Pemerintah “Gagal”

 

Pemerintah saat ini dibawah komando presiden Ir.H.Joko Widodo (Jokowi) termasuk “gagal.”

Betapa tidak? Katanya ekonomi akan meroket, tapi yang terjadi malah virus corona yang meroket. Banyak warga negara Indonesia meninggal dunia akibat terinfeksi virus asal Cina itu.

Selain itu perekonomian carut marut, hutang negara melambung tinggi, rakyat banyak yang sakit, nilai tukar rupiah ke mata uang asing juga tinggi.

Sementara daya beli masyarakat merosot akibat pendapatan mereka tidak menentu khususnya yang bergerak dibidang swasta, petani, nelayan dan umkm.

Hanya pegawai negeri sipil (PNS) termasuk pejabat dan karyawan BUMN/BUMD yang tergolong stabil ekonominya. Sebab mereka tiap bulan mendapatkan gaji dan tunjangan dari negara.

Pembangunan nasional juga tidak stabil. Banyak proyek fasilitas umum seperti jalan, jembatan, irigasi, hunian tetap bagi korban bencana tidak berjalan dengan baik.

Bahkan anggaran di desa-desa juga mengalami pemotongan (refocusing). Sehingga pembangunan ruas jalan tani di desa-desa terhambat. Syukur-syukur stabilitas nasional masih terjaga.

Walau di Poso dan Papua ada pergerakan separatis yang juga menyita perhatian dan konsentrasi aparat pejaga kedaulatan Negara.

Celakanya lagi peredaran dan perdagangan narkoba merajalela di negeri ini. Sungguh sangat memprihatinkan kondisi negeri ini.

Melihat kondisi ini, satu-satunya harapan kita adalah petani. Olehnya bantuan alat pertanian, pupuk bersubsidi dan racun hama sangat mereka harapkan. Paling tidak kebutuhan para petani itu tersedia alias tidak langka.

Program pemerintah dalam bentuk bantuan seperti keluarga harapan (PKH) di daerah-daerah dan pelosok desa banyak bermasalah.

Ada yang terdaftar namanya sebagai penerima PKH tapi haknya tidak didapatkan bahkan dianggap mati, sebut saja Tepu alis Pua Muhi.

Lelaki berumur kurang lebih 70an tahun itu sudah berbulan-bulan tidak menerima haknya baik dalam bentuk beras, telur maupun uang tunai. Padahal masih terdaftar sebagai penerima PKH.

Menurut Tura anak busung Tepu, pihak koordinator dan ketua kelompok PKH di dusun Lombo Desa Benteng Paremba Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang menganggap bapaknya sudah mati.

“Mereka menganggap bapak saya sudah mati, padahal masih hidup bugar, makanya saya sangat marah ke mereka, sambil lontarkan kalimat kapan kau datang baca doa kematian bapakku,”kata Tura dengan nada emosi.

Padahal bapak Tepu masih hidup sampai sekarang walau sudah sering kurang sehat akibat usia yang sudah menua.

Ada juga tidak mendapatkan haknya berbulan-bulan sejak awal 2021 sampai sekarang.

Artinya pemerintah benar-benar “gagal” mensejahterakan rakyatnya. Belum lagi hasil panen harga jualnya murah. Sebut saja jagung kuning (Tongkol) hanya dikisaran Rp,350-Rp,400 perkilogramnya.

Bagaimana masyarakat mau sejahtera kalau begini kondisinya. Pemerintah hanya sibuk menangkapi dan memenjarakan para pengkritiknya.

Padahal kritikan itu bagian dari vitamin untuk meransang agar kinerja pemerintah lebih ditingkatkan lagi dalam hal mengatasi masalah-masalah sosial dan ekonomi rakyat.

Rakyat sendiri ditekan, sedangkan bangsa asing diberi kelonggaran masuk ke negara ini. Katanya covid19 membahayakan dan rakyat dibatasi seluruh aktivitasnya secara terbuka. Tapi tenaga kerja asing diberi kelonggaran.

Belum lagi prilaku korup dalam tubuh pemerinrah dan oknum-oknum politisi. Lebih miris lagi penanganan dan penindakan tipikor terkesan tebang pilih dan penerapan hukum tidak berkeadilan. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top