Oleh : Indar Wijaya
“Barangsiapa muncul di atas masyarakatnya, dia akan selalu menerima tuntutan dari masyarakatnya-masyarakat yang menaikkannya, atau yang membiarkannya naik…. Pohon tinggi dapat banyak angin? Kalau Tuan segan menerima banyak angin, jangan jadi pohon tinggi”
(Pramoedya Ananta Toer)
Dia bukan pemimpin yang muncul secara ajaib, selama 10 tahun dia sabar menghidupkan daerahnya dengan berbagai capaian yang membanggakan, mendedikasikan hidupnya untuk sebuah kabupaten yang nyaris hilang dari pelafalan kemajuan.
Adalah Professor. Dr.Ir.HM. Nurdin Abdullah pemimpin perpaduan akademisi dan pebisnis itu.
Syahdan, tidak ada yang percaya dengan kemampuan seorang akademisi menjadi pemimpin, karena kutatan teori yang kadang tak menapak pada realitas sosial, perjuangan berat itu yang harus dilewatinya saat dia menapakkan langkah untuk menjadi pemimpin, ditengah kepungan para politisi dan pemimpin lokal yang telah nyaman dalam kuasa di daerahnya.
Seorang yang tenang, tidak terlihat raut kuasa yang berlebih di wajahnya, pengalaman ini bisa kita liat saat perjumpaan langsung. Namun kita bisa merasakan, bahwa orang ini penuh gairah akan kebaikan dan kesungguhan untuk menciptakan perubahan bagi orang-orang disekitarnya.
Bahwa dia juga adalah seorang pengusaha sukses, menjadi satu hal yang dapat menjadi rujukan bagi kita, bahwa kombinasi pengalaman ini menjadikannya punya cita rasa kepemimpinan, dia tau bagaimana menggabungkan antara menjadi seorang teoritisi dan praktisi antara akademisi dan bisnis, hingga diapun melaju jauh, meninggalkan ketertinggalan yang menyelimuti wilayah kuasanya.
Kami menjadi penyaksi atas keberhasilannya, di tahun 2008-2009, ketika itu pertarungan perebutan kekuasaan di Bantaeng baru akan dimulai, beliau adalah salah satu kontestan yang akan maju, kami tahu betul bagaimana kondisi daerah saat itu, kami menelusur pelosok-pelosok untuk “menghabisi” buta aksara dan mengembangkan semangat keberaksaraan di daerah itu.
Suasana politik sedang panas, kabarnya anak-anak KKN dari universitas kami, harus meninggalkan kabupaten, karena tidak diterima, mereka dianggap perpanjangan tangan, untuk membantu prof menduduki tampuk kuasa, begitulah, kampus pun terbawa-bawa oleh politik yang belum kami mengerti.
Namun sukurnya kami diterima, orang-orang di kampung menyambut kami dengan penuh keramahan, mereka tidak ingin membawa rebut-ribut politik dengan urusan kami yang sedang berusaha membantu peningkatan pencapaian angka buta aksara di Sulawesi Selatan, karena bantaeng menjadi salah satu daerah yang angka buta aksaranya cukup tinggi.
Kemiskinan dan keterbelakangan, itulah wajah yang kami saksikan dipelosok desa tempat kami berkegiatan, akses air yang sulit, pekerjaan yang terbatas, wilayah yang cukup gersang, hanya dimusim hujan kita bisa menyaksikan daerah itu subur, mereka bertahan dengan dalam kegetiran, hal itu bisa kita dapatkan ketika duduk2 dan berdiskusi dengan warga sekitar.
Ketika akhir pekan biasanya kita akan terpikir untuk ke tempat wisata, atau daerah yang menarik untuk dikunjungi, namun saat itu, sulit kita menemukan tempat wisata yang menarik, bantaeng memamng bukan sebuah kota destinasi, itulah kesan yang akan kita dapatkan, mungkin benar kata orang, hanya daerah persinggahan yang hampir kehilangan harapan.
Tempat nongkrong untuk menikmati kota tepi pantai inipun hampir tak bisa kita temukan saat itu, hanya lapak-lapak yang tak tertata, dengan kondisi yang seadanya, tak ada yang membuat kita akan betah dan lama-lama untuk menikmati semilir dan aroma pantai yang dianugrahkan untuk kota ini.
Saat sebelum pemilihan, kami meninggalkan Bantaeng, namun kami dengar prof berhasil memenangkan pergantian kekuasaan. Disitulah cerita baik tentang kabupaten ini mulai tersebar, cerita tentang seorang pemimpin yang gigih dan ngotot untuk menciptakan perbaikan.
Cerita terus bersambut, dari siapapun yang menyempatkan diri berkunjung ke kota ini, ada kebahagiaan ketika mengunjunginya, ada kekaguman, ada rasa haru, menyaksikan perubahan yang terus bergeliat, memunculkan wajah kota tepi tantai yang indah.
Suatu waktu kami mendapatkan kesempatan untuk melakukan riset di daerah ini, mengukur indeks kepuasan masyarakat, bersama salah satu lembaga survey milik dekan fakultas ilmu sosail politik universitas Bosowa. Dan angka itu mengagunkan, 93 % masyarakat merasa puas dengan kinerja dan pengabdian pak prof memimpin daerah ini.
Tentu kita semua akan memdangnya berbeda, siapapun boleh berpendapat tentang capaian tersebut, namun bagi kami, yang mungkin dengan penuh keterbatasa melakukan penilaian, bahwa beliau telah melakukan locatan besar bagi kemajuan daerahnya.
Dan hari ini, kami berbahagia, beliau telah mendeklarasikan diri sebagai calon pemimpin Sulawesi Selatan, dan kami pastikan akan membantu beliau dengan semampu kami, dengan penuh keikhlasan, karena kami percaya bahwa memilih pemimpin yang tepat adalah harapan untuk perubahan. (KARENA ANAK MUDA HARUS PEDULI DENGAN URUSAN POLITIK). ***