Dari Titik Nol Merajut Kebersamaan,Toleransi dan Gotong Royong

“Pengusaha Palu Tidak Perlu Tunggu Diundang, Tapi datang saja kalau mau membantu. Masa orang luar tanpa diundang mereka datang memberikan bantuan, bahkan mereka yang mengundang kami keluar minta peran membantu Pemerintah Kota Palu”

foto Walikota palu Drs.Hidayat, M.Si bersama mahasiswa Untad asal Papua. foto Bang Doel/deadline-news.com
foto Walikota Hidayat berbincang dengan pengurus Yayasan Keuangan Kompas. foto Bang Doel/deadline-news.com

Bang Doel (deadline-news.com)-Palusulteng-Tugu titik nol kilometer merupakan icon baru kota Palu. Tugu titik Nol yang berada ditengah-tengah kota Palu ini, terdapat ornament segi tiga yang menjulang tinggi yang melambangkan nilai budaya To Kaili.

Adalah Sambulu yang bercirikan simbol – simbol alam vital dalam tubuh manusia menurut adat istiadat budaya To Kaili, yakni Sambulu itu terdiri dari pinang yang melambangkan jantung. Kemudian Gambir yang menyimbolkan hati, Sirih simbol urat, Taula (kapur) menyimbolkan Otak, dan Tembako disimbolkan usus manusia (perut), yang menyatu menjadi merah yang melambangkan darah.

“Kita manusia ini sama berdarah merah. Dan semua simbol-simbol alam vitak dalam tubuh manusia yang saya sebutkan tadi dilalui oleh darah. Adalah hati yang menjadi persemayam segumpal darah itu, lalu dipompah oleh jantung, sehingga mengalir keseluruh tubuh yang dikendalikan oleh otak, dan semua manusia memiliki itu. Oleh sebab itu saya menyebutnya Tugu titik Nol merupakan lambang kebersamaan yang penuh toleransi dengan bahasa Budaya To Kaili Masintuvu Kita Maroso, Marambangan kita Marisi,” tegas Walikota Palu Drs.Hidayat, M.Si.

Menurutnya jika semua komponen dalam tubuh kita berfungsi dan berintegrasi dengan baik, maka tidak ada lagi saling menyakiti satu sama lain. Sehingga muncul budaya kebersamaan (Persatuan), Toleransi dan Gotong Royong.

“Kita tidak ingin lagi muncul rasisme dan intoleran di daerah ini,”ujar kandidat doktor kebijakan publik Untad Palu itu.

Walikota Hidayat yang mengakui sebagian darahnya berasal dari Luwu Raya Sulawesi Selatan itu, menegaskan sekalipun senantiasa memunculkan simbol-simbol Budaya To Kaili, namun bukan berarti intoleran atau dikotomi ke daerahan. Tapi menunjukkan bahwa Budaya To Kaili harus dimunculkan, sebagai pengingat sejarah yang dicetuskan orang tua dulu di daerah ini.

“Jangan elergi dengan Simbol-simbol Budaya To Kaili yang Kami munculkan saat ini. Seperti kami membangun Kampung Kaili diprotes orang. Kemudian kami beri penamaan Hutan Kota Kaombona dicela. Padahal itu adalah bentuk perhatian kami bahwa nilai-nilai budaya To kaili harus dimunculkan untuk menjadi pengingat sejarah daerah ini. Kan kasihan daerah ini, tidak dimunculkan nilai-nilai budayanya. Makanya jangan heran jika tidak ada bukti otentik sejarah kebencanaan di Palu ini. Padahal beberapa puluh tahun lalu, daerah ini pernah ditimpa bencana alam. Oleh sebab itu orang tua dulu memberi nama Kaombona (Tanah Amblas/Turun Kebawah), yang menjadi bukti nyata bahwa pernah terjadi bencana di daerah To Kaili ini. Apakah salah jika kami memberi nama Hutan Kota itu Kaombona untuk mengingatkan kita semua bahwa daerah itu perna mengalami bencana penurunan tanah,”jelas mantan ketua Wilayah PKB Sulteng itu.

Menyinggung soal tidak dilibatkannya pengusaha lokal Palu dalam penanganan dan penanggulangan bencana Gempa Bumi, Likuifaksi dan Tsunami (Genit-red), yakni Pemerintah Kota Palu tidak pernah mengundang para pengusaha lokal Palu untuk berbagi peran didalam mengurus penanggulangan kebencanaan di daerah ini, Kata Walikota Hidayat mengapa mesti menunggu undangan untuk diberikan peran. Kalau mau silahkan datang ke kami berdiskui dan apa yang kalian bisa kerjakan.

“Masa orang dari luar bisa membantu, bahkam pengusaha, pemerintah dan NGO dari luar yang justru mengundang kami untuk mendapatkan peran membantu kesulitan kita di Kota Palu. Sebut saja Bulan Sabit Merah (NGO) dari Arab. Kemudian Budha Tzu Chi dari Cina, BUMN-BUMN dan masih banyak yang lainnya. Masa Pengusaha kota Palu sendiri menunggu diundang. Ya datanglah ke kami nanti kami tunjukkan apa yang kalian pengusaha bisa kerjakan membantu pemilihan dari keterpurukan akibat bencana Genit itu,”ucap Walikota Hdayat menjawab deadline-news.com Senin (26/8-2019) di Caffe Trapel F jalan Mangung Sarkoro.

Dalam wawancara dengan deadline-news.com itu, Walikota Hidayat didampingi Kadis Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kota Palu Ansar Sutiadi, SPD, M.Si, Kabag Humas Goenawan, Kabag ULP Akram dan beberapa staf lainnya.

Menyoal hutan Kota yang tengah dikebut pembangunannya berbagai fasilitas olahraga dan hunian sementara (Huntara) dan hunian tetap (Huntap) didalamnya, padahal lokasi itu merupakan milik Pemerintah Provinsi Sulteng, Walikota Hidayat menegaskan bahwa memang lokasi Hutan kota itu sebagian milik Pemprov Sulteng, namun sudah ada surat pinjam pakai sementara dari Gubernur Sulteng Drs.H.Longki Djanggola,M.Si. Namun begitu, akan diserahkan sepenuhnya (Penghapusan Asset) ke Pemkot Palu untuk dipergunakan bagi publik.

“Kami sudah mendapatkan surat pinjam pakai dari Pemprov Sulteng yakni oleh Bapak Gubernur Longki Djanggola. Karena memang kami benar-benar mau membangun dan mengembangkan hutan Kota itu tempat ruang publik dan hijau,”kata Walikota Hidayat.

Menurutnya Hutan Kota Kaombona itu sebagian akan dijadikan laboratorium segalah jenis kayu hutan endemik Sulteng terdapat didalamnya. Karena diluar negeri saya lihat jenis kayu hutan endemik kita ditanam dalam suatu kawasan yang dilindungi. Masa kita di Palu tidak bisa melakukannya.

“Saya teriinspirasi ketika menjadi Kaban Litbanda Sulteng yang kemudian jadi Bupati Sigi hingga Walikota Palu bahwa hutan Kota Kaombona itu harus dihijaukan sebagian besar dengan menanam berbagai jenis kayu hutan Endemik, sehingga orang dari laur jika berkunjung ke Palu dan mau melihan jenis-jenis kayu hutan endemik ciri khas Sulteng tidak perlu jauh-jauh, tapi di Hutan Kota Kaombona saja,”ungkap mantan camat Palu Selatan itu.

Terkait pernyataan berbagai kalangan dimana pemerintah lebih mendahulukan penanganan perbaikan infrastruktur seperti ruas jalan dan jembatan, dibanding pemulihan sosial ekonomi, Walikota Hidayat menegaskan bahwa semua dilakukan dengan terencana dan terukur.

Ruas jalan yang rusak akibat bencana Genit (gempa Bumi, Likuifaksi dan Tsunami) merukan akses bagia masyarakat dari tempat satu ke tempat lainnya. Sehingga menjadi salah satu skala prioritas penanganannya. Dan itu juga karena permintaan masyarakat.

“Kalau soal penanganan pemulihan sosial ekonomi, saya kira sudah lebih dari cukup Pemkot Palu lakukan diantaranya penataan dan penempata zona UMKM pedagang makanan dan minuman eks Pantai Talise yang direlokasi ke Hutan Kota Kaombona. Kemudian di Tavanjuka di Lokasinya Kokoh Rudy Chandra sangat banyak Ina-Ina dan Mangge-Mangge menjual disana, sehingga ekonomi mikro yang bersentuhan langsung dengan masyarakat bergeliat maju. Memang tidak bisa secara instan ditangani, namun upaya keras tetap kami lakukan, termasuk membantu ketersediaan jadup dan huntara serta huntap bagi masyarakat korban bencana alam. Yang pasti perlahan namun pasti masyarakat merasakan bagaimana keseriusan Pemkot Palu melakukan penanganan bagi masyarakat korban Bencana Alam 28 September 2018 itu,”terang Walikota Hidayat.

Walikota Hidayat menambahkan, kalau ada yang tidak puas dengan pelayanan dan tindakan Pemkot Palu, itu wajar dan manusiawi. Tapi yang pasti 3-6 hari pasca bencana alam Genit, kami sudah turun lapangan bersama-sama TNI-Polri.

“Kita di Palu ini termasuk tercepat dari pemulihan dan geliat ekonomi terus maju, jika dibandingkan dengan daerah lain yang terdampak bencana. Padahal kita di Palu, Sigi dan Donggala sangat parah yang ditimbulkan akibat bencana alam itu. Saya dan teman-teman di Pemkot Palu sampai subuh kami di kantor berkerja dan bahkan turun mlangsung ke Lapangan guna memberikan pelayanan publik ke masyarakat yang lebih maksimal, tanggap dan terukur,”kata Walikota Hidayat.

Disinggung soal rencana maju lagi jadi Walikota Palu 2021, Hidayat mengatakan sampai saat ini belum terpikirkan, karena masih sibuk bekerja dan memikirkan masyarakat yang terdapak bencana alam.

“Banyak sekali yang perlu diperhatikan dan ditangani di Kota Palu guna pemulihan pasca bencana alam. Termasuk koordinasi dengan pemerintah Provinsi, Pusat didalam percepatan pemulihan pasca bencana alam. Terutama Jadup dan Huntara/Huntap masyarakat yang masih tinggal diselter-selter pengungsian. Karena berharap Jadup dari pusat sangat lama dan procedural, sehingga menghambat penyalurannya secara segera,”ungkap mantan Staf KTU SMP Negeri di Kolonedale itu. ***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top