Proses hukum dugaan pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Parigi Moutong yang lebitkan Mansyur Latakka telah berjalan dari polda, Kejati sulteng hingga ke pengadilan negeri Parigi Moutong (Parimo).
Namun apa lacur, ternyata majelis hakim yang memimpin sidang perkara dugaan PETI yang menterdakwakan Mansyur Latakka “membebaskan” Mansyur Lataka.
Walau putusan majelis hakim itu penangguhan penahanan, tapi membuat publik bertanya – tanya, ada apa dengan majelis hakim pengadilan negeri Parimo dalam kasus dugaan peti yang libatkan Mansyur Latakka itu?
Adakah pulus dari PETI sehingga proses hukum mulus dan majelis hakim menangguhkan penahanan Mansyur Lataka? Mansyur Lataka sejak Kamis (27/6-2024) diduga telah meninggalkan sulawesi tengah menuju jakarta.
Mansyur Latakka adalah salah seorang pengusaha pertambangan yang tersandung kasus hukum pertambangan tanpa izin (PETI) di desa kasimbar kabupaten parigi moutong (Parimo) pada tahun 2022 silam.
Mansyur bersama dua rekannya yakni Dato Alex dan Misfan Syahdan dipersoalkan atas aktivitas pertambangan ilegalnya di daerah itu.
Dalam surat dakwan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Parigi No.reg perk : PDM-73/PRG/EKu.2/06/2023 Mansyur Latakka secara bersama-sama Misfan Syahdan dan Dato Alex sebagai terdakwa-terdakwa, atas kasus pertambangan ilegal di desa Pesona Kecamatan Kasimbar kabupaten Parigi Moutong sulawesi tengah itu.
Bahkan Misfan, rekan Mansyur telah divonis oleh pengadilan negeri Parigi Moutong.
Sedangkan Mansyur dan Dato Alex diduga menjadi daftar pencarian orang (DPO) polda sulteng saat itu, karena saat proses hukum Mansyur Latakkan diduga melarikan diri.
Hal itu dikatakan Hilman, SH kuasa hukum terdakwa Misfan Sahdan ketika itu, dalam konfrensi persnya Kamis (9/11-2023) tahun lalu di kantin Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah di Palu
Petualangan Direktur Utama (Dirut) PT Tambang Batu Sulteng, Mansur Latakka itu telah berakhir setelah menjalani pemeriksaan secara marathon di Polda Sulteng pada Kamis pagi (30/11-2023) hingga malam, Mansur Latakka pun langsung ditahan.
Dari penahanannya di Polda itu, Kasus hukum yang belit Mansyur Latakkan itu hampir tuntas. Hasil penyidikan di Polda lalu P21 berkas perkaranyapun dilimpahkan ke Kejati dan dari Kejati diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Negeri Parigi. Beberapa minggu kemudian Mansyur Latakkapun menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Parigi.
Sidang perdana tanggal 25 Juni 2024, Majelis Hakim PN Parigi “membebaskan” Mansyur Latakka (Penangguhan Penahanan), sehingga Mansyur Latakka bebas lagi pergi pulang Palu ke Jakarta ke Palu.
Prilaku hakim yang diduga menyimpang di sejumlah pengadilan negeri dalam perkara pelanggaran hukum berat seperti tindak pidana korupsi membuat ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango melaporkan tiga hakim yang memutus bebas Hakim Agung Gazalba Saleh ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA).
Gazalba merupakan terdakwa dugaan gratifikasi dan pencucian uang yang divonis bebas setelah eksepsinya diterima melalui putusan sela. Ketiga hakim Pengadilan Tipikor itu adalah Fahzal Hendri sebagai ketua dengan anggota Rianto Adam Pontoh dan hakim Ad Hoc Sukartono.
Lalu Perlukah majelis hakim yang menangani perkara Mansyur Latakka di laporkan ke komisi yudisial (KY) ?
Bagaimana tidak, sejak proses awal dari Polda, Kejati hingga ke Kejari Mansyur Latakka telah ditahan. Namun apa yang terjadi sejak memasuki ruang sidang, Mansyur Latakka terkesan diisitimewakan oleh majelis Hakim yang mengadilinya, sehingga Mansyur Latakka mendapatkan penangguhan penahanan dari majelis Hakim PN Parimo. ***