PERINGKAT III EKSPOR KAKAO, PRODUKSI DALAM NEGERI BELUM MAKSIMAL

Oleh : Muhammad Ibnu Ma’ruf

Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB menempati urutan ke dua setelah sektor industri pengolahan.

Produk domestik bruto indonesia pada tahun 2017 sebesar 13.589 Triliun. Sektor industri pengolahan menyumbang 20,26 persen yaitu sebesar 2.739 Triliun sedangkan sektor pertanian menyumbang PDB sebesar 13,14 persen atau sebesar 1.786 Triliun.

Kontribusi terbesar sektor pertanian berada di subsektor perkebunan. Subsektor perkebunan menempati urutan pertama penyumbang PDB yaitu sebesar 3,47 persen. Bahan baku industri berasal dari sub sektor ini, subsektor perkebunan juga turut menambah devisa dan menyerap tenaga kerja.

Salah satu komoditi subsektor perkebuna yang mempunyai peran penting adalah komoditi kakao.Selain dapat menyerap banyak tenaga kerja, komoditas kakao juga sebagai penambah devisa negara. Indonesia merupakan negara pengekspor kakao terbesar ketiga setelah Ghana dan Pantai Gading.

Menurut estimasi dari Direktorat Jendral Perkebunan, pada tahun 2019 luas areal kakao di Indonesia sebesar 1.683.868 Ha. Tiga provinsi dengan luas areal kakao terbesar yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Menurut data Badan Pusat Statistik(BPS), status pengusahaan lahan perkebunan kakao terbesar adalah perkebunan rakyat sebesar 95,97 persen dilanjutkan perusahaan perkebunan negara sebesar 2,19 persen dan yang terahir perusahaan perkebunan swasta sebesar 1,84 persen. Dengan status pengussahaan lahan terbesar perkebunan rakyat, komoditi kakao turut mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.

Indonesia merupakan satu satunya negara di Benua Asia yang menjadi produsen kakao terbesar di dunia. Tujuan utama ekspor kakao Indonesia adalah Negara Amerika Serikat. Sebesar 27 persen kakao yang di ekspor dari Indonesia mempunyai tujuan di Negeri Paman Sam. Peningkatan permintaan lemak dan minyak kakao di Amerika Serikat terus tumbuh. Pertumbuhan ini membuka peluang Indonesia untuk terus meningkatkan kualitas dan produktifitas kakao agar bisa bersaing dengan Ghana dan Kelapa Gading.

Sayangnya peluang ekspor komoditi kakao tidak dibarengi dengan peningkatan produksi kakao di dalam negeri.Menurut estimasi Direktorat Jendral Perkebunan, produksi kakao pada tahun 2019 mencapai 596.477 Ton. Jumlah tersebut masih lebih rendah dibandingkan produksi pada tahun 2016 sebesar 658.399 Ton yang merupakan produksi tertinggi pada kurun waktu 2015 hinggal 2019. Penurunan produksi kakao tertinggi terjadi pada tahun 2017 sebesar 590.684 dari sebelumnya pada tahun 2016 sebesar 658.399 atau terjadi penurunan sebesar 10,28 persen.

Produksi kakao terbesar pada tahun 2018 terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu sebesar 100.702 Ton. Diprediksi pada tahun 2019 Provinsi Sulawesi Tengah akan tetap menempati urutan pertama dengan produksi sebesar 101.168 Ton.

Produktivitas dihitung menggunakan data produksi dan data luas lahan. Menurut data dari Direktorat Jendral Perkebunan, luas areal perkebunan kakao di Indonesia sebelum tahun 2019 selama empat tahun terahir cenderung mengalami penurunan. Penurunan luas areal lahan tertinggi terjadi pada tahun 2017.

Pada tahun 2016 lahan kakao di Indonesia tercatat 1.720.773 Ha, menurun menjadi 1.658.421 pada tahun 2017 atau terjadi penurunan sebesar 3,62 persen. Luas areal lahan kakao pada tahun 2019 diprediksi naik sebesar 0,33 persen dari 1.678.268 menjadi 1.683.868.

Menurut data Direktorat Jendral Perkebunan, Sulawesi Tengah merupakan provinsi dengan areal perkebunan kakao terluas yaitu 283.279 Ha pada tahun 2018. Luas tersebut di prediksi turun pada tahun 2019 menjadi 280.479 Ha atau terjadi penurunan sebesar 0,89 persen.

Penurunan produksi dan luas lahan pastinya akan memengaruhi produktivitas komoditi kakao. Karena tidak semua petani memiliki kemampuan membaca data dengan baik, sebaiknya berbagai pihak yang memiliki kemampuan membaca data agar mengedukasi para petani.Mengingat sebagian lahan berstatus perkebunan rakyat, maka yang harus kembangkan adalah para petani kakao di berbagai daerah. Melakukan sosialisasi kepada petani bahwa peluang ekspor terbuka untuk Indonesia. Diharapkan dengan sosialisasi yang baik tentang peluang ekspor komoditi kakao, para petani bisa terus meningkatkan produktivitasnya. (Penulis adalah Mahasiswa Politeknik Statistika –STIS).***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top