Banga Doel (deadline-news.com)-Palu-Praktisi hukum Rusmin Hamzah,SH,MH kepada deadline-news.com Minggu (29/1-2023), mengatakan sebagai warga kota Palu kita harus mensupport aparat penegak hukum (APH) terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi (TIPIKOR).
Menurutnya tipikor itu adalah kejahatan luar biasa (extra ordinery crime) yang benar-banar harus diberantas.
“Dan sebagai warga kota palu, kita harus memberi support kepada aparat penegak hukum yang benar-benar konsen terhadap penegakan hukum tindak pidana korupsi khususnya di Sulawesi Tengah ini,”ujar pengacara senior itu.
Ia menegaskan dukungan kuat dari kita semua (masyarakat), Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan pihak kepolisian tidak perlu ragu-ragu berantas itu korupsi, siapapun dia sikat bos,”tandas putra asal Tolitoli itu.
“Bukan hanya itu kepada media-media baik online, elektronik maupun cetak yang ada di palu khususnya di Sulteng harus ikut aktif ambil bagian mempublikasikan sebagai dari salah satu tanggung jawab jusnalistik,”tutur Rusmin.
Rusmin menegaskan sebagai warga kota palu kita juga harus mengkritisi budaya politisi yang diduga berusaha MEMAMFAATKAN PENGARUH jabatan nya untuk intervensi penegakan hukum khususnya dalam bidang penegakan hukum Tipikor.
“Kita semua punya hak dan peran untuk membangun kesadaran seluruh elemen tentang bahaya dan dampak akibat korupsi, kita hanya perlu menggunakan lebih banyak lagi hak kita, dan peran kita, untuk masa depan kita, masa depan bangsa indonesia yang bebas dari korupsi,”terang mantan calon Hakim Adhock tipikor itu.
Tanggapan Rusmin itu terkait seolah-olah adanya intervesi salah seorang anggota dewan perwakilan daerah (DPD) RI Dr.Abdul Rachman Thaha,SH,MH terhadap proses hukum penanganan dugaan dugaan korupsi sekitar Rp,7 miliyar di bank Sulteng yang melibatkan
masing-masing Rahmat Abdul Haris (RAH) Mantan Dirut Bank Sulteng, Bekti Haryono (Dirut PT. Bina Arta Prima (BAP), Nur Amin (Mantan Kadiv Kredit Bank Sulteng) dan komut PT.BAP Asep Nurdin.
Anggota DPD RI Abdul Rachman Thaha menjawab wawancara wartawan usai pertemuan dengan Kajati Agus Salim,SH,MH dan jajarannya Kamis siang (26/1-2023) mengatakan
tentunya proses penegakan hukum ini adalah hak subjektif daripada Kejaksaan tinggi.
“Nah persoalan bank Sulteng itu casenya soal keuntungan bisnis, tapi tentunya saya selalu mengingatkan Kejati dalam proses penegakan hukum tentunya mengedepankan sebuah hati nurani,”ucap Rachaman yang dikenal publik anak guru mengaji itu.
Ia mengatakan case bank Sulteng ada urusan bisnis disitu, sehingga harus dipisahkan antara urusan bisnis dengan penyertaan modal (uang) yang diberikan Nagara atau pemerintah daerah kepada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah seperti BPD/bank Sulteng itu.
“Tentunya hal ini juga saya melihat ada bisnis sehingga harus dipisahkan soal bisnis dengan keuangan negara. Karena bisnis itu tujuannya mencari keuntungan,”tegas anggota DPD RI Dapil Sulteng itu.
Namun kata Rachman kalaupun ada pelanggaran tindak pidana dalam urusan bisnis itu, ya harus diproses hukum. Hanya saja harus didudukkan secara profesional dan proforsional.
“Saya melihat bahwasanya ini kan kaitannya bisnis dengan “fee marketing” dimana PT.BAP mencari nasabah untuk bank Sulteng, termasuk penempatan dana bank Sulteng di bank lain,”jelas Rachaman.
Disinggung soal hak para tersangka dugaan korupsi di Bank Sulteng sekitar Rp, 7 miliyar untuk melakukan praperadilan, jika merasa keberatan dengan penetapan tersangkan dan penahanan oleh penyidik Kejati, kata Rachman iya mereka para tersangka akan melakukan upaya hukum itu.
“Saya melihat jika mereka melakukan upaya hukum praperadilan, maka mereka bisa bebas demi hukum karena terkait masalah fee marketing bisnis yang ditandai dengan adanya surat perjanjian kerjasama antara bank Sulteng dengan pihak lain,”terang Rachman.
Rachman dalam pertemuan dengan Kajati dan jajarannya memang sangat kritis, tajam dan menohok atas kinerja Kejati selama ini.
Bagaimana tidak, sejak Kajati di jabat Sampe Tua sampai Jacob Hendrik banyak kasus-kasus yang dipetieskan atau dihentikan penyelidikannya.
Sebut saja kasus dugaan korupsi proyek pembukaan jalan Peana-Kalamanta- Sadaunta di Kabupaten Sigi sekitar Rp, 6 miliyaran (Jaman Sampe Tua).
Kemudian kasus dugaan korupsi proyek Gardu Listrik di Morowali sebesar Rp,35 miliyar jaman Gerry Yasid.
Lalu kasus dugaan korupsi pembangunan destinasi wisata Pantai Mosing di Parigi Moutong jaman Jacob Hendrik, kasus jual beli jabatan di Pemprov Sulteng (Jacob Hendrik), kasus dugaan korupsi pasar raya Buol (Jacob Hendrik).
“Saya saja pejabat Negara jarang-jarang saya pergi pulang Jakarta Palu, padahal ini dapil saya. Tapi asisten bapak Kajati ada yang sering saya liat pergi pulang Jakarta,”tandas Rachman dalam pertemuan dengan Kajati dan
jajarannya.
Bahkan Rachaman sempat mencari Kasi Sidik Kejati Reza Hidayat,SH,MH yang kebetulan menangani kasus empat terduga korupsi bank Sulteng.
“Reza mana, ada Reza, itu anak, saya harapkan Kejati profesional dan proforsional didalam menangani dan memproses kasus-kasus pelanggaran hukum,”kata Rachaman dengan nada kritis.
Proses hukum atas dugaan korupsi di bank Sulteng yang berujung pada penetapan dan penahanan para tersangka mendapat apresiasi dari berbagai kalangan diantaranya, Dr.Jhony Salam,SH,MH akademisi Untad dan Harsono Bareky dari koalisi rakyat anti korupsi (KRAK).
Ada tiga masalah di bank sulteng yang nilainya masing-masing dugaan korupsi Rp, 7 miliyar yang saat ini sedang ditangani Kejati Sulteng.
Kemudian dugaan penipuan oknum mantan pejabat administrator bank sulteng cabang/unit Morowali senilai Rp,7 miliyar yang sendang ditangani Eksus Polda Sulteng.
Dan dugaan pemberian tantiem (hasil keuntungan) bagi komisaris dan Direksi Bank Sulteng yang belum lulus uji kelayakan dan kepatutan juga sebesar Rp, 7 miliyar. ***