Polemik AKM dengan CPM Perlu Dijernikan

Oleh : Abdi Losulangi, S. H
(Pemerhati Sosial, Lingkungan dan Aktivis 98’)

Polemik di wilayah konsesi pertambangan Poboya Kota Palu antara AKM dengan PT. CPM harus dijernihkan agar tidak menjadi liar dan menimbulkan banyak opini.

Sepengetahuan saya, AKM merupakan pihak kedua yang melakukan kontrak dengan PT. CPM dalam hal penyediaan alat berat.

Itu berawal dari surat dari pemerintah Kota Palu saat itu Drs. Hidayat yang menganjurkan agar CPM sebagai pemilik Kontrak Karya merehabilitasi lubang-lubang tambang ilegal di Poboya.

Itu yang melatarbelakangi pihak PT. CPM melakukan kontrak kerja sama dengan pihak AKM dalam hal penyediaan alat-alat kerja pertambangan.

Dikemudian hari, patut di duga PT. AKM justru melakukan perendaman dengan mengakomodir cukong-cukong tambang ilegal yang mengatasnamakan tambang rakyat.

Dugaan perendaman yang dilakukan PT. AKM justru keluar dari kesepakatan kerja sama antara PT. CPM dan PT. AKM. Sebab, secara aturan PT. CPM lah yang sebenarnya berhak melakukan penambangan di wilayah konsesi.

Dengan begitu, secara otomatis pihak yang melakukan aktivitas pertambangan selain PT. CPM sudah tentu merupakan kategori Ilegal Mining atau penambang ilegal.

Siapapun yang melakukan penambangan, bahkan Mc Mahon sekalipun, itu tidak boleh. Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini pihak Kepolisian wajib menghentikan pelaku tambang ilegal di wilayah Poboya.

Jika ada pihak-pihak yang menolak kehadiran CPM melakukan aktivitas di wilayah konsesinya di Poboya bisa dipastikan mereka tidak paham aturan dan mau mengaburkan fakta sesungguhnya.

Sebab, KK (Kontrak Karya) PT. CPM itu diperoleh melalui mekanisme persetujuan dari DPR RI dan dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia.

Jadi, jika ingin mengeluarkan PT. CPM dari wilayah Poboya tentu juga harus melalui mekanisme persetujuan DPR RI dan Presiden.

Kalaupun izin KK PT. CPM dicabut oleh pemerintah, PT. CPM masih punya celah hukum melakukan gugatan ke Pemerintah Indonesia di Mahkamah Arbitrase di Den Hag Belanda.

Jika dalam perjalanannya PT. CPM menang dalam gugatan di Mahkamah Arbitrase, mau tidak mau Pemerintah Indonesia harus mengembalikan hak pengelolaan pertambangan milik PT. CPM.

Sebaliknya jika Pemerintah Indonesia menang dalam gugatan di Mahkamah Arbitrase, tentu akan berdampak pada ‘Trust’ (Kepercayaan) Indonesia di mata Negara-Negara lainnya.

Hal yang paling potensial terjadi ada di sektor perekonomian Indonesia. Jadi polemik Kontrak Karya CPM tidak sesederhana yang kita bayangkan. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top