Oleh : Andi Ridwan Bataraguru
Jika terjadi Perselihan atau sengketa dalam Pilkada, maka Konstitusi telah memberi saluran Penyelesaian.
Menurut Pasal 156 Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 2016, perselisihan hasil pemilihan merupakan perselisihan antara KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota dengan calon kepala daerah terhadap penetapan hasil perolehan suara.
Didalam Pilkada, ada 2 jenis Sengketa atau Persilisihan, yaitu :
1. Sengketa Hasil
2.Sengketa Proses
Untuk Point 1, Sengketa Hasil dapat di Ajukan di MK untuk di selesaikan, manakala ada pasangan yang tidak menerima Keputusan Hasil KPU, karena yang menjadi Obyek sengketa disini adalah Hasil Keputusan KPU SulTeng.
Pasal.158 UU tentang Pilkada menjadi syarat Formil untuk mengajukan Gugatan.
Dan Point 2, sengketa Proses dapat di ajukan di Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara, atau biasa disebut perselisihan Administrasi.
Untuk saat ini, Pasangan Calon Gubernur No urut 1 Ahmad Ali dan Abdul Karim Al Jufri yang bertagline BERAMAL dalam hal ini berdasarkan surat Kuasa khusus tertanggal 13 Desember 2024, memberi kuasa Kepada Rahmat Hidayat DKk, selanjutnya di sebut PEMOHON.
Terhadap Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Tengah, Selanjutnya disebut sebagai TERMOHON.
Berkas permohonan tersebut telah dicatat dalam Buku Pengajuan Permohonan dengan
ELEKTRONIKNomor 288/PAN.MK/e-AP3/12/2024, Pada hari ini, Senin tanggal enam belas bulan
desember tahun dua ribu dua puluh empat pukul 18:52 WIB.
Dalam hal ini Obyek Sengketa adalah Keputusan Hasil KPU SulTeng di Palu tanggal 12 Desember 2024, dimana :
1.Ahmad Ali -AKA = 621.693 (38,6%)
2.Anwar-Reny = 724.518 (45 %)
3. Rusdi-Agusto = 263.950 (16, % )
Sebagaimana diketahui yang menjadi Sarat Formil mengajukan Permohonon ke MK adalah Pasal 158 UU Pilkada , Point b ;
Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000-6.000.000, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
Dalam Kasus Sengketa Pilkada, Mahkamah Konstitusi (MK) berpedoman pada dua hal.
PERTAMA, permohonan tersebut diajukan oleh pasangan calon kepala daerah.
KEDUA, memenuhi syarat formil ambang batas sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 158 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (baca-UU Pilkada).
Dari Keputusan hasil KPU SulTeng, Selisih sangat jauh yaitu sebanyak 6,4% atau 102.825 Suara. Secara normatif permohonan pemohon dalam perselisihan hasil (sengketa) tidak memenuhi syarat ambang batas sebagai mana yang diatur Pasal 158 UU Pilkada.
Mahkamah Konstitusi (MK) berhak menolak permohonan pemohon dalam proses dismissal (proses pendaftaran perkara).
Namun, jika pemohon dapat meyakinkan Mahkamah tentang alasan-alasan permohonan yang lebih spesifik.
Misalnya, pemohon bisa meyakinkan kepada Mahkamah bahwa dalam proses penetapan hasil pilkada yang dilakukan oleh termohon (KPUD) dimana ada peristiwa pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM)
Terstruktur adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama.
Sistematis adalah pelanggaran yang berdasarkan rencana secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi.
Pihak yang merencanakan kecurangan sistematis bisa aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilu.
Masif, adalah pelanggaran yang dampaknya sangat luas pada masyarakat terhadap hasil pemilihan umum.
Sama seperti kecurangan terstruktur dan sistematis, pihak yang melakukan kecurangan masif, yaitu bisa aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilu.
Pertanyaannya. Apakah Pemilihan Gubernur SulTeng terjadi Pelanggaran Terstruktur, Sistimatis dan Masip (TSM)?
Pertanyaannya ini yang harus di jawab oleh pihak PEMOHON dengan dalil – dalil dan bukti – bukti yang kuat untuk meyakinkan Mahkama Konstitusi.
Tetapi jika pertanyaan ini,
juga tidak mampu dibuktikan oleh pihak PEMOHON, sehingga syarat Formilnya selisih Hasil Maksimal 1,5% tidak terpenuhi dan Subtantatifnya juga tidak dapat dibuktikan
Maka Mahkamah Konstitusi dengan Haqul Yakin akan “Menolak” Permohonan PEMOHON Ahmad Ali dan Abdul Karim AlJufri..! Alias kalah Total.
Sayonara sampai Jumpa pada Pelantikan Gubernur Sulawesi Tengah pada tanggal 7 Februari 2025. ***