Moh.Maulana Patta (deadline-news.com)-Palusulteng-Matinya demokrasi kampus tidaklah berlebihan jikalau di tujukan untuk lembaga kemahasiswaan tingkat universitas di kampus kaktus bumi tadulako Tondo, Universitas Tadulako (Untad).
Sudah 3 tahun lamanya, semenjak Presiden Mahasiswa Untad 2016 Wahyu P. Putra dikudeta hingga hari ini keadaan demokrasi kampus kian hari kian menunjukan kebobrokan layaknya bangunan yang sudah semakin tua.
Tahun ini pun demikian, bermula dari terpilihnya Ketua Majelis Mahasiswa Rio Saputra yang tanpa melalui mekanisme semestinya, dimana ia terpilih secara aklamasi dengan dalih direkomendasikan oleh PLT (read deadline news) dikatakan bahwa direkomendasikan oleh plt, sementara saat tim kami menghubungi Ketua Majelis Mahasiswa Untad 2017, Arto Oktavianto (sebelum Rio Saputra) mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan rekomendasi untuk Rio Saputra memimpin MM, yang ia ketahui setelah dirinya tidak lagi memimpin MM PLT dirinya adalah saudara Rio, artinya Rio lah yang merekomendasikan dirinya sendiri sebagai majelis mahasiswa untad.
Dalam berita yang dimuat oleh Deadline-news.com lainnya mengungkapkan, bahkan sekelas Rektor Untad menganggap kongres dikalangan mahasiswa hanyalah debat kusir. “Itu adalah sebuah istilah yang diadopsi dari organisasi yang sarat dengan politik. Di kampus ini, suasana-suasana seperti itu (kongres, red) yang sering menggambarkan debat kusir, pukul meja, banting kursi adalah hal yang sudah bukan zamannya di dunia pendidikan tinggi yang sudah sangat maju,” ujar Rektor Untad, dikutip dari deadline-news.com.
Tidak hanya sampai disitu, kebobrokan demokrasi pada tataran organisasi kemahasiswaan tingkat universitas lainnya adalah saat beredar kabar bahwa Pemilihan Presiden Mahasiswa Untad sudah mulai dibuka setelah sekian lama tidak pernah ada kabarnya. Waktu yang disediakanpun terbilang ‘aneh bin ajaib’, pendaftara bakal calon yang dengan begitu banyak persyaratannya hanya dibuka 4 hari, dibuka tanggal 13 April dan ditutup tanggal 16 April, dimana tanggal 14 sampai 15 April 2018 adalah hari libur nasional, artinya hanya tersedia waktu dua hari untuk melengkapi segala persyaratan bakal calon, bahkan baliho pengumumannya di pasang pada tanggal 15 April hari minggu.
“ini adalah kesengajaan, agar hanya ada satu calon yang lolos secara aklamasi,” Ujar salah satu mahasiswa untad yang namanya tidak ingin disebutkan.
Berangkat dari kegelisahaan itu maka, Gerakan Mahasiswa Peduli Demokrasi (GEMPAR) yang dimotori oleh Bem mahasiswa fakultas pertanian, Bem ekonomi, dan Bem hukum Untad mengadakan aksi pada Senin, 16 April 2018 dengan tuntutan:
*1. Membuka seluas-luasnya Ruang demokrasi Lembaga Kemahasiswaan Universitas Tadulako*
*2. Melibatkan Dewan/Badan Perwakilan Mahasiswa semua Fakultas dalam proses pemilu raya BEM Untad 2018*
Aksi digelar dengan berjalan kaki dari Fakultas Pertanian menuju sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa Untad (BEMUT) lalu menuju ke kesekretariatan Majelis Mahasiswa (MM) untuk klarifikasi terkait informasi pendaftaran Presiden mahasiswa yang simpang siur, namun dari semua kesekretariatan yang didatangi tak ada satupun pengurus dari kedua lembaga tersebut.
Pada saat massa berada didepan ruang Perpustakaan Universitas, atas dasar tak memiliki izin untuk melaksanakan aksi, pihak UPT Security Untad menghampiri massa aksi dan mengambil tindakan untuk bernegosiasi dengan perwakilan aksi.
Hasil negosiasi itu adalah 5 orang perwakilan massa aksi menyampaikan petisinya kepada Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan di Rektorat Universitas Tadulako. Hasil dari diskusi perwakilan massa aksi akan diadakan pertemuan bersama majelis mahasiswa beserta GEMPAR Untad pada Selasa, 17 April 2018 di Rektorat Universitas Tadulako.
“Artinya Hingga Saat ini belum ada Presiden Mahasiswa yang terpilih, menunggu keputusan diskusi Selasa esok,” Ujar Rafiq salah satu calon Presiden Mahasiswa yang merasa diruguikan dengan sikap MM. (Rilis Gempar dikutip di group whatsapp AMOST).***