Saatnya Penegak Hukum Usut Temuan BPK RI di Sulteng

Sudah berlalu masa pengembalian temuan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sulawesi Tengah di Palu terhadap pengelolaan keuangan daerah di 13 Kabupaten dan Pemerintah Provinsi Sulteng.

Terhitung sejak Juni sampai Agustus 2018, seluruh Kabupaten yang ditemukan BPK RI tak wajar dan tidak diyakini kebenarannya, telah diberikan waktu 3 bulan untuk segera mengembalikan temuan itu.

Namun sampai saat ini belum ada publikasi BPK RI Cabang Sulteng, pemerintah daerah mana saja yang telah mengembalikan secara keseluruhan, sebagian dan yang belum sama sekali atas temuan BPK tersebut.

Oleh sebab itu, sudah saatnya penegak hukum mengusut temuan BPK RI itu. Sehingga ada kejelasan, apakah ada dugaan praktek korupsi atas pengelolaan keuangan di Kabupaten dan Kota se Provinsi Sulteng ini.

Adalah kabupaten Morowali Utara (Morut) dan Morowali Provinsi Sulawesi Tengah paling banyak temuan yang mengarah ke kerugian Negara saat itu.

Hal ini terlihat dari laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) oleh BPK RI Perwakilan Sulawesi Tengah di Palu tahun anggaran 2017.

Temuan BPK RI Perwakilan Sulteng di Palu sebenarnya berlaku bagi semua Kabupaten. Hanya saja Kabupaten Morut dan Morowali yang paling menonjol.

Untuk Morut rincian temuan yang mengarah ke kerugian Negara saat itu mencapai Rp.11.848.250.269.96, dan yang dikembalikan baru mencapai Rp.257.117.579.00.

Sehingga sisa temuannya masih berada pada angka Rp. 11.591.132.690.96. Angka tersebut masih sangat cukup besar. Sehingga hal itu dapat menjadi pintu masuk tipikor Polda Sulteng maupun Kejaksaan untuk melakukan penyelidikan.

Kemudian Morowali berada pada level ke 2, dengan temuan sebesar Rp.10.813.278.522.51, kemudian telah dikembalikan baru sebagian kecil, yakni hanya sebesar Rp.243.295.666.00, sehingga tersisa hasil temuan BPK yang mengarah ke kerugian Negara mencapai Rp.10.569.982.856.51.

Demikian data yang diperoleh deadline-news.com pada acara media worksop BPK RI Perwakilan Sulteng di Palu Senin (4/6-2018) lalu.

Kepala BPK RI Perwakilan Sulteng di Palu Drs.Khabib Zainuri menjawab deadline-news.com ketika itu mengatakan temuan tersebut menunjukkan masih adanya ketidak patuhan masing-masing pemerintah daerah didalam pengelolaan keuangan daerah, baik dalam bentuk penganggaran, belanja barang dan jasa serta modal belum sesuai ketentuan.

Menurutnya pemerintah daerah beserta organisasi perangkat daerahnya diberikan kesempatan 60 hari untuk melakukan klarifikasi dan pengembalian atas temuan BPK itu.

“Jika tidak, makan kami serahkan ke pimpinan BPK RI yang lebih tinggi di Jakarta. Merekalah yang akan mengambil kebijakan, apakah direkomendasikan ke aparat penegak hukum atau bagaimana,”jelas lelaki berjenggot putih itu.

Data BPK yang diberikan ke masing-masing media, baik online, cetak maupun elektronik tak satupun daerah dari 12 Kabupaten, 1 kota dan Pemprov Sulteng sendiri yang lolos dari temuan.

Kabupaten Donggala menempati urutan ke tiga dengan temuan sebesar Rp. 5.247.897.857.14, dan telah dikembalikan sebagian kecil yakni hanya sebesar Rp.325.304.606.66, sementara sisa temuannya masih mencapai Rp.4.922.593.250.48.

Sementara Pemprov Sulteng menempati posisi ke 4, dengan temuan sebesar Rp.4.342.308.894.56, kemudian telah dikembalikan sebesar Rp.977.760.413.40, sehingga sisa temuannya masih berada pada angka Rp.3.364.548.481.46.

Banggai Kepulauan menempati posisi ke 5 temuan BPK RI Perwakilan Sulteng di Palu, dengan besaran mencapai Rp.4.126.504.403.00, kemudian pengembaliannya baru mencapai Rp.152.645.694.75, sehingga masih terdapat sisa temuan sebesar Rp.3.973.858.708.30.

Kemudian Kota Palu berada pada posisi ke 6, atas temuan BPK RI Perwakilan Sulteng di Palu dengan jumlah mencapai Rp.3.809.477.601.58, dan telah dikembalikan sebagian yakni Rp.2.013.701.257.79, dengan demikian masih tersisa temuan sebesar Rp.1.795.776.343.79.

Selanjutnya Kabupaten Sigi berada pada level ke 7, atas temuan BPK RI Perwakilan Sulteng di Palu dengan nilai total sebesar Rp.3.799.482.113.15. sedangkan yang telah dikembalikan baru mencapai Rp.1.403.595.898.48, sehingga tersisa hasil temuan masih berada pada angka Rp.2.395.886.214.47.

Berikutnya Kabupaten Poso menempati posisi ke 7, atas temuan BPK RI perwakilan Sulteng di Palu dengan jumlah mencapai Rp.2.807.720.402.01, dan pengembaliannya baru mencapai Rp.1.696.330.018.18, sehingga masih terdapat sisa temuan sebesar Rp.1.111.390.383.83.

Rupanya Kabupaten Tolitoli berada pada posisi ke 8, dengan jumlah temuan sebesar Rp.2.543.053.866.90, dan telah dikembalikan baru Rp.491.368.750.00, sehingga masih tersisa sebesar, Rp.2.051.685.116.90.

Adalah Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) menempati posisi ke 9, atas temuan BPK RI Perwakilan Sulteng itu, dengan jumlah mencapai Rp.2.346.567.528.70, sedangkan yang dikembalikan baru mencapai Rp.844.664.730.00, sehingga masih terdapat sisa temuan sebesar Rp.1.501.902.798.70.

Kabupaten Tojo Unauna berada pada posisi ke 10, dengan jumlah temuan sebesar Rp.2.251.456.168.37, kemudian yang dikembalikan baru mencapai Rp.478.994.753.53, sementara sisanya masih berada pada angka Rp.1.772.461.414.84.

Kemudian Kabupaten Banggai Laut berada pada posisi ke 11, dengan jumlah temuan mencapai Rp.1.692.166.318.24, dan telah dikembalikan sebesar Rp.1.502.873.637.59, sehingga tersisa hanya Rp.189.292.680.65.

Dari semua Kabupaten, Banggai paling rendah temuannya, hanya berada pada posisi 12, dengan total sebesar Rp.878.564.937.06, dan telah dikembalikan sebesar Rp.596.973.014.05, sehingga tersisa hanya Rp.381.591.9230.01.

Yang lebih menarik, adalah Kabupaten Buol, walau sejak awal ada temuan, sebesar Rp.1.694.826.270.42, namun sudah dikembalikan semuanya sebelum penyerahan LHP sebesar Rp.1.694.826.270.42, sehingga nihil sisa hasil temuannya.

Menurut Kepala BPK RI Perwakilan Palu Khabib Zainuri, total temuan dari 14 daerah di Sulteng, termasuk Pemprov mencapai Rp.58.201.555.153.65, dan pengembaliannya baru mencapai Rp.12.679.452.289.85. sehingga masih cukup besar sisa temuan yang belum dikembalikan yakni Rp.45.622.102.863.80.

Dengan atau tanpa rekomendasi BPK RI pun, mestinya aparat penegak hukum mestinya segera bertindak, menyelidiki atau mengusut atas temuan BPK RI itu. Sehingga dapat diketahui apakah temuan itu sudah dikembalikan atau didiamkan saja, padahal sudah mengarah ke tindak pidana korupsi.

Bukankah tindak pidana korupsi yang melibatkan sejumlah oknum pejabat, baik itu legislatif maupun eksekutif telah merusak sendi-sendi kehidupan di negeri ini? Ekonomi carut marut, kemiskinan menjadi-jadi, keadilan dan kesejahteraan jauh panggang dari api.

Olehnya perlu diusut temuan BPK RI itu. Bukankah pembangunan dapat dirasakan masyarakat secara merata dan adil, jika saja pengelolaan keuangan di daerah-daerah itu baik, fokus pada kepentingan umum dan tidak ada praktek kecurangan didalamnya. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top