraktor yang bisa mengerjakannya. Dijawab pak kadis Basir kalau ada yang bonafide baik yang di Makassar atau di Jakarta, nanti dibantu ringankan prosesnya. Tapi saya katakan ke pak Basir kenapa bukan kontraktor lokal saja pak yang diajak.
“Jawab pak Basir kontraktor lokal kurang bagus kerjanya, kalau dikase pekerjaan pas waktunya selesai tidak diselesaikan dengan baik,”kata Saadiah menirukan pak Basir.
Saadiah menerangkan bahwa pembicaraan antara pak Kadis Basir saat itu yang berperan pak Sabaruddin. Maka setelah beberapa kali pertemuan maka disepakatilah cari kontraktor bonafide di Jakarta.
Saadiah menceritakan waktu itu pak Kadis Basri Tanase bilang ke kami, ‘ini ada 5 paket proyek, kalau kamu punya kontraktor yang betul-betul bonafide kamu kasi. Lalu pak Sabar bilang ada pak. Kemudian pak Kadis bilang, kalau ada, ok saya akan berikan HPS, KK, RAB dan BQ nya. Tapi karena waktu itu masih sibuk pak Kadis, sehingga belum diberikan HPS dan BQ, KK dan RABnya, maka kami diminta membeli flesdics untuk mengcopy HPS, BQ, KK dan RAB yang dijanjikan pak Kadis itu.
“Setelah itu, pak Sabar bilang ke saya, ada kontraktor bu, saya bilang ok, kalau ada, pertemukan kami di Palu, tapi kata pak Sabar, kontraktornya tidak mau ketemu di Palu maunya di Jakarta dan kontraktornya katanya sanggup membiayai akomodasi dan transportasi kami ke Jakarta,”akunya.
Sehingga saya dan pak Sabaruddin ke Jakarta bersama pak Amir.
Saadiah mengatakan dengan modal Rp, 1,5 juta yang ditransfer pak Artur ke rekening saya, maka kami ke Jakarta, itupun separuh ditinggalkan untuk putri saya, Rp,500 ribu untuk pak Amir dan sisanya untuk biaya perjalanan, makan dan minum.
Sesampai di Jakarta, mereka dijemput oleh pak Muh.Artur Uga dan diinapkan di wisma Delima di jalan Kebun Kacang IX Jakarta.
“Sekitar 5 hari kami di Jakarta, lalu ketemulah pak Ramli. Kemudian pak Ramli mempertemukan dan memperkenalkan dua orang kontraktor bernama pak Dadang dan Pak Nanang. Kedua kontraktor itu sempat menanyakan ke kami, apakah Ibu ini perwakilan pak Kadis? Lalu saya jawab bukan, kami hanya disarankan pak Kadis mencari kontraktor bonafide. Saat itu pak Amir mengaku PPK/PPTK dari Dinas Binamarga yang akan menjelaskan secara teknis proyek tersebut dan meyakinkan calon rekanan itu. Dalam pertemuan itu kami membicarakan soal proyek, namun pak Dadang dan Pak Nanang mundur karena ada pensyaratan harus ada deposit uang jaminan 20 persen di rekening kontraktor dari nilai anggaran proyek yang akan dilelang itu,”jelas Saadiah.
Memasuki dua minggu di Jakarta, melalui pak Ramli memberi kabar bahwa ada kontraktor lain mau ketemu.
Kami disuruh siap-siap dan akan ketemu disalah satu rumah makan sekitar pukul 9 pagi waktu Jakarta.
Namun kontraktor yang dimaksud tidak kunjung datang, maka dijadwalkan kembali pertemua sore harinya hingga malam di salah satu hotel didepan wisma Delima tempat kami menginap.
Saya belum tahu kontraktor yang dimaksud. Karena memang saya tidak kenal, baik itu pak Dadang, Nanang maupun H.Asep.
“Lalu datanglah Ir. H. Asep kemudian bertemulah kami. Setelah pertemuan itu saya bergeser kebelakang. Dalam pertemuan itu saya mendapat kabar duka bahwa adik kami meninggal dunia di Makassar Sulsesl. Jadi kami bilang ke pak Ramli bahwa adik saya meninggal dunia, jadi saya mau segera pulang. Dalam persiapan pulang jelang magrib itu, H.Asep mengatakan belum tersedia uang direkeningnya, sehingga pak Asep minta dulu ke pak Tajuddin melalui pak Ramli. Kebetulan pada pertemuan itu ada juga pak Tajuddin. Pak Tajuddin menanyakan ke saya siapa Kadis Dikjar Sulteng, katanya banyak paket proyek pengadaan di Dikjar atau Dikbud Sulteng. Lalu saya jawab saya kenal namanya Ibu Nunung. Kalau mau bapak nanti saya kasi nomor kontaknya, nanti bapak kontak langsung dan bicara. Singkat cerita karena saya so mo balik ke Palu pak Tajuddinlah yang menalangi dulu biaya kepulangan saya ke Palu dengan memberikan uang sebanyak Rp, 10 juta untuk biaya transportasi dan biaya penginapan selama kami di Jakarta. Karena biaya penginapan belum kami bayar, dan pak Sabar masih tinggal dipenginapan itu sambil menunggu penyelesaian pembayaran. Untuk uang sisanya H.Asep meminta nomor rekening saya, sayapun memberikannya,”tutur Saadiah.
“Dan setelah kami sampai di Palu, H. Asep transfer lagi 50 juta kemudian 40 juta, jadi total keseluruhan adalah Rp 100 juta, bukan Rp 200 juta. Tapi uang tersebut bukan uang tanda jadi proyek atau uang deposit, tapi biaya operasional dan akomodasi dan transportasi kami sebagaimana yang disampaikan pak Sabar dan Pak Artur ke saya,”ungkapnya.
“Setelah itu, proyek dilelang tapi karena perusahaan pak Asep ternyata tidak sesuai, tidak memenuhi syarat untuk ikut, maka dinyatakan kalah. Karena AMPnya tidak punya izin yang dari Gorontalo,”ujarnya.
Menurutnya setelah dua paket proyek itu dilelang dan Asep kalah, maka pak Kadis Basir Tanase mengarahkan lagi ikut tender di paket Salakan. Tapi lagi-lagi gagal karena katanya yang disyaratkan tidak lengkap.
Masih menurut Saadiah, Kadis Basir Tanase sempat mengatakan bahwa ke 5 paket itu adalah paketnya anaknya pak Gubernur.
“Paket ini anaknya pak Gub punya, tapi tidak apa karena saya lah penentu kebijakan, ikut saja nanti saya bantu, Insya Allah menang,”kata Basir seperti ditirukan Saadiah.
Disinggung soal uang Rp, 100 juta, Saadiah mengatakan digunakan untuk biaya transportasi dan akomodasi (operasional), untuk saya (Saadiah), pak Sabar, Amir, Artur dan Ramli.
Mantan pelaksana tugas (PLT) Kepala Dinas Binamarga dan Penataan Ruang Provinsi Sulawesi Tengah Ir.Basir Tanase akan menuntut balik terhadap laporan
Ir. H. Asep Rony Noorhidayat.
Pasalnya laporan Asep terhadap dirinya dengan tuduhan dugaan penipuan Rp, 200 juta atas dua paket proyek di Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang itu masuk ranah penceraman nama baik.
“Pak Aseep itu hanya sekali saya ketemu mana berani kadis memastikan pemenang siapa pun kadis dan di dinas apa pun tidak akan berani memastikan pemenang lelang, karena yang menentukan adalah pokja atau panitia lelang bukan Kadis,”kata Basir Tanase menjawab konfirmasi deadline-news.com via chat di aplikasi whatsAppnya Minggu (26/3-2023).
Kata Basir, pak Asep benar minta bertemu hanya kurang lebih 10 menit dan hanya sekali itu.
“Dan akan saya tuntut balik pencemaran nama baik karena saya tidak ada transaksi apa pun dengan Pak Asep,”tulis Basir.
Kemudian dikonfirmasi lagi apakah benar pernah mengatakan bahwa kontraktor lokal kurang bagus kerjanya, karena pas waktunya selesai pekerjaan belum diselesaikan. Kemudian apa benar pernah menyebut bahwa 5 paket itu adalah untuk anak pak Gubernur?
Sampai berita ini naik tayang Basir belum memberikan jawaban konfirmasi.
Sementara itu, Ramli yang dikonfirmasi membenarkan telah bertemu dengan ibu Saadiah, pak Sabar, pak Aftur dan pak Amir di Jakarta.
Tapi, kata Ramli, dirinya tidak pernah membangun komitmen dengan pak Sabar dan pak Artur bahwa akan menanggulangi biaya akomodasi dan transportasi bila Saadiah ke Jakarta bertemu dengan dirinya.
“Tidak pernah, saya tidak pernah berjanji akan memberikan mereka biaya ke Jakarta. Jadi begini, beberapa tahun lalu, pak Artur berutang proyek pengadaan dengan kami. Lalu pada suatu hari pak Artur nelpon menawari kami proyek, tapi proyek fisik jadi kami tolak karena perjanjian kami adalah pengadaan bukan fisik,” aku Ramli.
“Tapi karena pak Artur mendesak, maka saya panggilkan kontraktor yang biasa kerja fisik, lalu saya mempertemukan mereka dengan kontraktor atas nama H. Asep. Ada dua kontraktor yang saya pertemukan dengan mereka, salah satunya adalah H. Asep ini,” papar Ramli.
Dalam pertemuan itu, lanjut dikatakan Ramli, pak Amir mengaku ke H. Asep bahwa dirinya adalah PPK merangkap sebagai PPTK pada proyek yang akan diberikan, dan pak Amir mengaku bahwa kedatangannya ke Jakarta bertemu dengan kontraktor adalah mewakili pak Kadis Basir Tanase.
“Kemudian pak Amir, pak Sabar, dan pak Artur terus melobi dan meyakinkan H. Asep agar ikut lelang, saking yakinnya pak Kadis akan memenangkan H Asep dalam lelang tersebut, mereka berani menyerahkan HPS, BQ, KK, dan RAB proyek tersebut ke saya untuk diberikan kepada H. Asep agar H. Asep ikut lelang,” urai Ramli.
“Akhirnya H Asep yakin dan bersedia ikut lelang dengan ketentuan harus menang, dan mereka iyakan bahwa H. Asep pasti menang. Diberikanlah mereka uang sebagaimana yang mereka minta dari H. Asep. Singkat cerita, pengumuman lelang keluar dan ternyata H. Asep dinyatakan kalah, melaporlah H. Asep karena merasa ditipu dan telah rugi ratusan juta rupiah,” pungkas Ramli.
Sabaruddin yang berkali-kali dikonfirmasi via chat di aplikasi whatsAppnya sampai berita ini naik tayang tidak memberikan jawaban.
Kemudian Artur yang dikonfirmasi via telepone selulernya selalu sibuk.
Sementara itu Amir yang dikonfirmasi apakah benar kebagian uang dari pak Asep, mengatakan dirinya tidak pernah dikasih uang sama pak Asep.
“Waalaikumsalam… sy tdk perna di kasi uang sama pak Asep. Biaya pergi di tanggung oleh saudara sabarudin dan makan dan nginap mereka tanggung sesuai janjinya Pak Sabarudin dan ibu Diya,”ujar Amir menjawab konfirmasi deadline-news.com via chat di whatsAppnya Selasa (28/3-2023).
Disinggung soal nominalnya, Amir mengaku tidak tahu.
“Nominal biaya yang mereka keluarkan ga tau sy Pak. Sy tdk tau Pak. Karna biaya jalan mereka blm ketemu dan kenal P asep,”tulisnya.
Disinggung mengapa dirinya bisa ikut terlibat dalam tim Saadiah, Sabaruddin, Artur, Ramli dan Asep, dimana mereka orang swasta yang sedang mengincar proyek di Dinas dimana Amir bekerjan dan menjabat. Jawab Amir dirinya hanya menjelaskan kalau peket itu benar adanya. ????????
Amir mengatakan tujuan utamanya ke Jakarta untuk menemui anaknya.
“Sebetulnya utamanya sy kesana menemui anak sy di jkt. Anak2 sy maksudnya,”sebut Amir.
Ditanya soal dirinya ikut dalam pertemuan Saadiah dengan Kadis Basir Tanase di kediamannya membicarakan soal paket yang diikuti lelang Asep bosnya Saadiah, Amir menimpalinya.
“Tdk seperti itu Pak. Mereka ketemu Kadis waktu itu sy tdk disana. Sy memang perna 1x sama2 ibu dia ke kediamannya P Kadis silaturahmi tapi bukan urusan masalah paket dan tamunya beliau banyak. Itupun hanya sebentar,”jelas Amir.
Dalam pasal 13 UU Tipikor berbunyi: Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling banyak 150.000.000. Setelah KUHP diberlakukan maka acuan sanksi pidana Pasal 13 UU Tipikor akan diganti dengan Pasal 606 ayat (1). Isinya adalah: Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak kategori IV. ***