Program makan bergizi gratis (MBG) bagi murid-murid/siswa-siswi sekolah adalah janji politik Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto – Gibra Rakabumingraka sudah dilaksanakan dalam 100 hari pasca dilantik.
Namun sayangnya program MBG ini ternyata makan “korban”. Bagaimana tidak muncul kebijakan baru pemerintah dengan melakukan pemotongan anggaran disana sini, baik anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) maupun anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2025.
Sehingga mempengaruhi seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya sektor ekonomi.
Akibatnya melahirkan reaksi dari agen perubahan (para Mahasiswa) di seantero nusantara dengan tagar “Indonesia Gelap”.
Anaknya makan bergizi, tapi gurunya “kekurangan gizi”. Hal ini terjadi karena pemotongan anggaran, bahkan bisa jadi pemotongan gaji atau tunjangan para guru-guru kita.
“PEMANGKASAN ANGGARAN KATANYA UNTUK RAKYAT. KENYATAANNYA DULUAN RAKYAT MENDERITA. SEMUA DIPANGKAS ! TIDAK ADA PROYEK, KONTRAKTOR NGANGGUR. PEKERJA PROYEK NGANGGUR. TIDAK BISA BELANJA DI PASAR, ANAKNYA MAHASISWA TIDAK BISA BAYAR KOS DAN MAKAN. PASAR SEPI. PEMANGKASAN ANGGARAN DINIKMATI KEMENTERIAN DAN BADAN BARU”.
Gemuknya kabinet pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto – Gibra Rakabumingraka membuat triliunan anggaran tersedot.
Belum lagi program makan siang bergizi gratis (MBG) untuk anak-anak sekolah. Padahal esensinya yang dibutuhkan rakyat adalah sekolah gratis dan pelayanan kesehatan gratis.
Pada pemerintahan Orde Baru HM.Soeharto memprogramkan 4 sehat 5 sempurna yakni makan bergizi, susu, telur dan buah bagi anak – anak sekolah.
Itupun hanya sekali seminggu ketika itu yakni kalau tidak keliru setiap hari Sabtu Pagi.
Kemudian masyarakat kurang mampu butuh anak-anaknya pakaian seragam sekolah, mulai dari Baju, Celana/rok, tas, sepatu dan alat tulis menulis. Bukan makan gratis.
Soal 3 hari kerja bagi lembaga pemerintah baik pusat dan daerah mestinya tidak perlu yakni dari 5 hari sebelumnya menjadi 3 hari dengan alasana efisiensi anggaran khususnya penggunaan energi listrik di perkantoran pemerintah.
“Bayangkan 5 hari kerja saja pelayanan publik dan pekerjaan mereka yang digaji oleh negara tidak tuntas-tuntas. Apalagi jika hari kerjanya diciutkan menjadi 3 hari saja. Yang mestinya dikurangi adalah jam kerjanya yang tadinya sampai 8 – 9 jam yakni dari 8:00 -16:00 dikurangi menjadi 5 jam saja yaitu dari pukup 8 : 00 pagi sampai pukul 12:30 wita dan fokus kerja, jangan nongkrong di warung-warung kopi atau caffe, kecuali istirahat atau libur.
Akibat dari ketidak cermatan pimpinan pemerintahan melaksanakan program – program kemasyarakatan karena hanya memenuhi janji-janji kampanyenya saat maju sebagai calon pemimpin/wakil pemimpin membuat pengelolaan keuangan negara makin menipis (defisit).
Sehingga pemerintah mengambil jalan pintas dengan alasan efisiensi anggaran, maka terjadilah pemotongan anggaran disana sini.
Belum lagi hutang negara makin menumpuk. Ditambah lagi dengan proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan jaman pemerintahan Joko Widodo, makin menyedot anggaran negara ribuan triliun. Padahal belum terlalu mendesak.
Kalaupun harus dibangun, ya paling tidak secara bertahap. Sehingga tidak mengganggu anggaran kebutuhan pembangunan lainnya.
Maka wajarlah kalau muncul tagar “Indonesiagelap”. Indonesiagelap ini diprakarsai oleh para adik-adik mahasiswa khususnya mereka yang berada di Ibu Kota Negara DKI Jakarta dan mulai merembet ke daerah-daerah.
Merekapun melakukan unjuk rasa menolak program-program pemerintahan Prabowo – Gibran.
Pada 20 Mei tahun 1998, mahasiswa di seluruh Indonesia bergerak menumbangkan Orde Baru. Dan Prabowo Subianto (menantu Soeharto) berada dalam kekuasaan Orba kala itu.
Saat ini atau sejak Seni, Selasa, Rabu, Kamis hingga Jum’at (17,18,19,20,21/2-2025), Mahasiswa di Jakarta kembali bergejolak sebagai bentuk protes atas kebijakan pemerintahan Prabowo – Gibran.
Ada lima hal yang menjadi isu utama oleh para agen perubahan itu, yakni :
Pertama, mendesak pemerintah untuk mencabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 mengenai efisiensi anggaran.
Kebijakan yang wajib dilaksanakan oleh kementerian/lembaga terkait penghematan dalam penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 itu dianggap tidak berpihak kepada rakyat
Kedua, mencabut pasal dalam RUU Minerba yang memungkinkan perguruan tinggi mengelola tambang guna menjaga independensi akademik.
Ketiga, mahasiswa meminta pemerintah untuk mencairkan tunjangan dosen dan tenaga pendidik tanpa ada pemotongan ataupun hambatan akibat birokrasi.
Keempat, mahasiswa mendesak pemerintah untuk mengevaluasi total pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG) dan mengeluarkannya dari anggaran pendidikan.
Kelima, mahasiswa mendesak pemerintah berhenti membuat kebijakan publik tanpa basis riset ilmiah yang tidak berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
Rakyat bukan tidak butuh makan siang gratis tapi lebih butuh pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis.
Kalau gelombang massa mahasiswa makin besar dan kuat, akankah kepemimpinan Prabowo – Gibran “tumbang”?
- Olehnya sebelum terlambat Presiden Prabowo bersama Wapres Gibran dan jajarannya segera mengevaluasi program – program yang dianggap tidak tepat sasarat. ***