Walikota Palu Hadianto Rasyid “tebar ancaman” ke warganya. “Ancaman” itu dalam bentuk pernyataan akan memblokir kartu tanda penduduk (KTP) jika warga menunggak membayar retribusi sampah dua bulan berturut-turut.
Seperti dikutip di tribun Palu.com wali Kota Palu menekankan warga yang tidak bayar iuran sampah selama dua bulan berturut-turut akan diberikan sanksi berupa pemblokiran KTP.
Hal ini disampaikan saat rapat bersama Camat, Ketua RT RW dari Kelurahan Besusu Tengah dan Besusu Barat, di ruang Bantaya Kantor Wali Kota Palu, Jumat (10/2/2023).
“Dua bulan berturut turut tidak bayar sampah bulan berikutnya tidak akan dipungut sampahnya dan KTP akan kami blokir sehingga KTPnya nanti tidak berfungsi diakses apapun,” ujarnya.
Lalu apa kaitannya iuran sampah dengan KTP? Bukankah KTP itu produk nasional? Sedangkan retribusi sampah adalah produk peraturan daerah. Bahkan paling tidak hanya peraturan walikota (Perwali).
Kalau membuang sampah sembarangan mungkin dapat diberi sanksi teguran pertam, kedua dan ketiga oleh pihak kelurahan atau RT/RW.
Atau paling tidak peraturan daerah tentang sampah yang mencakup pidananya. Itupun harus jelas cantolan undang-undangnya, jangan main blokir saja.
Karena bisa jadi orang tidak bayar iuran sampah akibat tidak memiliki uang. Atau lagi tidak ada orang di rumahnya. Apalagi saat ini kondisi keuangan masyarakat lagi sukit. Atau belum tahun sanksi dan besarannya.
Artinya harus ada klasifikasi warga mana yang wajib bayar iuran sampah. Jangan dipukul rata.
Kemudian mestinya ada sosialisasi masif ke masyarakat, sebelum diberlakukannya sanksi berat itu.
Jamil salah seorang warga kota Palu menjawab deadline-news.com mengatakan sungguh tidak bijak tindakan walikota Palu Hadianto Rasyid dengan pernyataan bernada ancaman itu.
“Pemerintah kota Palu mestinya menyiapkan anggaran dan mengatur pengelolaan sampah itu. Kalau perlu dipihak ke tigakan, namun ada standar tertentu untuk pungutan iuran sampah itu. Kemudian pelayanan pihak petugas sampah benar-benar maksimal,”tegasnya.
Perbandingan, kalau di kota Makassar malah pemerintah menukar sampah dengan beras. Hal itu diberlakukan pemerintah kota Makassar pada periode pertama Walikota Moh.Ramdhan Pomantoh atau yang akrab disapa Dany.
Sampah rumah tangga mestinya dapat bernilai ekonomis dengan mendaur ulang sampah-sampah tersebut.
Semoga saja ancaman walikota Palu Hadianto Rasyid itu hanya sekedar penegasan untuk mendisiplikan warga yang mampu membayar iuran sampah yang rata-rata Rp,35.000 perbulan itu.
Dan bagi yang memiliki penghasilan tetap memang iuran sampah Rp,35 ribu perbulan itu tidaklah berat. Tapi bagi warga yang penghasilannya senin – kamis atau tidak tetap itu sangatlah berat. Karena untuk beli beras saja rada-rada sulit.
Olehnya fanismen yang akan diberlakukan walikota Palu itu harus jelas. Tidak boleh diberlakukan merata. ***