Praktek suap di Mapolda Sulteng mestinya diproses sampai akar-akarnya.
Paling tidak semua yang diduga terlibat diproses secara hukum, termasuk para pemberi, penerima dan dugaan adanya aktor dibalik suap Rp,4,4 miliyar penerimaan calon siswa bintar Polri 2022 lalu.
Walau mantan sopir Kepala Bidang (Kabid) Dokkes Polda Sulteng dr.Budi, Bripda D, telah dihukum demosi (dipindah tugaskan dan penundaan kenaikan pangkat) selama 3 tahun, namun mestinya semua yang terindikasi diproses secara pidana dan dipecat dari keanggotaan Polri.
Sebab telah mencederai pencegahan dan pemberantasan korupsi. Suap adalah bagian dari korupsi. Olehnya siapapun yang terlibat dalam suap Rp,4,4 miliyar Casis bintara Polri itu mestinya diproses hukum.
Bripda D dalam sidang etik Polri, terbukti menerima suap dari orang tua calon siswa (casis) bintara Polri angkatan ke 2 tahun 2022, sekalipun kemudian dana Rp,4,4 miliyar itu dikembalikan ke para orang tua casis itu.
Bripda D kena operasi tangkap tangan (OTT) pada 28 Juli 2022 di jalan Cut Mutia Palu. Apakah Bripda D sendiri dalam melancarkan aksinya itu? Entahlah hanya Bripda D dan Tuhan yang tau.
Bripda D ditangkap membawa uang kurang lebih Rp,4,4 miliyar yang diangkut menggunakan dua mobil yakni Honda Jezz warna putih berplat DN 1111 NG. Dan Datsun warna putih.
Lalu siapa mengemudikan dan pemilik Datsun warna putih itu? Kenapa tidak dimunculkan. Dan apakah benar uang Rp,4,4 miliyar itu hanya untuk Bripda D?
Walau Bripda D telah dijatuhi hukuman Demosi, namun membuat publik bertanya-tanya. Kenapa hanya Hukuman Demosi?
Apakah bentuk kompensasi dimana Bripda D memasang badan untuk tidak menyeret yang lain dalam praktek suap penerimaan Casis bintara Polri itu.
Diduga uang kurang lebih Rp,4,4 miliyar itu suap atau pungutan liar (pungli) dari orang tua calon siswa bintara Polri angkatan ke 2 tahun 2022.
Adalah tim bidang Paminal yang dikepalai Simon yang menangkap Bripda D pada saat itu.
Diduga dana kurang lebih Rp, 4,4 miliyar itu diamankan pihak Paminal Polda Sulteng itu. Namun belakangan dikembalikan ke para orang tua casis itu.
Padahal mestinya dijadikan barang bukti untuk mengungkap siapa saja yang terlibat dan dibawa ke ranah pidana tipikor.
Lalu apakah Bripda D bermain sendiri dengan 18 calon siswa bintara Polri yang diduga menyuap yang totalnya kurang lebih Rp, 4,4 miliyar itu?
Mestinya pimpinan diatasnya ikut bertanggungjawab, sekalipun uang Rp,4,4 miliyar itu telah dikembalikan ke para orang tua casis itu.
Sebelumnya Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Pol Didik Supranoto melalui Kompol Sugeng menjawab deadline-news.com membenarkan adanya penangkapan oknum anggota Polda Sulteng inisial Bripda D terkait dugaan suap casis sebesar Rp, 4,4 miliyar itu.
“Benar mobil yang dikendarai Bripda D yang mengangkut Rp,4,4 miliyar ditangkap Subdit Paminal.Karena yang bersangkutan sudah lama diperoleh informasinya terkait sepak terjangnya.
Dan pada 28 Juli 2022, pihak Paminal melakukan penggerebekan kepada yang bersangkutan. Dan benar saja ditemukan dalam mobil yang dikendarainya uang sejumlah Rp, 4,4 miliyar,”jelas kompol Sugeng.
Menurut Sugeng, Bripda D saat ditangkap langsung ditahan sambil menunggu jadwal sidang kode etik ketika itu. Sedangkan ke 18 Casis tersebut telah digugurkan karena melanggar fakta integritas.
Sedangkan uang mereka sejumlah Rp,4,4 miliyar dikembalikan ke para orang tua mereka.
Disinggung siapa saja yang terlibat, karena tidak mungkin Rp,4,4 miliyar itu hanya untuk satu orang. Patut diduga akan diserahkan ke oknun panitia penerimaan casis bintara Polri lainnya.
Jawab Sugeng sampai saat ini baru satu orang yang terlibat yakni Bripda D, karena saat penangkapan uang tersebut dalam penguasaan Bripda D.
“Sedangkan uang tersebut sudah dikembalikan ke para orang tua masing-masing casis tersebut,”tutur Sugeng.
Uang mestinya ditahan sebagai barang buktinya. Dan semua orang tua ke 18 casis tersebut ikut diproses bersama Bripda D.
Karena itu adalah dugaan tindak pidana suap menyuap dimana ada pemberi dan ada penerima. Bahkan kalau perlu dikembangkan lebih luas lagi.
Termasuk seluruh panitia harus dilidik atas kasus dugaan suap itu. Bahkan lebih khusus Kabid Dokkes dr.Budi perlu diperiksa.
Sebab secara urusan kedinasan dan emosional, sangat dekat dengan terduga pelaku (Bripda D) suap menyuap yang OTT itu.
Karena secara kedinasan Bripda D adalah sopir Kabid Dokkes. Patut diduga Bripda D hanya menjalankan perintah seperti yang terjadi pada Bharada E dalam kasus pembunuhan berencan Brigadir J yang melibatkan Irjen Pol Ferdy Sambo CS.
Proses hukum dugaan suap Casis bintara Polri itu, tidak boleh hanya berhenti di Bripda D. Tapi harus dikembangkan lebih lanjut.
Dan siapapun yang terlibat harus diproses. Mereka yang terlibat tidak boleh dilindungi, termasuk Kabid Dokkes dr.Budi jika memang ada benang merahnya mengarah ke sana.
Semoga tidak ada kebohongan dibalik proses hukum ott suap casis bintara Polri itu. Karena sepandai-pandainya anda menyimpan kebohongan suatu saat akan muncul kebenarannya.
Bripda D harus jujur dan terbuka menyebutkan satu persatu siapa saja yang terlibat, jangan mau jadi tumbal kebohongan.
Kabid Dokkes dr.Budi yang beberapa kali dikonfirmasi via chat di whatsappnya tidak pernah memberi jawaban.
Selain diproses secara etik juga harus dibawa ke ranah tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang tindak pidana korupsi No.31 tahun 1999 yang telah diubah menjadi undang – undang no.20 tahun 2001.
Apalagi Bripda D sudah menyebutkan siapa saja yang terlibat dibalik suap casis bintara Polri itu.
“Sebenarny Bripda D sudah menyebut siapa semua yang terlibat menerima suap casis bintara polri itu. Karena Bripda D hanya petugas yang melakukan pengumpulan uang, sementara ada otaknya dibalik itu. Dan itu sudah diakui Bripda D dihadapan penyidik Propam,”kata sumber itu.
Dengan hanya hukuman demosi dan mengembalikan barang bukti hasil suap, Kapolda dan Bidang Propam Polda Sulteng mencerderai rasa keadilan.
Dan melemahkan penegakan hukum, khususnya pemberantasan tindak pidana korupsi termasuk suap menyuap didalamnya.
Dan apakah dengan pengembalian uang suap dapat menggugurkan pidana korupsinya. Kalau demikian kasus ini bisa saja jadi Yurisprudensi pada kasus-kasus suap mendatang yang ditangani Polda Sulteng.
Sebab Polda Sulteng sendiri memberi contoh yang tidak baik yakni mengembalikan uang suap sebesar Rp,4,4 miliyar.
Masih patutkah kita percaya penanganan dugaan korupsi di Polda Sulteng? Bukankah dugaan suap Rp,4,4 miliyar bukti nyata bahwa Polda Sulteng tidak memproses pidana suapnya, tapi justru hanya etiknya.
Padahal mestinya proses pelanggaran etik jalan dan proses hukum tindak pidana korupsinya juga berjalan. Para pelaku tipikor mestnya jangan dikasihani, tapi diproses biar menjadi pelajaran bagi siapapun khususnya para aparat penegak hukum itu sendiri. ***