Antasena (deadline-news.com)-Palu- Baru-baru ini, seorang wartawan dari media Fokus Rakyat, Jabir, mengalami pengancaman yang mengkhawatirkan saat menjalankan tugas jurnalistiknya di rumah jabatan Bupati Donggala.
Kejadian ini telah menimbulkan kecaman di kalangan masyarakat dan memperhatikan perlindungan wartawan serta kebebasan pers sebagai nilai penting dalam demokrasi.
Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Sulteng, Ketua Mahmud Matangara, SH, MH, dan Sekretaris Andi Attas Abdullah, mengecam keras tindakan intimidasi yang dialami oleh wartawan Jabir.
SMSI Sulteng menekankan pentingnya perlindungan terhadap wartawan yang menjalankan tugasnya untuk menyampaikan informasi kepada publik.
Laporan polisi terkait pengancaman terhadap wartawan tersebut telah diterima oleh Polres Donggala pada 1 Juni 2023.
Ini menunjukkan bahwa tindakan intimidasi terhadap wartawan merupakan pelanggaran hukum yang serius dan harus ditindaklanjuti secara hukum.
Ketua SMSI Sulteng, Mahmud Matangara, SH, MH yang juga menjabat Dewan Pertimbangan PWI Sulteng itu, mengatakan pasca Orde Baru, dukungan peraturan mengenai kebebasan pers dan keterbukaan informasi publik telah membawa perubahan dalam paradigma akses terhadap informasi.
Kata dia, UU Nomor 14 Tahun 2018 mengatur keterbukaan informasi publik pada badan publik yang bersumber dari APBN dan/atau APBD, hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan transparansi dan aksesibilitas informasi kepada masyarakat.
Olehnya, kata dia lagi, tindakan menghambat atau menghalangi kerja wartawan adalah tindakan yang dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40 tahun 1999.
“Ini menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap kebebasan pers adalah tindakan yang tidak dapat dibiarkan dan harus ditindak dengan tegas,” ungkapnya melalui rilis siaran pers SMSI Provinsi Sulteng, Sabtu 3 Juni 2023.
Sementara itu, pada 2 Juni 2023, di Markas Forwat, wartawan Jabir menunjukkan betapa berbahayanya situasi yang dihadapinya saat menjalankan tugas jurnalistik.
Saat tiba di rumah jabatan Bupati Donggala, ia disambut oleh ipar bupati yang merupakan adik dari istri bupati. Namun, ketegangan meningkat ketika Bupati Donggala melihat spanduk yang mencantumkan nama “Kasman Lassa Tangkap” dan bereaksi dengan kesal.
Intimidasi dan ancaman terhadap wartawan, termasuk upaya pemukulan dan pengusiran dari kompleks rumah jabatan, terjadi dalam insiden ini. Tindakan tersebut adalah bentuk pelanggaran terhadap kebebasan pers dan melanggar hak wartawan untuk menjalankan tugas jurnalistik secara bebas dan aman.
Situasi ini membutuhkan respons yang cepat dan tegas dari pihak yang berwenang. Wartawan adalah penjaga demokrasi yang berperan penting dalam memberikan informasi yang akurat dan objektif kepada masyarakat.
Perlindungan terhadap wartawan dan kebebasan pers adalah salah satu pilar penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan menjunjung tinggi prinsip demokrasi.
Menanggapi hal ini, Andi Attas Abdullah, selaku Sekretaris Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Sulteng, mendesak pihak kepolisian dan lembaga terkait untuk melakukan penyelidikan mendalam terhadap insiden ini dan memastikan bahwa pelaku intimidasi dan ancaman terhadap wartawan dibawa ke pengadilan untuk pertanggungjawaban hukum yang adil.
Dia berharap bahwa kasus ini tidak hanya menjadi perhatian sementara, tetapi juga menjadi momen penting untuk memperkuat perlindungan terhadap wartawan dan menjaga kebebasan pers sebagai salah satu fondasi utama demokrasi yang kita anut.
“Tindakan yang diambil dalam kasus ini akan menjadi cermin bagi komitmen kita dalam menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan mendukung kerja jurnalistik yang independen dan bertanggung jawab,” ungkap Andi Attas, wartawan senior yang identik dengan berambut perak itu.
Dia menjelaskan, setiap orang juga berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia sebagaimana yang tercantum dalam amandemen UUD 1945 pasal 28 F.
Jadi, kata dia, munculnya dukungan peraturan tersebut pasca Orde Baru, merubah paradigma terkait keterbukaan informasi, termasuk keterbukaan informasi publik pada badan publik. Sedangkan ketentuan mengenai keterbukaan informasi publik diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Bahkan, ia menjelaskan badan publik, menurut UU tersebut adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, atau organisasi nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran tersebut.
Melihat semua peraturan itu, maka orang yang menghambat dan menghalangi kerja Wartawan dapat dipidana sebagaimana pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40 tahun 1999, yang menyebutkan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
“Kami menyikapi kasus intimidasi dan menghalang – halangi kerja-kerja wartawan fokus rakyat saudara Jabir oleh para pihak yang terlibat di rujab Bupati Donggala dapat dikenakan pasal tersebut di atas,” pungkasnya.***