Pengelola swalayan dan mall di kota ini membebani konsumen dengan biaya parkir. Padahal mestinya konsumen tidak perlu lagi membayar parkir.
Sebab konsumen sudah berbelanja ratusan ribu bahkan jutaan rupiah di pusat-pusat perbelanjaan modern itu.
Apalagi hasil pembayaran biaya parkir Rp,3000 perkendaraan roda empat dan Rp, 2000 untuk roda dua diduga tidak masuk ke kas pemerintah daerah.
Padahal retribusi parkir yang sah dan legal itu yang dikelola pemerintah melaui Dinas Perhubungan atau dinas terkait lainnya.
Seperti yang terjadi di BNS Swilayan jalan S.Parman, Swalayan PMU jalan Monginsidi dan grand mall Palu membenani konsumennya dengan biaya parkir.
Ketua Perindo Kota Palu Andri Gultom menjawab deadline-news.com mengatakan apakah di area parkir pusat-pusat perbelanjaan itu izin pengelolaan parkir?
“Kalau tidak punya izin sebaiknya pemerintah mengambil alih. Paling tidak bagi hasil bagi pemilik lahan dalam hal ini pusat-pusat perbelanjaan yang menarik biaya parkir bagi konsumen,”ujar mantan wartawan itu.
Menurut pengusaha muda tambang nikel ini, penarikan biaya parkir di pusat-pusat perbelanjaan di kota Palu ini dapat dikategorikan ilegal. Sebab tanpa izin resmi dari pemerintah.
“Dan pemerintah harus tegas menghentikan praktek penarikan biaya parkir ilegal di dalam kompleks pusat-pusat perbelanjaan itu. Jangan hanya tukang parkir yang ada dipinggir jalan ditindaki dan dipenjarakan. Padahal mereka hanya memungut keikhlasan pemeilik kendaraan. Tapi kalau di pusat-pusat perbelanjaan sudah mereka patok Rp, 3000 permobil dan Rp,2000 permotor,”tandas mantan wartawan itu.
Sementara itu ketua YLKI SULTENG Salman Hadianto,SH menjawab konfirmasi deadline-news.com via chat di whatsappnya Jumat (28/1-2022l mengatakan sebenar ini persoalan mudah, tapi rumit.
“Ini persoalan mudah sbnrnya, tpi rumit…hehehe,”tulis Salman.
Kata Salman untuk pusat-pusat perbelanjaan seperti mall, swalayan dll, merekan MUNGKIN punya izin pengelolaan parkir sendiri, yang setiap bulan MUNGKIN disetor kepada pemerintah.
“Bagi saya, itu bukan masalah sebenarnya…yg masalah itu ; bgm dgn pemungutan parkir yg bebas di tarik oleh tuukang parkir liar ? mrk tdk faham bhw parkir itu retribusi, yg ada kewajiban melelat di dlm nya jika parkir mrk pungut,”tulis Salman lagi.
Menurutnya pengelolaan parkir di pusat-pusat perbelanjaan sudah include dengan perizinan mereka. Ada pembicaraan mereka dengan pihak pemkot.
“Setahu sy sdh include dgn perizinan mrk lainnya, bos…ada pembicaraan mrk dgn pihak pemkot…kcuali mrk sepakati, parkir dikelola lngsng oleh dinas/pemkot, mungkin beda…tpi setahu sy, tdk bgtu…mrk kelola sendiri parkirnya, utk selanutnya nnti disetor ke pemda, sesuai kesepakatan,”jelas Salman.
Menyangkut parkir liar, Salman menegaskan tidak perlu mereka ditangkapi, karena mereka justru membantu pemerintah. Mereka hanya perlu diberi pembinaan.
“Sebenarnya tdk perlu di tangkap…justru mrk mmbantu pemda mengelola parkir kan ? hnya perlu di beri pembinaan dan kesadaran, bhw parkir itu memiliki resiko dan tanggungjwb,”tandas Salman.
Salman menerangkan parkir itu kewajiban warga ke pemerintahnya, melalui retribusi parkir.
“Parkir itu kan salah 1 PAD…hanya pengelolaan dan penertiban nya yg perlu terus diperbaiki,”kata Salman dengan nada menyarankan.
Lanjut Salman, apapun bntukny, mereka hanya wajib srdiakan lahan parkir. Soal siapa yang nanti memungut, itu yang disepakati antara pemilik/pengelola dan pemkota.
Menurut Salman salah satu pengelola pusat perbelanjaan di kota Palu mengakui menyetorkan ke Dispenda hasil pungutan biaya parkirnya setelah menggunakan portal. Tapi sebelum menggunakan portal disetorkan ke Dinas Perhubungan.
Sementara pengelola uang parkir Swalayan BNS Vipin yang dikonfirmasi via telepone selulernya mengatakan pihak BNS sudah mendapat izin dari pemerintah kota Palu untuk melakukan pemungutan biaya parkir sejak tahun 2020.
“Sejak tahun 2020 Swalayan BNS sudah mendapatkan izin pemungutan biaya parkir. Dan 15 persen dari total pungutan biaya parkir itu disetorkan ke Dispenda kota Palu,”aku Ibu Vipin.
Menurutnya sebelum menggunakan portal setoran pungutan biaya parkir itu disetorkan ke Dinas Perhubungan. Dan setelah menggunakan portal setorannya dialihkan ke Dispenda sebesar 15 persen dari total hasil pungutan biaya parkir itu.
Kata Vipin total pungutan biaya parkir perbulan terendah Rp,28 juta dan tertinggi mencapai Rp,35 juta.
Kalau hanya 15 persen yang disetorkan ke pemkot dari total hasil pungutan biaya parkir Rp, 35 juta perbulan berarti hanya Rp, 5, 250,000 yang masuk ke kas pemkot Palu.
Sementara itu Kepala Perwakilan Ombudsman Sulteng H.Sofyan Lembah,SH kepada deadline-news.com mengatakan sebenarnya pemkot Palu kehilangan miliyaran rupiah dari hasil perkir.
“Ada hasil penelitian dan kajian Ombudsman terkait hasil pungutan biaya parkir miliyaran rupiah yang mestinya masuk ke kas daerah, tapi hilang dan dimanfaatkan oleh oknum-oknun mafia parkir,”ujar Sofyan. ***