Nepotisme Terlarangkah ?

Banyak pihak yang menganggap hubungan kekerabatan, kawan, handai tolan “Nepotisme” tidak boleh ada dalam organisasi yang kita pimpin.

Apalagi jika kita seorang pejabat politik/publik. padahal sejatinya Nepotisme itu tidak dapat dihilangkan?

Betapa tidak, jika kita seorang pemimpin organisasi atau pejabat publik/politik kita pasti butuh orang-orang yang mampu bersinergi, menjalankan visi dan missi serta program-program yang mendesak harus segera dilaksanakan.

Nepotisme dalam hal positif saya kira tidak ada masalah, yang terpenting transparansi pengelolaan anggaran dan pembagian kue pembangunan.

Sunggu ironis jika orang-orang disekeliling kita sebagai seorang pemimpin justru tidak mendukung visi dan missi serta program-program pembangunan yang mestinya harus segera dilaksanakan.

“Masa kita mau memasang orang-orang dalam organisasi yang kita pimpin sementara mereka berseberangan dengan kita. Pasti program-program kita dapat terhambat. Bahkan bisa mereka tidak laksanakan.”

Kita butuh orang-orang dalam organisasi yang kita pimpin mampu menjalankan tugas dan fungsinya, sehingga pelayanan kepada publik dan percepatan pembangunan dapat terlaksana dengan baik dan profesional.

Semua pemimpin butuh “pembantu” yang mampu menterjemahkan apa keinginan dan program-programnya, sehingga dapat terealisasi tepat waktu, transparan dan segera dapat dinikmati masyarakat.

Tidak perlu jauh-jauh, masa kepemimpinan pak Gubernur Syahrul Yasin Limpo (SYL), adik kandungnya ditempatkan di OPD sebagai Kepala. Sebut saja Irman Yasin Limpo ditempatkan di Dinas Pemdidikan dan Kebudayaan. Kemudia Haris Yasin Limpo diangkat jadi Dirut PDAM, selain itu ponakannya ditempatkan pada Karo Humas Pemprov Sulsel. Dan beberapa koleganya ditempatkan pada posisi strategis di OPD.

Begitupun proyek-proyek, ada kolega-kolega terdekat yang profesinya sebagai penyedia jasa pengadaan dan pembangunan infrastruktur yang ikut mendapatkan proyek-proyek di Pemprov. dan hal semacam itu sah-sah saja, sepanjang positif dan profesional.

Sebab karena profesinya mereka belerja dengan baik untuk menghidupi keluarganya. Itu yang tidak bisa jika terjadi monopoli dan diarahkan atau ada intervensi testruktur dan secara masif.

Tapi kalau semuanya normal-normal saja, kenapa tidak? Justru “Nepotisme” secara positif harus ada demi mendukung dan terwujudnya program-program yang berpihak kepada masyarakat banyak.

Yang tidak boleh Nepotisme itu dalam hal membangun kekuatan untuk merampok kekayaan dan keuangan negara.

Tapi sepanjang sesuai koridor hukum dan aturan yang berlaku tidak ada masalah. Hanya saja memang orang lain yang bekerja secara jujur, bersih, transparan, bertanggungjawab, taat dan patuh terhadap pimpinan serta profesional juga harus dan perlu dipertimbangkan untuk ditempatkan pada posisi yang mendukung program-program kita sebagai pimpinan tertinggi dalam organisasi apa saja, termasuk Bupati,Walikota, Gubernur dan Presiden.

Terkait dengan pergantian dan penempatan pejabat diskeliling organisasi yang kita pimpin, orang luar bisa saja mengkritiknya, tapi tidak dapat menghalanginya, karena itu adalah hak proregatif kita sebagai seorang pemimpin dan pengambil kebijakan dan keputusan, yang penting tidak dalam pelanggaran ranah hukum.

Biasanya jika ada orang luar organisasi yang kita pimpin bereaksi saat ada pergantian pejabat, itu menunjukkan bahwa kolega mereka mulai hilang, sehingga akses mereka masuk ke organisasi yang kita pimpin tipis kemungkinan mereka bisa masuk untuk mendapatkan keuntungan.

Makanya mereka sangat reaksional saat mendengar dan melihat kenyataan bahwa komega mereka telah diganti.

Diharapkan masyarakat secara luas dapat memahami kebijakan dan keputusan yang diambil oleh para pemimpin kita, sepanjang transparan dan tidak merugikan rakyat dan negara. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top