PERUBAHAN PARADIGMA SENGKETA PILKADA DI MK

Oleh : NAHARUDDIN (mantan anggota KPU Sulteng/Akademisi)

 

Tulisan singkat ini berusaha memotret, memberi review bagaimana perubahan paradiigma gugatan PHP di Mahkamah Konstitusi.

Fungsi hukum pemilu salah satunya adalah kanalisasi konflik, menyediakan saluran penyelesaian pelanggaran ketika terjadi sengketa/pelanggaran dalam tahapan pemilu.

Secara textbook, alasan gugatan perselisihan hasil pemilihan (PHP) hanya mengenai selisih perolehan suara, jadi fokusnya lebih pada hasil kalkulasi suara.

Namun dalam perkembangannya, ada pergeseran paradigma pengujian, dimana MK tidak sekedar mengadili kalkulasi perolehan suara tetapi juga review terhadap kualitas proses tahapan pemilihan, apakah hasil suara itu diperoleh dengan cara yang fair dan benar.

Dengan demikian pendekatan dalam menilai hasil pemilu bergeser pada konstitusionalitas hasil pemilu ( apakah pemilu diselenggarakan mematuhi prinsip yang diatur dalam konstitusi, yaitu jujur dan adil)

Dalam praktek persidangan di MK sebahagian besar basis gugatan itu ditujukan pada PROSES PEMILIHAN bukan pada HASIL PERHITUNGAN SUARA.

Maksudnya obyek yang dipersoalkan itu kebanyakan tertuju pada isu kampanye (seperti money politics, netalitas birokrasi), isu pencalonan (misalnya keabsahan pencalonan kepala daerah) , partisipasi pemilih yang rendah, distribusi surat pemberitahuan memilih, sinkronitas data pemilih, surat suara dll.

Dengan demikian gugatan terkait legalitas perolehan suara jarang dipersoalkan. Dengan demikian proses penghitungan suara di TPS dan rekapitulasi berjenjang menunjukan kualitas yang lebih baik.

Dari pengalaman di atas menunjukan bahwa MK tidak sekedar bersandar pada perspektif keadilan prosedural tetapi menekankan pada keadilan subtantif didalam mengadili penyelenggaraan pemilu.

Tidak sekedar menilai kesalahan kalkulasi suara, tetapi juga menekankan pertimbangan apakah suara yang diperoleh calon melalui proses dan cara yang jujur.

Kemenangan yang diperoleh kandidat kepala daerah melalui kompetisi yang curang, atau proses penyelenggaraan pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu secara ilegal dan unprosedural banyak banyak menjadi fokus permasalahan di MK. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top