Sudah Termanfaatkankah Dana Recovery Rp, 15 Triliun Pasca Bencana Sulteng?

 

 

Bencana alam gempa bumi, likuifaksi dan tsunami (Genit) 28 September 2018, telah memporak-porandakan ribuan rumah warga, fasilitas umum seperti jalan, jembatan, gedung-gedung pemerintah, sarana dan prasarana pertanian.

Akibatnya ribuan warga Sulteng Palu, Sigi dan Donggala jadi penyintas.

Menyikapi hal tersebut, pemerintah pusat menggelontorkan dana pinjaman dari asin development bank (ADB) sebesar Rp, 15 triliun.

Lalu apa saja yang telah dibangun atas anggaran Rp, 15 triliun itu? Apakah dana recovery sebesar Rp, 15 triliun pasca bencana itu sudah dimanfaatkan dan sesuai peruntukannya?

Entahlah! Sebab kenyataannya masih sekitar 5000an warga Sulteng yang tersebar di Palu, Sigi dan Donggala (Pasiga), belum mendapatkan bantuan perbaikan rumah dan hunian tetap (huntap).

Mereka masih tinggal di hunian sementara dengan fasilitas tempat tidur seadanya.

Pembangunan huntap yang dijanjikan pemerintah bagi penyintas yang masih tinggal di huntara belum juga kunjung dibangun. Persoalannya terkendala lahan.

Sementara pemilik dana pinjaman (ADB) tidak mau membiayai proyek pembangunan huntap jika masih ada permasalahan lahan.

Dari Rp, 15 triliun dana bantuan dalam bentuk pinjaman negara Indonesia ke Bank Dunia (ADB) itu, apakah sudah mencapai 50 persen pemanfaatannya?
Entahlah!

Deputi kebencanaan Badan Penanggulanang Bencana Nasional Arisatiadi Moerwanto melalui humasnya Rudi Novrianto yang dikonfirmasi via aplikasi whatsAppnya dua pekan lalu mengatakan dana recovery pasca benca Sulteng bukan hanya pembangunan fisik, tapi termasuk bantuan sosial seperti pangan dan penyediaan huntara.

Disinggung soal detail pemanfaatan dana recovery pasca bencana Sulteng sebesar Rp, 15 triliun itu, Rudi menjanjikan akan memberikan data detailnya.

“Tunggu ya pak, kami kumpulkan dulu data-datanya,”kata Rudi.

Setelah seminggu kemudian Rudi yang dikonfir kembali mengaku masih sedang mengumpulkan data-data detailnya.

“Sdg dikumpulkan data nya 🙏🙏,”tulis Rudi menjawab konfirmasi deadline-news.com pekan lalu.

Sebelumnya mantan wakil ketua komisi V DPR RI H.Muhidin M Said menjawab deadline-news.com di Palu mengatakan pasca bencana alam Pasigala, pemerintah pusat telah menyiapkan anggaran kurang lebih Rp, 15 triliun dari pinjaman lunak Asian Development Bank (ADB).

Menurutnya pembiayaan ADB pasca bencana alam Pasigala itu meliputi perbaikan infrastruktur, perbaikan rumah korban bencana, bantuan sosial dan pembangunan hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap).

“Jadi masalahnya bukan pada ketidak pedulian pemerintah pusat, tapi pemerintah daerah baik walikota maupun bupati untuk menyiapkan lahan lokasi pembangunan huntap,”jelas wakil ketua badan anggaran DPR RI itu.

Kata politisi senior Partai golkar itu andaikata pembebasan lahannya tuntas oleh Pemda setempat, maka sudah lama selesai pembangunan huntap itu.

Kata wakil ketua badan anggaran DPR RI itu, misalnya pembangunan kembali jembatan IV Palu, mengalami keterlambatan akibat pemerintah kota Palu tidak menuntaskan pembebasan lahannya.

“Untuknya pak Gubernur Sulteng Rusdy Mastura turun tangan, kalau tidak mungkin pembangunan jembatan IV itu belum terlaksana. Tapi sekarang kan sudah proses pembangunan,”ungkapnya.

Dalam focus group Discussion (FGD) yang digelar komite advokat daerah (KAD) di kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sulteng Senin (7/11-2022) lalu di Palu, anggota DPR RI komisi V Anwar Hafid mendapat kritikan tajam dari para penyintas.

Adalah Armin Hamit warga Petobo, penyintas korban bencana alam gempa bumi, likuifaksi dan tsunami (Genit) 2018, mengeluhkan nasibnya ke Anwar Hafid yang sampai saat ini tidak jelas.

Mereka masih tinggal dihunian sementara (huntara). Padahal sudah empat tahun bencana alam berlalu, namun mereka belum mendapatkan hunian tetap (Huntap). Tapi masih tinggal di hunian sementara (huntara).

Ironisnya, kata Armin anggota DPR nanti dekat – dekat pemilu baru menampakkan batang hidungnya.

“Dulu beberapa kali saya hubungi pak Anwar Hafid, tapi hanya dijanji-janji mau ketemu. Bayangkan sudah kurang lebih 3 tahun baru bisa ketemu langsung wakil saya di DPR RI. Padahal kami butuh diperjuangkan dan dibantu soal nasib kami penyintas ini,”tegas Armin.

Hal Senada juga dikatakan Tini, penyintas Talise.

“Kami hidup dalam satu bangunan yang terdiri dari lebih satu kepala keluarga, sempit dan sumpek. Bahkan ditempat kami pernah terjadi pelecehan seksual dan bunuh diri. Oleh sebab itu kami meminta bapak Anwar selaku anggota DPR RI berbicara ke pemerintah pusat untuk membantu mencarikan solusi nasib kami ini penyintas,”ujar Tini.

Sementara itu Mohamad Raslin Chili dalam FGD itu mengatakan ada sekitar 5000an penyintas di Palu, Sigi dan Donggala yang belum mendapatkan hak-hanya.

“Sebagai wakil rakyat yang membidangi infrastruktur kami minta untuk dapat membantu menyuarakan penderitaan kami selaku penyintas. Karena bapak punya kekuatan politik di pusat,”tanda Chili.

Anwar Hafid dihadapan peserta FGD berjanji memperjuangkan aspirasi masyarakat penyintas itu.

“Kami akan sampaikan kepada pemerintah dalam rapat di DPR RI nanti terkait keluhan dan aspirasi bapak Ibu. Karena kami hanya dapat menyampaikan aspirasi bapak ibu ke pemerintah. Seban pemerintahlah selaku eksekutor,”kata ketua DPD Partai Demokrat Sulteng itu.

Politisi partai Demokrat itu menegaskan, jika saja dirinya pemerintah misalnya kepala daerah, maka keluhan para penyintas itu langsung dieksekusinya.

“Kalau saya kepala daerah, maka pasti saya langsung eksekusi keluhan bapak ibu ini,”akunya. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top