Program pemerintahan Wali Kota Palu Hadianto Rasyid sangat bagus dan sesuai tuntunan agama, dimana “kebersihan” bagian dari Iman. Dan sejak program itu diluncurkan kota Palu memang terlihat bersih, rapi, indah dan cantik. Apalagi ada beberapa titik dihiasi lampu dimalam hari yang dibalut ornamen batik ciri khas kota Palu.
Hanya saja tidak didukung oleh sumber daya yang memadai, seperti ketersedian bahan bakar minyak (BBM). Akibatnya pengangkutan terhambat karena kendaraan operasional pengangkut sampah terbatas bbmnya. Padahal setiap bulan masyarakat membayar iuran sampah paling sedikit Rp,35 ribu perbulan.
Memang tidak dapat dipungkiri sejak diluncurkan program bayar iuran sampah jika kotamu ingin bersih, benar terwujud. Makanya kementerian lingkungan hidup mengganjar walikota Palu Hadianto Rasyid bersama tiga kelapa daerah lainnya yakni Morowali, Parigi Moutong dan Banggai dengan kategori ADIPURA kota kecil.
Penghargaan itu tidak berbanding luruh dengan penanganan sampah di lingkungan komplek perumahan masyarakat kota Palu. Bangaimana tidak ada yang berhari-hari bahkan berminggu-minggu sampahnya tidak diangkut.
Sehingga warga terpaksa membakar sampah keringnya dan yang basah dibiarkan saja berserakan dan bertumpuk di halaman depan rumah mereka. Kenapa berserakan? Karena dihambur oleh binatang liar atau ternak seperti ayam, kucing dan anjing yang mendatangi tumpukan sampah dalam kantongan plastik besar atau dalam wadah dimana sampah itu diletakkan.
Mestinya pemerintah kota Palu melalui dinas teknis yakni dinas lingkungan hidup (DLH) belajar dari pengalaman ketidak tersediaan bbm, sehingga menghambat pengangkutan sampah dari rumah-rumah penduduk. Paling tidak diperhitungkan stok bbm untuk dapat memenuhi pengangkutan setiap bulannya. Misalnya jika kebutuhan bbm 100 liter perbulan untuk satu armada, maka perlu ditambah misalnya 50 liter.
Jadi ada 150 liter dijatahkan setiap armada dalam 1 bulan. Sehingga tidak ada lagi alasan untuk tidak mengangkut sampah warga karena bbm habis. Apalagi masyarakat sangat taat dan patuh membayar iuran sampah. Coba kita kalkulasi rata-rata saja 35,000/rumah X 300,000 rumah = Rp, 10.500.000.000/bulan hasil dari retribusi sampah.
Semoga hal ini menjadi perhatian pemerintah kota Palu, sehingga tak ada lagi keluhan masyarakat dimana sampahnya tidak diangkut berhar-hari, bahkan berminggu-minggu. ***