“PHO DIATAS MEJA, DANA DICAIRKAN 100 PERSEN DAN DANA JAMINAN DIAMBIL SETELAH 20 HARI”
Ammank (deadline-news.com)-Mamujusulbar-Proyek kawasan kumuh di dalam kota Mamuju yang ditangani satuan kerja (SATKER) PIP2B yang melekat di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Sulbar dengan sumber dana APBN tahun 2015 senilai Rp.2.090.000.000,00, diduga bermasalah.
Proyek program kerja konstruksi pengembangan permukiman kumuh kawasan kota Mamuju itu, diduga menyalahi perjanjian kontrak. Celakanya lagi PHOnya diduga hanya diatas meja. Lokasi kegiatan proyek tersebut dibagi 3 khawasan dalam kota Mamuju, dan titik pekerjaan di pecah menjadi 14 segmen yaitu, untuk Ruas Karema 5 segmen, Ruas Rimuku 7 segmen dan Ruas Padang Panga 2 segmen.
Dibeberapa segmen pekerjaan proyek tersebut diduga tidak mengacu pada dokumen kontrak, sehingga menuai kontroversi dan juga mendapat kecaman tajam dari berbagai elemen baik dari Media, LSM, maupun Masyarakat setempat.
Saat awak media ini bersama elemen masyarakat setempat mendatangi Gedung Satker PIP2B Sulbar guna komfirmasi terkait proyek Peningkatan Kualitas Permukiman Kawasan kumuh didalam kota Mamuju yang diduga melakukan pelanggaran kontra kerja dan pratek penyalahgunaan APBN 2015. Informasi tersebut sesuai laporan sumber dari pengawas proyek dilapangan kepada wartawan ini, bahwa proyek yang di kerjakan oleh perusahaan CV. Yala Lambengi telah di bayarkan 100% tanpa PHO dilakukan di lapangan, tapi hanya PHO diatas MEJA.
Pekerjaan tersebut ada yang tidak tercantum dalam Dokumen Kontrak, kemudian uang yang sebagai tanda penjamin untuk perawatan pekerjaan tersebut ditarik dalam jangka waktu 20 hari, yang diduga atas persetujuan antara oknum yang ada di Satker PIP2B dengan oknum dari perusahaan (Kontraktor). Padahal jelas dalam ketentuan perjanjian uang penjamin diberlakuakan selama 6 bulan, baru kemudian bisa dilakukan penarikan/pengembalian.
Kasatker pip2b Sulbar M.Nur Dadjwi yang berkali – kali berusaha ditemui, selalu tidak berada ditempat. M. Nur Dadjwi mantan Satker itu, saat ini telah ditarik ke dinas PU Cipta Karya Sulbar dan menjabat sebagai Kepala seksi Air Minum tidak dapat ditemui di kantornya. Bahkan sudah beberapa bulan belakangan ini tidak pernah masuk kantor, entah kemana rimbahnya saat ini. Sesuai keterangan salah seorang stafnya bahwa Nur Dadjwi sebentara dalam pendidikan. “Maaf pak Pak Nur Dadjwi sementara dalam pendidikan,”kata Stafnya itu.
Sedangkan Heber yang selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), dalam proyek tersebut juga tidak berada ditempat. Dan sesuai keterangan Fauzan selaku Koordinator Lapangan yang saat ini menjabat bendahara di Satker PU Cipta Karya menjawab wartawan deadline-news.com saat ditemui di ruang kerjanya beberapa waktau lalu mengatakan kalau masalah proyek ini tidak ada hubungannya dengan KASATKER-nya, begitu pula katanya yang di sampaikan oleh Nur Dadjwi selaku KASATKER, jadi penanggung jawab sepenuhnnya adalah pak Heber.
Tapi Heber sudah dimutasi kerja diluar wilayah Sulbar. Saat ini Heber sudah dipindahkan ke Sulawesi Tengara (KENDARI), “Paparnya” terus pertanyaannya..? KASATKER-nya selaku apa Dong di istansi SATKER PU ini….? lanjut penjelasan Fauzan mengatakan, kalau masalah PHO-nya itu tanggung jawabnya Tim PHO dan saya tidak tahu siapa – siapa Tim PHO-nya itu yang dikatakan-Nya.
Secara terpisah Kadis PU Sulbar Ir. H. Nasaruddin mengatakan, siapa bilang kalau bukan Kasatkernya yang harus bertanggung jawab dan itu penjara baginya dan juga dia bilang laporkan saja itu perbuatan-Nya biar di proses “Ucapnya”.
Menurut Kadis PU Sulbar Nasaruddin, bahwa mengenai statemen yang di lontarkan oleh Fauzan sangat tidak logis (tidak masuk akal) sebab Kepala Satker itu adalah seorang pimpinan di istansi satker dan tentunya dialah KPA- nya dan begitu pula dengan Tim PHO-nya, pastinya dari istansi itu sendiri.
Dari permasalahan tersebut, patut diduga adanya permufakatan jahat secara berjamaah yang di lakukan antara Oknum KASATKER, PPK, Pengawas lapangan dan Oknum rekanan (KONTRAKTOR), untuk melakukan tindak pidana kejahatan yang bisa mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan Negara.
Pelanggaran kontrak kerja konstruksi yang dibiayai uang negara, baik itu APBD ataupun APBN selalu dihubungkan dengan UU No.31 Tahun 1999 tentang tindak pidana Korupsi. Sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) Berbunyi : Setiap orang yang secara melawan hukum yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi (Perusahaan), menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1000.000.000, (satu milyar). ***