Baru-baru ini secara nasional pemerintah mengkelaskan tingkat kemiskinan berdasarkan daerah. Dan Sulawesi Tengah salah satu daerah dengan tingkat penduduk miskin cukup besar.
Berdasarkan data badan pusat statistik (BPS) secar nasional persentase penduduk rakyat miskin pada September 2021 sebesar 9,71 persen.
Atau jumlah total penduduk miskin pada September 2021 itu sebesar 26,50 juta orang. Persentase rakyat miskin ini naik turun. Karena berbagai macam peristiwa.
Diantaranya karena dilanda bencana alam, penyakit menular covid19 dimana memasak rakyat harus berdiam diri di rumah, dan memang miskin sejak awal akibat tidak terserap lapangan kerja, sehingga menjadi pengangguran dan terdata sebagai penduduk miskin.
Dan ada juga yang dimiskinkan oleh pemerintah daerah, misalnya dimasukkan kedalam daftar penerima bantuan modal usaha fakir miskin dan dhuafa.
Padahal sesungguhnya mereka adalah mantan tim sukses yang saat pilkada dijanjikan bantuan modal usaha dan secara ekonomi berkemampuan walaupun tidak kaya.
Kemudian ada juga miskin akibat kebijakan impor, mulai dari beras, gula, bawang putih dan segala macam kebutuhan pokok masyarakat dan industri.
Termasuk impor tenaga kerja asing di perusahaan-perusahaan nasional seperti di sejumlah perusahaan tambang dan perkebunan.
Padahal masyarakat setiap tahun paling sedikit 2 kali panen. Produksi hasil pertanian dan perkebunan dihargai rendah. Sementara harga kebutuhan pokok dipasaran umum melonjak tajam. Bahkan terkadang langka.
Perilaku pejabat koruptif ikut menyumbang pertambahan jumlah kemiskinan secara nasional. Apalagi sudah terbukti secara sah dan meyakinkan mantan menteri sosial Juliari Batubara divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (23/8-2021).
Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2021 sebesar 7,89 persen, walaupun mengalami penurunan menjadi 7,60 persen pada September 2021.
Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2021 sebesar 13,10 persen, dan mengalami penurunan menjadi 12,53 persen pada September 2021.
Dibanding Maret 2021, jumlah penduduk miskin September 2021 perkotaan turun sebanyak 0,32 juta orang (dari 12,18 juta orang pada Maret 2021 menjadi 11,86 juta orang pada September 2021).
Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan turun sebanyak 0,73 juta orang (dari 15,37 juta orang pada Maret 2021 menjadi 14,64 juta orang pada September 2021).
Garis Kemiskinan pada September 2021 tercatat sebesar Rp,486.168,-/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp,360.007,- (74,05 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp,126.161,- (25,95 persen).
Pada September 2021, secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,50 orang anggota rumah tangga.
Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp2.187.756,-/rumah tangga miskin/bulan.
Lalu siapa yang bertanggungjawab atas kemiskinan rakyat Indonesia? Tentunya negara dalam hal ini pemerintah, selaku pemegang mandat dan amanah rakyat mengelola negara, termasuk keuangan yang dipungut dari pajak rakyat.
Sebagaimana disebutkan dalam monstitusi negara “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”.
Hal ini diatur dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”).
Mengatasi kemiskinan sebetulnya pola yang dilakukan pemerintah tidak tepat. Sebab hanya memberikan bantuan insidentil secara praktis.
Misalnya pemerintah memberikan bantuan beras 5 kilogram tambah 1 rak telur perkepala keluarga, itu hanya mengatasi kebutuhan dalam tempo 2 sampai 3 hari.
Mestinya pemerintah memberikan modal usaha berikut bimbingan secara teknis, diawasi dan siapkan pasarnya. Sehingga rakyat tidak ketergantungan dengan program bantuan yang insidentil itu. ***