“MEREBUT KANTONG BESAR PILGUB SULTENG”

Oleh : Frans M

Diperkirakan, kompetisi Pilgub Sulteng 2020 untuk memperebutkan 1.901.556 suara pemilih (baca DPT Pemilu 2019) yang tersebar di 13 kabupaten/kota, hanya akan diikuti oleh 3 (tiga) paslon, (sumber dari berbagai media), sudah mengerucut pada yakni Rusdi Mastura (Cudi) – Makmun, Anwar Hafid – Sigit Purnomo Said (Pasha), Hidayat Lamakarate – Nurwati Bantilan, putra-putri terbaik Sulteng.

5 (lima) diantaranya berlatarbelakang politisi yg sukses meraih berbagai jabatan politik (elected politician) sedang yang satu lagi yaitu Hidayat Lamakarate (HL), birokrat sukses hingga mencapai posisi eselon I (Sekprov) dengan bonus 2 (dua) kali ditunjuk sebaga Pejabat Bupati/Walikota.

Lalu, bgm peluangnya ?

Pemilu, tak terkecuali pilkada, adalah aktivitas demokrasi yang dapat diukur, dikalkulasi dan diprediksi dalam proses dan hasilnya termasuk peluang paslon. Dalam dinamika perpolitikan di Indonesia, aspek “ke daerahan” merupakan salah satu isu penting yang sangat diminati untuk membangun kekuatan politik.

Menurut Saiful Mujani, sebagian besar sarjana ilmu sosial dan politik di Indonesia telah lama meyakini bahwa aspek “ke daerahan” sangat penting dalam membentuk pilihan politik dari pemilih.

Bahkan, dalam sebuah studi komparatif ditemukan bahwa efek suku bangsa atau ke daerahan terhadap perilaku pemilih lebih kuat dibandingkan klas sosial. Tampaknya, rekrutmen 3 (tiga) paslon selaras dengan pandangan tentang pentingnya aspek ke daerahan membentuk pilihan politik.

Paslon Cudi membangun poros politik Palu – Luwuk (wilayah Timur Sulteng) dengan kalkulasi akan memperoleh limpahan suara dari kota Palu dan kabupaten Banggai, Banggai Laut dan Banggai Ke pulauan.

Kemudian bakal calon paslon Anwar Hafid membangun poros Bungku – Palu untuk merebut suara pemilih kabupaten Morowali, Morut dan kota Palu/kabupaten Donggala sedangkan paslon Hidayat Lamakarate membangun poros Palu – Tolis berharap limpahan suara dari kabupaten Sigi, kota Palu, kabupaten Tolitoli dan Buol.

Dari 13 kabupaten/kota, 5 diantaranya yaitu kabupaten Parigi, kota Palu, kabupaten Banggai, kabupaten Donggala dan kabupaten Sigi merupakan kantong besar dengan jumlah pemilih 1.117.208 (58,7%) dan selebihnya, 784.346 pemilih (41,3%) berada di 8 kabupaten lainnya.

Artinya, dengan formasi 3 paslon, maka paslon yang mendominasi di 5 daerah kantong besar berpotensi meraih suara terbanyak.

Merujuk hasil Pilgub 2015 yang lalu, Pasangan Cudi – Iwan Datu Adam walaupun kalah – memperoleh 620.011 suara (45,50%) dan menang mutlak (lebih dari 50 % jumlah suara) di 5 (lima) dari 13 (tiga belas) kabupaten/kota yaitu Donggala, Palu, Buol, Morowali dan Tojo Una-una.

Namun, hanya memenangi 2 (dua) dari 5 (lima) kantong besar yaitu kota Palu dan kabupaten Donggala. Sedangkan 3 (tiga) kantong besar lainnya yaitu kabupaten Parigi Moutong, Sigi dan Banggai didominasi paslon Longki – Sudarto. Seandainya, paslon Cudi memenangi 3 (tiga) kantong besar, ceritanya akan berbeda.

Personal branding penting, tapi tdak cukup. Dibutuhkan strategi dan taktik. Strategi bersifat permanen sedangkan taktik bisa berubah mengikuti dinamika di lapangan.

Upaya penguasaan teritorial terutama pada wilayah berkantong besar mungkin bisa jadi alternatif taktik memenangi kompetisi, bila kondisi lapangan membutuhkan. Memang, politik tidak dapat dipastikan, namun dapat diprediksi. (penulis adalah praktisi hukum).***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top