Petang itu Jum’at 28 September 2018, tepatnya Azan Magrib berkumandang (18:20) wita, tiba-tiba gemuruh dalam tanah, bagaikan kereta api hendak berlalu.
Gemuruh itu disertai guncangan, sehingga rumah-rumah terayun-ayun. Bahkan pengendara sepeda motor berjatuhan, mobil yang sedang dikendarai belok kesana kemari. Bahkan listrik tiba-tiba padam dan jaringan telekomunikasi (Handpone) taka da lagi.
Adalah gempa bumi yang disertai likuifaksi dan tsunami, menggoncang dan meluluh lantakkan Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala) menjelang malam.
Petobo tempat kediaman kami, rusak parah. Sekitar 300 meter dari kompleks BTN Nufara Garden, likuifaksi itu terjadi. Rumah-rumah penduduk hilang ditelan bumi. Bukan itu saja, tapi beberapa Masjid ikut disapuh likuifaksi.
Ribuan penduduk tertelan bumi di keluarahan Petobo itu. Hanya saja, belum ada statistik yang mampu menghitungnya secara pasti. Kalaupun ada itu hanya diatas kertas. Karena ribuan warga petobo maupun yang sedang indekost tergulung ganasnya tanah di Jum’at sore itu.
Bahkan saya nyaris ikut tergulung tanah (Likuifaksi) saat itu. Untung saja saya diselamatkan oleh Kabel jaringan listrik. Kabel itu jatuh ditengah jalan di depan rumahku kompleks BTN Nufara Garden Blok B/16, sehingga menghalangiku keluar belok kanan kearah jalur yang dilalui Likuifaksi. Dan saya terpaksa belok kiri keluar dari kompleks. Walau saya dapat lolos dari maut likuifaksi, namun banyak warga tetanggaku harus saya bantu dan tolong evakuasi keluar dari bahaya itu. Sehingga saya urungkan niatkut untuk pergi sebelum mereka saya tolong.
Andaikata kabel listrik itu tidak jatuh dan menghalangi jalanku, maka gas mobilku akan kutancap. Padahal saat itulah tanah yang bergerak itu melumat semua yang dilaluinya, termasuk pohon kelapa, pohon mangga, pohon nangka, bahkan rumah-rumah bertingkat, dan mobil-mobil milik warga.
Walau rumah-rumah di kompleks tempat tinggalku di Petobo, tepatnya jalan Telaga Raya tidak tertelan likuifaksi, namun 99 persen sudah tidak layak ditinggali.
Bagaimana tidak, bangunan sudah miring kekiri, akibat terjadi penurunan permukaan tanah sekitar 50 centi meter. Dan Bangunan-bangunan sudah terbelah, mengangah sampai besi tulangannya sudah kelihatan.
Ibarat pakain, sudah robek-robek, tegelnya patah-patah, terangkat dan seluruh sudut robek mengangah lebar. Andaikan ada lagi gempa bumi yang sama dahsyatnya 28 September 2018, maka saya yakin rumah-rumah di kompleks kami itu akan ambruk.
Rumah-rumah di kompleks BTN Nufara Garden jalan Telaga Raya itu, rata-rata kredit di Bank BTN Palu. Lalu apakah dengan kerusakan yang begitu parah, pihak bank akan membebankan biaya kredit ke dibitur?
Hal ini mestinya menjadi perhatian pemerintah dan pihak Bank BTN. Sebab sungguh tidak mungkin rumah-rumah yang rusak parah itu, akan dilanjukan cicilannya. Bahkan ada beberapa tetangga saya, mengatakan, “jika rumah kita ini yang sudah rusak parah, lalau BTN masih menagih biarkan saja, kita kasih saja, toh kita sudah tidak akan tinggal disini.”
Apalagi di kompleks perumahan yang kami tempati itu termasuk daerah rawan likuifaksi, sebab tanahnya lembab dan basah. Saat ini tak seorangpun yang berani tinggal di kompleks BTN Nufara Garden di keluarahan Petobo itu.
Dan memang sudah tidak ada satupun rumah yang layak huni di kompleks perumahan milik pengembang Mohammad Rizal Mahmud itu. Semoga saja, pihak Bank BTN dan Pemerintah dapat menghapus angsuran kredit perumahan yang sudah tidak layak di seluruh wilayah terdampak bencana alam Pasigala ini.
Rezeky Kepala bagian kredit di Bank BTN Palu yang sempat saya kirimi foto-foto seluruh kerusakan rumah di kompleks BTN Nufara Garden itu, dan mempertanyakan kelanjutan angsurannya, melalui chat whatsAppnya mengatakan “boleh nanti yang bersangkutan tersebut (ybs) silahkan datang ke btn pak. Untuk menyampaikan hal tersebut.” ***