Oleh Mohammad Africhal, Ketua HMI (MPO) cabang Palu periode 2024-2025
Kurang lebih 2 bulan lagi pelaksanaan pemilihan kepala daerah akan dilaksanakan serentak di seluruh daerah di Indonesia yakni 27 November 2024.
Setelah pendaftaran calon kepala daerah resmi telah selesai, terdapat 3 pasangan calon yang telah mendaftarkan diri sebagai gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tengah yakni pasangan calon Anwar Hafid dan Reny A.Lamadjido, diusung oleh partai Demokrat, PKS, dan PBB.
Selanjutnya adalah petahana bapak Rusdy Mastura berpasangan dengan Sulaiman Agusto Hambuako yang di dukung oleh partai PDIP, Hanura, Partai Buruh, dan Partai Ummat.
Terakhir pasangan calon Ahmad M. Ali dengan Abdul Karim Al-Jufri yang di usung oleh partai Nasdem, Gerindra, PSI, Golkar, PPP, PKB, PAN, dan Perindo.
Masing-masing pasangan calon gubernur dan wakil gubernur telah melakukan serangkaian proses pendaftran di Komisi Pemilihan Umum provinsi sulawesi Tengah dan kemungkinan besar siap berkompetisi pada kontestasi pemilihan Gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tengah tahun 2024 November mendatang.
Sebelum proses pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum, ketiga kadidat tersebut telah melakukan banyak rangkaian kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial dan hiburan di berbagai daerah di Sulawesi Tengah.
Baliho dan banner sudah begitu ramai terpampang di jalan-jalan, di lorong-lorong, bahkan sampai ke pelosok-pelosok desa di seluruh wilayah Sulawesi Tengah serta Safari-safari politik sudah bergitu massif dilakukan oleh para kandidat untuk memperkenalkan dan mensosialisasikan niat dan keinginan mereka untuk ikut pada kontestasi pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tengah tahun 2024.
Tentu itu merupakan suatu strategi yang efektif untuk menarik perhatian Masyarakat dan mungkin juga kebanyakan masyarakat merasa terhibur dan senang oleh gelaran konser dan kegiatan-kegiatan keramaian lainya, namun esensi dari kontestasi pemilihan kepala daerah merupakan pertarungan konsep dan gagasan Pembangunan daerah yang cemerlang dan realistis.
Di panggung-panggung konser, para kandidat hanya sekedar berorasi dan menebar janji-janji politiknya, yang kurang lebih tidak kurang 1 jam waktu mereka bersilat lidah kemudian setelah itu lebih dominan bernyanyi dan bergoyang ria.
Pada kondisi tersebut, proses penyampaian visi dan misi, gagasan-gagsan hanya sekedar formalitas dan riak-riakan belaka, tanpa Masyarakat ketahui apakah program-program tersebut berkualitas atau realistis untuk Pembangunan daerah.
Dan memang kebanyakan Masyarakat juga apatis atau tidak peduli terhadap apa yang disampaikan oleh para kandidat calon tersebut, perhatian mereka lebih terkonsentrasi pada Bintang tamu yang akan tampil dan beraksi.
Ada fenomena yang menarik pada gelaran pemilihan umum kepala daerah (PEMILUKADA) tahun 2024 kali ini, khususnya pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tengah. Dimana, beberapa bulan terakhir ini, hampir semua daerah-daerah kabupaten/kota di Sulawesi Tengah kerap di datangi grub-grub band nasional maupun local serta para artis, selebgram, influenser yang juga tidak pernah absen dalam memeriahkan gelaran konser dan aktivitas politik para kandidat calon gubernur dan wakil gubernur setiap kali berkunjung atau bersafari ke daerah-daerah yang ada di Sulawesi Tengah.
Sehingga terdapat istilah baru yang muncul di Masyarakat yaitu “mabuk konser” dikarenakan setiap kali daerah yang dikunjugi para calon gubernur dan wakil gubernur, pasti menggelar konser bertabur artis-artis papan atas maupun local. Sehingga Masyarakat di buat “mabuk” akan banyaknya konser-konser yang diadakan oleh para kandidat.
Srategi hiburan dalam kontestasi pilkada memang sesuatu yang banyak digunakan oleh politisi-politisi yang akan maju dalam setiap kontestasi pemilihan jabatan-jabatan public. Seakan itu merupakan hal yang wajib dan utama dalam strategi pemenangan.
Selain efektif untuk mengumpulkan Masyarakat, para kandidat pun tidak perlu bersusah payah dalam menjelaskan program-program mereka secara detail dihadapan Masyarakat, cukup membuat Masyarakat terhibur dengan nyanyian dan joget-jogetan, itu dianggap cukup untuk memikat hati Masyarakat untuk memilih mereka pada hari pencoblosan nanti.
Model politik hura-hura sepeti ini dapat merusak esensi demokarasi serta melanggengkan apatisme Masyarakat terhadap Pendidikan dan pengetahuan politik pada Masyarakat yang itu merupakan fungsi utama dari partai politik, serta politikus yang tergabung didalamnya.
Masyarakat digiring pada hal-hal yang tidak subtansial, hura-hura, di buat mabuk dengan serangan konser dan jogad-joded silih bergati dari masing-maing kandidat gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tengah.
Dalam Undang-undang partai politik, yakni Undang-undang Nomor 2 tahun 2008 pasal 11 point (1) menyebutkan salah satu fungsi partai politik yaitu sebagai sarana Pendidikan politik bagi anggota dan Masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan Negara (a); penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan Masyarakat (b); penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik Masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara (c); partisipasi politik warga negara (d); dan rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender (e).
Mengacu pada Undang-undang tersebut, mengharuskan partai politik termasuk anggota yang yang tergabung didalamnya casu quo para kadidat yang di usung oleh partai politik melakukan aktifitas kampanye dengan melibatkan partisipasi Masyarakat kepada hal-hal yang berorientasi pada Pendidikan dan kebermanfaatan yang bertautan dengan kondisi politik masyarakat yang sedang berlangsung di daerah masing-masing. serta penyerapan aspirasi dan ide-ide yang bersifat bottom up sehingga memungkinkan ide, gagasan dan aspirasi-aspirasi yang lahir merupakan bentuk originalitas dari Masyarakat untuk kemudian menjadi pertimbangan dan inspirasi bagi para kandidat calon agar terejawantah dalam visi dan misi atau program mereka kedepan.
Para kandidat dapat memanfaatkan putusan Mahkamah Kontitusi terkait diperbolehkanya kampanye di dalam perguruan tinggi (dengan syarat dan ketentuan) sehingga dapat membuka proses dialogis yang lebih konstruktif dan kritis.
Sehingga Masyarakat dapat megukur sejauh mana Tingkat efektifitas dan realistis dari program-program yang ditawarkan oleh masing-masing kandidat tersebut. Sampai tulisan ini dipublikasi, jadwal konser dari para kandidat masi dominan ketimbang jadwal dialog dan uji gagasan.
Sesekali para kandidat tersebut membuka ruang-ruang diskusi dan dialog seputaran visi dan misi mereka pada ruang-ruang yang kondusif, mendudukan serta menggodok gagasan dan konsep-konsep yang telah mereka rumuskan pada ruang-ruang akademik yang netral atau pada ruang-ruang masyarakat yang memungkinkan terjadinya proses dialogis seputaran gagasan yang telah mereka rumuskan sehingga memberikan partisipasi public atau masyarkat dalam menguji dan mengupas lebih dalam dan komprehensif gagasan-gagasan para kandidat yang banyak berseliweran di baliho-baliho, media sosial, dan kampanye-kampanye para calon gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tengah. Bukan malah adu konser dan artis. ***