Hujan deras sepanjang hari mulai pukul 12:00 siang sampai malam hari melanda kota Palu dan Donggala Selasa (28/3-2023).
Akibatnya banjir disebagian ruas jalan nasional mulai dari Palu hingga ke Donggala.
Di beberapa lokasi pertambangan galian C, di sepanjang ruas jalan nasional Palu – Donggala Sulawesi Tengah berserakan material pasir, krikil dan lumpur.
Ruas jalan nasional yang diapit terminal untuk kebutuhan sendiri (Tuks) dan lokasi tambang terdapat material pasir dan krikil menggunung, sehingga air yang mengalir membawa material dari lokasi tambang bertumpuk dan menggenangi badan ruas jalan nasional.
Banjir dibeberapa tempat yang terdapat lokasi pertambangan diatas gunung sepanjang jalan ke Donggala itu setinggi lutut orang dewasa.
Material tambang yang dibawa air dari lokasi pertambang itu siapa yang mestinya bertanggungjawab?
Karena kondisi itu mengganggu pengguna jalan dan merusak sebagian badan jalan nasional Palu- Donggala itu.
Pemerintah melalui Kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR) liding sektor balai pelaksana jalan nasional harus tegas terhadap para pelaku pertambangan galian C yang materialnya berserakan di badan jalan.
Begitupun dengan Dinas lingkungan hidup dan Perhubungan agar menegur dan memerintahkan para petambang membuat saluran air (kanal) yang pembuangannya langsung ke laut dengan membuat gorong-gorong dibawah jalan, sehingga ketika musim hujan tidak ada lagi banjir dan material di sebagian badan jalan.
Banjir dan material berserakan di sebagian badan jalan ruas nasional ini mulai dari Kelurahan Tipo Palu, Loli Dondo sampai ke Kabonga.
Salah seorang pemerhati lingkungan dan tambang mengatakan pabila benar material berserakan di jalan dari lokasi tambang, maka sudah seharusnya yang bertanggung jawab ada Kepala Teknik Tambang ( KTT), sebagai penanggung jawab K3 dan Lingkungan.
Kemudian harus ada pengawasan rutin dilaksanakan lnspektur Tambang (IT) terkait pelaksanaan pengelolaan K3 dan Lingkungan.
Biasanya pengawasan rutin dan berkala dilaksanakan oleh dinas lingkungan hidup Kabupaten dan kota sesuai wilayahnya masing-masing.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 274 ayat (1), “Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.***