Diduga Nama Pinjaman Penerima Ganti Rugi Lahan Perkantoran Pemda Morut

foto Kades Korolama Ogi To Kalese bersama Mardison Bau dari deadline-news.com usai wawancara di kediaman sang Kades. foto BANG DOEL/deadline-news.com

Bang Doel (deadline-news.com)-Morutsulteng-Proyek pengadaan tanah untuk perkantoran pemerintah daerah Kabupaten Morowali Utara (Morut) diduga berbau korupsi.

Pasalnya nama-nama penerima biaya ganti rugi lahan diduga hanya pinjaman. Karena lahan tersebut merupakan tanah ulayat (tanah adat) yang pemiliknya adalah seorang madika dijaman dulu.

Bahkan tanah tersebut tak bertuan, alias tanah Negara. Apalagi lahan tersebut merupakan hutan sagu, berair dan berlumpur, sehingga diduga tidak layak untuk proyek perkantoran pemda Morut. Demikian ditegaskan Hisyam Kaimuddin, SH menjawab deadline-news.com di Morut dari balik handponenya Senin (6/8-2018) dua pekan lalu.

“Proyek pengadaan tanah rencana perkantoran Pemda Morut ini patut diduga berbau korupsi dan fiktif. Karena nama-nama yang disebut-sebut penerima biaya ganti rugi hanya dipinjam. Makanya mereka hanya diberikan uang seadanya, dari anggaran sebesar Rp. 6 miliar tersebut,  telah dilakukan transfer atau mutasi dari Dinas PPKAD Morowali Utara pada bulan Desember 2017, ke 10 (sepuluh) Nomor Rekening pemilik lahan total Sebesar Rp. 5.527.796.700,00.- untuk pembayaran tanah seluas 25 Ha, yang tidak sesuai harga ganti rugi tanah. dan sebelumnya pada tahun 2016, telah dianggarkan untuk biaya pengadaan tanah perkantoran pemda Morut sebera, Rp, 2,5 miliyar. total anggaran biaya ganti rugi lahan untuk rencana pembangunan perkantoran Pemda morut itu, mencapai Rp,9,5 miliyar, ”ujar Hisyam.

Menurut Hisyam rada-rada sama dengan proyek tanah kuburan, yang melibatkan dua orang dan saat ini tengah menjalani hukuman masing-masing 12 bulan penjara.

“Saya mencium aroma dugaan korupsi dibalik proyek pengadaan tanah tersebut. Dulu saya berhasil menginvestigasi proyek pengadaan tanah kuburan yang berbau korupsi. Dan terbukti di pengadilan tipikor 2 orang berhasil divonis masing-masing 12 bulan penjara,”tandas Hisyam.

Menurut Hisyam dugaan sejumlah korupsi di Morut itu, telah dia laporkan ke komisi pemberantasan korupsi dan Tipikor Polda Sulteng. Namun belum ada kejelasan, kapan akan penyeleidikannya.

Kata Hisyam apalagi dilain pihak, beberapa sumber kontraktor di Sulteng yang pernah mengerjakan proyek di Morut mengatakan bahwa Ipe pernah menyampaikan kepadanya dan ke “orang-orang dibawah ketiak Ipe”jika dirinya tidak akan ditangkap KPK, sebab Ipe mengaku sudah membayar KPK.

Bahkan kata Hisyam beberapa sumber yang layak dipercaya yang pernah diwawancarainya menyebut Ipe sulit untuk ditangkap walupun sudah dilaporkan soal dugaan korupsi yang ia lakukan. Sebab menurutnya, Ipe juga bilang kalau ia sudah “bayar Oknum di Polda dan Kejati” dengan paket proyek penimbunan Pelabuhan dengan nilai proyek Rp. 1’7 miliyar lebih.

Aptripel Bupati Morut dan Asman Loliwu staf khusus bupati “sang makelar tanah” yang dihubungi Hisyam untuk keperluan konfirmasi memalui telepon genggamnya maupun melalui pesan singkat, terkait dugaan Korupsi proses pembayaran lahan tersebut, tidak memeberi jawaban apapun.

Menurut Hisyam, pengakuan Ketua Komisi III DPRD Morowali Utara Ir. Ferry Siombo dari Fraksi Partai Demokrat ke dirinya, bahwa tambahan anggaran belanja tanah sebesar Rp. 3, 5 miliar tersebut, tidak melalui proses pembahasan dan persetujuan DPRD Kabupaten Morut pada APBD Perubahan tahun 2017. Hal senada juga dikatakan wakil ketua DPRD Morut H.Abuddin Halilu.

“Anggaran proyek pembebasan lahan perkantoran Bupati Morowali pada pembahasan dan penetapan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) baik di APBD Pokok maupun di perubahan pada 2017 hanya dicantumkan gelondongan, yakni anggaran pengadaan tanah perkantoran pemerintah daerah kabupaten Morowali. Jadi tidak ada rincian secara spesifik berapa harga permeter, berapa luas yang akan diadakan? Bahkan saat penentuan harga dan lokasi, DPRD Morut tidak pernah dilibatkan sama sekali, tapi hanya pihak eksekutif (Bupati) bersama jajarannya yang menentukan sendiri,”aku politisi Partai Golkar Abuddin Halilu menjawab deadline-news.com Sabtu (4/8-2018), di Kolonedale dua pekan lalu.

Bupati Morut Atripel Tumimomor yang berusaha dikonfirmasi deadline-news.com di rumah jabatannya pada Rabu sore (1/8-2018) tidak berhasil. Kata penjaga Bupati masih ke acara di Beteleme.

Kemudian melalui pesan singkat Ajudannya di nomor handpone 08232243639X diminta waktu untuk bertemu Bupati Morut Atripel. Jawab ajudan melalui pesan singkatnya kalau mau ketemu besok siang Kamis (2/8-2018).

Besoknya Kamis siang tim investigasi deadline-news.com ke kantor Bupati menemui Bupati Atripel, namun sudah tidak ada. Kemudian ke Rumah Jabatan, tapi juga tidak berada ditempat. Kata seorang penjaga di Rujab, bahwa Bupati Atripel Tumimomor sudah berangkat ke Jakarta sejak pukul 11:00 wita ke Jakarta melalui Bandara Morowali.

“Maaf pak, Bapak Bupati sudah berangkat tadi sekitar pukul 11 ke Jakarta,”akunya singkat.

Kepala Desa Karolama Ogi To Kalese yang dikonfirmasi di kediamannya Minggu (5/8-2018), sekitar pukul 11:30 wita, mengaku jika dirinya memang membuat surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT) ke beberapa orang ahli waris, masing-masing 2,5 hektar perorang.

Bahkan atas pembuatan SKPT tersebut, Kades Korolama Ogi To Kalese mengaku sering didatangi orang-orang yang terlibat dalam pembelian pengadaan tanah untuk perkantoran Pemda Morut itu, dengan memberikan sejumlah uang. Bahkan terakhir ia mendapatkan uang dari Stafsus Bupati sejumlah Rp,10 juta.

“Saya tidak membebankan biaya administrasi atas penerbitan SKPT tersebut. Tapi mereka sendiri datang membawakan uang seikhlasanya yang hanya cukup untuk membeli ikan boto-boto. Dan memang ada dalam jumlah besar yakni Rp,10 juta, tapi saya takut menggunakannya. Nanti setelah konsultasi dengan Camat, baru saya berani membelanjakannya, itupun saya bagi-bagi lagi kepada oknum LSM dan seorang yang mengaku ketugas dari kepolisian,”Aku Kades Korolama Ogi To kalese dengan poloso, sampai-sampai Mardison Bau dari tim Investigasi deadline-news.com berkelar, wah kalau Rp,10 juta bisa satu konteiner ikan boto-boto pak Kades. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top