Bang Doel (deadline-news.com)-Palusulteng-Ratusan masa aksi dari kaum sopir dan buruh bongkar muat kontainer, menggelar aksi unjuk rasa di kantor DPRD Kota Palu, Kamis (5/10-2017).
Mereka memprotes kebijakan walikota Palu Drs. Hidayat, M.Si di DPRD Kota Palu. Massa aksi menuntut agar Surat keputusan (SK) Walikota Hidayat atas batasan waktu masuk kontainer dalam Kota dapat dipertimbangkan.
Masa aksi tersebut diminta untuk Rapat Dengar pendapat (RDP) dengan anggota DPRD Kota Palu dan Kadishub Setyo Susanto. Hadir dalam RDP terkait kebijakan Walikota Hidayat yang dianggap merugikan sopir dan buruh container itu, adalah Asisten I Rifani dan Kadis Perhubungan Pemkot Palu Setyo Susanto.
Adalah Ketua Komisi C Sopyian memimpin rapat tersebut. Sopyian menyimpulkan bahwa ada keringanan selama 7 hari kedepan sampai keputusan surat Walikota dibahas oleh Stakeholder.
Dalam kesempatan tersebut perwakilan ekspedisi, Ilham mengatakan bahwa larangan kontainer masuk dalam kota, membuat hilangnya pekerjaan para buruh bongkar muat kontainer. Sebaiknya Pemkot mengkaji kembali aturan itu.
“Kami hidup dari pembongkaran dan muat kontainer, mestinya walikota melindungi kami. Saya merasa bahwa pendapatan kami dihadang oleh Pemkot, karena dampaknya sangat terasa pada keluarga kami,”uangkapnya.
Sebab sampai saat ini, massa aksi belum mengetahui aturan itu dilandasi oleh aturan Perda atau Perwali. Sudah empat hari tidak ada aktifitas bongkar muat, karena adanya penetapan ini.
“Seharusnya Pemkot pro terhadap pekerjaan ini. Karena kami hanya buruh. Dengan kerja borongan dalam pembongkaran, kalau tidak ada yang bongkar kami dapat uang dari mana,” ujar Ilham.
Peningkatan ekonomi keluaraga kami di tutup oleh Pemkot terutama kepada walikota. Seharusnya ada diskusi aturan ini, kalau mau diterapkan harus ada kesepakatan dari pihak buruh .
“Karena penetapan sebelumnya tidak ada masukan kepada kami,“ terangnya.
Komunitas buruh bongkar muat container mengtakan penghasilan uang dari mana yang bisa kami dapat, jika membongkar barang dalam kota dilarang, dan jalan container ditutup.
“ Kapan kami dapat uang, tidak mungkin kita akan melakukan bongkar muat di Pantoloan. Satu minggu ini terus terulang, otomatis pengaruh ekonomi terhadap keluarga kami. Carikan solusi kami agar kami bisa hidup, ” tegasnya .
Jika container dilarang masuk kota Palu, jelas berpengaruh terhadap harga barang pokok. Bahkan semua akan terkena dampak, dari biaya transportasi akan membengkak.
“ Kalau kita suruh berhenti di pergudangan Tondo , jelasnya kami tidak bisa singgah, yang bisa singgah hanya perusahaan, karena setau saya gudang itu dikelola oleh swasta bukan punya pemerintah seperti terminal bongkar muat barang,”jelas Ilham.
Joko salah seorang buruh bongkar muat mengatakan pekerjaan kami manusiawi kah, apabila Walikota menginginkan kita bekerja di tengah waktu orang sedang terlelap tidur. Apa itu yang diminta Walikota kepada buruh.
“Masa kita akan melakukan pembokoran jam tidur yaitu jam 24.00 malam. Kalau yang mengaturnya juga salah kita akan melawannya. Sebab tidak manusiawi ketetapan itu,” kata Joko .
Joko menjelaskan bahwa jam kerja buruh tergantung dari datangnya barang di pelabuhan PT Pelindo.
“Jika pekerjaan disesuaikan dengan keinginan Walikota, maka tidak sesuai dengan aturan di pelabuhan PT. Pelindo, ” jelasnya.
Askar salah seorang peserta aksi Menuturkan aturan yang dikeluarkan Walikota Palu tidak manusiawi. Pernah kejadian sopir berhenti digudang tersebut disuruh pergi, karena barang yang dibawa sopir ini bukan barang pemilik gudang itu.
“Kita minta ada terminal striping, karena fasilitas itu belum ada, bukan gudang yang disitu hanya ada gudang perusahaan sendiri,” katanya.
Kadishub Setyo Susanto, menjelaskan secara teknis ditentukan bahwa angkutan kontainer itu memiliki segmen jalan tersendiri. Jalan angkutan kontainer tidak dapat bercampur dengan kendaraan lainnya .
“Kecuali menggunakan jalan kelas I dan kelas II, namun jalan itu belum ada di Kota Palu. Yang ada hanya jalan kelas 3 A, itu pun terbatas,”jelasnya dihadapan massa aksi.
Aturan ini, Kata Dishub sesuai dengan surat keputusan Walikota Palu, dengan pembagian jadwal melintas kontainer antara waktu pukul 24.00 sampai 06.00 diperbolehkan melintas.
“Diluar jam tersebut, Walikota melarangnya,” Kata Setyo.
Sementara anggota DPRD dari Dapil Palu Utara Hamsir, menyatakan bahwa keputusan itu sebaiknya dilihat kembali dan dipelajari oleh Pemkot.
“Saya baru mendengar penetapan ini, kalau dilihat waktu yang diberikan saya sepakat dengan massa aksi bahwa ini tidak manusiawi,”ungkapnya.
Dalam RDP tersebut pimpinan rapat Sopyan R Aswin menyimpulkan bahwa, ada kebijakan untuk 7 hari kedepan, dengan menunggu adanya keputusan dalam rapat yang digandakan kembali dengan mengundang seluruh stakeholder, termasuk sopir dan para buruh kontainer.
“ Kita akan kembali menggelar pertemuan dengan pihak perusahaan ekspedisi dan pemerintah Kota, kalau bisa dihadiri langsung oleh Walikota Palu,”katanya dengan menutup RDP di depan massa aksi. ***