31 Desember 2019, merupakan akhir dari laporan progress penyelesaiaan pekarjaan proyek pemerintah. Proyek-proyek itu dibiayai oleh dana alokasi khusus (DAK) anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Dan ada juga yang dibiayai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Proyek-proyek itu tentunya diharapkan bermanfaat bagi masyarakat, misalnya jalan, jembatan, gedung rumah sakit/puskemas, gedung sekolah dan gedung-gedung pemerintah lainnya.
Hanya saja terkadang pemilik jasa konstruksi tidak mampu menyelesaikan dengan tepat waktu. Akibatnya demi mengejar serapan anggaran, pekerjaan asal-asalan, tak berkwalitas.
Celakanya lagi progress volume pekerjaan terkadang diakal-akali menjadi 100%. Padahal baru mencapai 75%-80%. Hal ini sering dilakukan penyedia jasa konstruksi berkoloborasi pejabat pembuat komitmen dan konsultan proyek, agar dapat mencairkan anggarannya.
Sebab kalau tidak, maka uang tersebut akan dikembalikan ke Negara dan membuat usulan anggaran baru lagi untuk kelanjutan proyek itu, dan belum tentu diakomodir lagi.
Sebenarnya praktek mengakal-akali progress volume pekerjaan ini bagian dari kolobari praktek koruptif. Hanya saja, aparat penegak hukum terkesan tutup mata atau memang tidak tahu atau pura-pura tidak tahun kasus seperti ini.
Sebut saja proyek beberapa jembatan di ruas jalan nasional yang menghubungkan wilayah lintas Sulawesi bagian pantai Barat Donggala ke Tolitoli. Proyek jembatan yang dibiayai DAK tahun 2018 itu, telah menyeret rekanan, PPK (penyedia) pekerjaan dan konsultan masuk ke ranah hukum.
Artinya pada proyek anggaran tahun 2019 ini, bukan tidak mungkin praktek serupa terjadi dibeberapa pekerjaan proyek pemerintah di Palu khususnya dan Sulawesi Tengah umumnya.
Walikota Palu Drs.Hidayat, M.Si dalam satu kesempatan di Jakarta menegaskan bahwa sebenarnya paket-paket proyek pemerintah banyak yang hanya mengejar separan anggaran, tanpa mempertimbangkan azas manfaatnya.
“Prilaku semacam ini saya anggap kesalahan perencanaan, karena hanya mengejar serapan anggaran, tanpa memperhatikan azas manfaatnya bagi masyarakat. Tentunya kedepan hal seperti ini harus dihindari, agar pembangunan yang dibiayai pajak rakyat dapat bermanfaat bagi kemaslahatan rakyat,”tegas Walikota Hidayat.
Pantauan deadline-news.com di Kota Palu terdapat beberapa proyek infrastruktur baik yang dibiayai APBN (DAK) maupun APBD masih banyak yang progresnya baru mencapai 50-80 persen. Olehnya diminta kepada aparat penegak hukum menindakinya. Paling tidak menjadi teguran agar kedepan tidak terjadi hal serupa yang tentunya merugikan Negara, rakyat dan Bangsa ini. ***