Diduga Sekda dan Bupati Reklamasi Pantai Tanpa AMDAL

Ilustrasi
Ilustrasi

DOEL (koranpedoman) TOLITOLI, Reklamasi Kawasan Pantai tentu ditujukan untuk kemajuan suatu daerah dan juga masyarakat agar daerah tersebut dapat terus berkembang secara pesat. Perkembangan-perkembangan tersebut harus didasarkan seperti yang tercantum dalam Pasal 34 Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Tanah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, dimana reklamasi di wilayah Indonesia hanya dapat dilaksanakan jika manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar bagi daerah, masyarakat dan juga negara.

Salah satu contohnya adalah pemasukan daerah yang bertambah, lahan huni daerah yang bertambah, tidak membahayakan lingkungan hidup, dan juga mendukung kegiatan sosial dan ekonomi bagi masyarakat didaerah tersebut.

Biasanya daerah yang melakukan reklamasi adalah daerah yang telah berkembang. Hal tersebut dikarenakan reklamasi membutuhkan biaya yang cukup besar, kemudianmembutuhkan wilayah yang layak, dan juga dorongan kebutuhan masyarakat yang besar. Di Indonesia terutama didaerah wilayah pesisir pantai, wilayah kota-kota besar telah berbondong-bondong untuk melakukan reklamasi didaerah pantai agar wilayahnya semakin luas dan pendapatan daerahnya juga bertambah.

Seandainya ada populasi yang sangat pesat di Tolitoli, tentunya pemerintah harus memikirkan perluasan lahan tinggal yang baru.Karena minimnya lahan tinggal yang ada. Tapi di Tolitoli tidak menunjukkan adanya populasi penduduk yang sangat tingga, sehingga areal tempat tinggal menyempit. Selain itu Tolitoli masih sangat luas untuk lokasi permukimannya dengan jumlah penduduk lebih dari 200 jiwa. Bukan itu saja, tapi reklamasi pantai yang masuk kawasan pelabuhan Dede Tolitoli itu diduga tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Tidak memiliki analisis dampak lingkungan (AMDAL). Tidak mengantongi rekomendasi (Izin) lokasi sebagaimana diatur dalam peraturan perundanga-undangan yang berlaku seperti:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil; Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara RI; Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara RI; Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 286/PRT/M/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum.

Celakanya lagi yang diduga melakukan reklamasi pantai di jalan baru dari arah perkotaan Tolitoli tembus ke pelabuhan Dede itu adalah Bupati DR (HC) Muhammad Saleh Bantilan, SH, MH dan Sekretaris Daerah (Sekda) Iskandar Nasir, SH, MH. Artinya mereka dapat diadukan keaparat hukum sebagai penyalah gunaan wewenang. Karena mereka adalah pejabat penting di daerah, tapi tidak memperhatikan rambu-rambu yang mengatur tentang reklamasi itu sendiri.Karena diduga ada pemaksaan kehendak untuk melakukan reklamasi pantai demi kepentingan pribadi yakni rencana membangun hotel (usaha) lainnya secara pribadi, bukan kepentingan umum (masyarakat) Tolitoli. Makanya Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Tolitoli Muhammad Yusuf Bantilanyang masih saudara sepupu dengan Bupati Ale diganti dan dipindahkan ke SKPD lainnya. Sebab dia menolak mengelualkan rekomendasi, izin ataupun keterangan AMDAL. Sebab mantan Kepala Badan BLH itu mengetahui secara persis melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku jika dikeluarkan rekomendasi, izin ataupun keterangan terkait lingkungan atas reklamasi pantai di daerah kampung Buol Tolitoli yang sedang dilakukan pembangunan oleh kedua pejabat itu.

Diduga selain melakukan reklamasi pantai, Bupati Ale juga diduga telah menjual kawasan pesisir pantai itu ke Jhony Pongki seharga Rp, 1 miliyard. Kalau hal itu benar, maka lagi-lagi Bupati Ale diduga melanggar aturan karena dengan kewenangannya sebagai Bupati diduga melakukan penjualan tanah negara (wilayah) pesisir pantai yang masih berdekatan dengan pelabuhan. Sehingga dapat menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar apa berdekatan dengan hutan bakau. Artinya hutan baku itu terancam akan punah. Bahkan bisa-bisa dibabat habis jika terjadi pembangunan disekitanya. Sementara itu Sekda Tolitoli H.Iskandar Nasir, SH, MH yang dikonfirmasi di dua nomor handponennya baik melalui pesan singkat maupun telepon langsung tidak diperoleh jawabannya. Begitupun dengan Bupati Tolitoli DR (HC) Muhammad Saleh Bantilan, SH, MH.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top