Oleh: Zwaeb Laibe
KORUPSI adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun ASN, serta pihak lain yg terlibat dalam tindakan itu yg secara tidak wajar & tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yg dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi adalah perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yg merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Karena korupsi merupakan upaya memperkaya diri dgn cara yg tidak wajar (melanggar aturan perundang2an) yg dampaknya kepada stabilitas negara, demokrasi, pemerintahan, & mendorong laju peningkatan kemiskinan dalam sebuah negara (kesejahteraan rakyat).
Di Indonesia sendiri, kasus korupsi bukan merupakan hal baru karena memang sangat sering terjadi. Data yg diberikan oleh Transparency Indonesia, negara Indonesia masuk kedalam peringkat 12 dari 175 negara sebagai negara paling banyak melakukan korupsi. Sayang-nya, walaupun pemerintah sudah melakukan upaya dalam menghukum para koruptor, nyatanya para koruptor tidak bisa memberikan efek jera kepada semua pelaku korupsi.
Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), kepala daerah merupakan pejabat negara yg sangat rentan melakukan tindak pidana korupsi. Terbukti, dalam beberapa bulan terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap beberapa kepala daerah melalui operasi tangkap tangan (OTT) yg dilakukan di sejumlah daerah.
Sepanjang 2017 ini, dari berbagai operasi tangkap tangan yg dilakukan KPK, ada 5 kepala daerah yg terjaring karena dugaan tindak pidana korupsi. Mereka kini berstatus tersangka KPK.
Pada September 2017 ini saja, ada dua orang kepala daerah yg ditangkap KPK karena diduga melakukan tindak pidana korupsi. Pada tahu 2016, sedikitnya ada 10 kepala daerah yg tersandung kasus korupsi.
Secara keseluruhan, sejak 2004 hingga Juni 2017, data statistik KPK menyebutkan, ada 78 kepala derah yg berurusan dgn KPK. Rinciannya, 18 orang gubernur & 60 orang wali kota atau bupati & wakilnya (data kompas).
Sementara itu menurut catatan Kementerian Dalam Negeri, ada sebanyak 343 bupati/walikota & 18 gubernur tersandung kasus korulsi. Data ini diungkap oleh Deputi Pengawasan Internal & Pengaduan Masyarakat (PPIM) KPK, Ranu Mihardja, dihadapan para kepala daerah & pimpinan DPRD se Sulawesi Tengah pada acara rapat Koordinasi & supervisi pencegahan korupsi di Kota Palu, Agustus tahun lalu.
Dari 343 kasus yg menjerat bupati/walikota, 50 kasus diantaranya ditangani KPK, sementara sisanya ditangani oleh kejaksaan & kepolisian. Sedangkan dari 18 kasus yg menjerat gubernur, 16 kasus ditangani oleh KPK & dua kasus tersisa ditangani oleh kejaksaan.
Dari realitas dia atas, korupsi merupakan bahaya laten yg menghantui para kepala daerah. Dalam kondisi seperti itu menjadi jelas pertanyaan bagi kita, apa yg bisa kita lakukan untuk membawa Indonesia keluar dari krisis korupsi yg tak berujung ini, yg tidak sedikit dilakukan oleh para kepala daerah?
Di tengah ancaman krisis seperti itu, hanya orang-orang yg punya nuranilah yg bisa menyelamatkan bangsa ini dari maraknya kasus korupsi yg dilakukan oleh para kepala daerah. Paling tidak, orang-orang yg masih punya nurani tidak akan memilih calon kepala daerah yg punya potensi atau riwayat korupsi. Tidak memilih caloh kepala daerah yg nyata-nyata sudah pernah terbukti melakukan tindak pidana korupsi alias mantan narapidana korupsi.***