“Ada korupsi dibalik 5 tahun Pasca Bencana”
Sore itu Jumat 28 September 2018, Azan Magrib mulai berkumandang terdengar bersahut-sahutan dari masjid-masjid dan surau, namun tiba-tiba getaran dasyah menggungcang bumi Palu, Sigi dan Donggala.
Pun listrik padam. Dalam kegelapan malam, bumi tadulako terus berguncang, air lautpun naik sekitar 20an meter disertai gulungan ombak yang tatkala dahsyatnya, begitupun dengan tanah menjadi bubur, terbalik, menggulung seluruh bangunan, tiang listrik, tower dan pepohonan yang berdiri diatasnya.
Iya, adalah bencana alam gempa bumi, likuifaksi dan tsunami (bencana genit) lima (5) tahun lalu menerjang Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala) sulawesi tengah 28 September 2018 itu.
Ribuan korban jiwa, triliunan kerugian harta benda dan puluhan ribu warga masyarakat jadi pengungsi.
Dikutip di BNPB.go.id sebaran korban gempa 7,4 magnetudo itu:
1.Di Kota Palu 1.703 orang meninggal dunia.
- Donggala 171 orang.
Sigi 366 orang.
Parigi Moutong 15 orang.
dan Pasangkayu 1 orang.
Dan sebanyak 1.309 orang hilang, 4.612 orang luka-luka dan 223.751 orang mengungsi di 122 titik.
Gempa bumi bermagnitudo 7,4 disusul tsunami dan likuefaksi yang melanda Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 itu tak hanya menelan 4.340 korban jiwa.
Bencana alam tersebut juga menimbulkan kerugian material hingga Rp 18,48 triliun. Sementara anggaran rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana pasiga itu hanya Rp, 15 triliunan. Anggaran itu berasal dari pinjaman bank dunia.
Anggaran pendapan dan belanja negara (APBN) tersebut berasal dari dana loan bank dunia yang menjadi hutang negara untuk rehabilitasi dan rekonstruksi fasilitas umum, seperti ruas jalan nasional, jembatan, bendungan dan irigasi pertanian, gedung-gedung pemerintah, fasilitas pendidikan, hunian tetap serta pembuatan sumur artesis untuk penyediaan air bersih.
Mereka yang masih hidup sebagian masih tinggal di pengungsian hunian sementara (huntara) baik yang dibangun sendiri, pemerintah maupun bantuan dari para pemerhati kemanusiaan.
Lima (5) tahun pasca bencana alam genit itu ternyata masih banyak yang belum tuntas, masih ada penyintas yang tidak mendapatkan hunian tetap (Huntap). Bahkan masih banyak yang tinggal huntara.
Diperkirakan 10-15 persen korban bencana alam genit masih tinggal di tenda-tenda pengungsi atau hunian sementara (huntara) yang berada di tiga wilayah yakni Palu, Sigi dan Donggala.
Berdsarkan data yang dihimpun dari relawan bencana pasiga Moh.Raslin yang dikutip dari data SKP-HAM, saat ini masih ada sekitar 6.000 kepala keluarga (KK) di wilayah terdampak bencana (WTB), masih ada penyintas yang belum mendapatkan hunian tetap (huntap). Data tersebut tersebar di Kota Palu Kabupaten Sigi dan Donggala.
Di kabupaten Donggala Mulai dari Tompe 1, Tompe 2 Tompe 3, Tanjung Padang, Wani 1 dan wani 2 masih terdapat masyarat yang tinggal di huntara.
Begitupun untuk Kota Palu mulai dari Pantoloan, Tawaili Mamboro, Layana, Hutan Kota, Valangguni, Lere dan Petobo masih terdapat korban bencana tinggal di huntara.
Kemudian kabupaten Sigi titik huntara yang masih terdapat penyintas mulai Sibalaya Utara, Sibalaya Selatan, Bangga dan Poi.
Ironisnya lagi huntara-huntara itu sudah banyak yang rusak. Ada yang lantainya rusak-rusak dan dinding yang terbuat dari kalsibor bolong-bolong.
“Akibatnya sebagian sudah menjadi tuna wisma sehingga jumlah penyintas di titik-titik huntara kesulitan di identifikasi namun berdasar data SKP-HAM masih ada sekitar 6000 KK yang belum mendapatkan hak hunian,”kata aktivis kemanusiaan dan anti korupsi itu.
Menurut Raslin berdasarkan data informasi dari satker Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ibu Erpika saat ini sedang dibangun 3.591 unit huntap yang tersebar di lokasi Kota Palu Sigi dan Donggala.
Pun bantuan logistik mereka “tidak dapat lagi” dari pemerintah. Kalaupun ada hanya bantuan dari perorangan yang bersimpati maupun organisasi ataupun pengusaha-pengusaha dermawan.
Berdasarkan data lapangan yang diperoleh bahwa pembangunan hunian tetap (Huntap) yang terdampak pasca bencana alam pasigala di wilayah Kabupaten Sigi dimulai sejak tahun anggaran 2022 – 2023 mencakup 7 desa yakni:
- Desa Pombeve sekitar 1200 unit Huntap terletak di kec. Biromaru.
Desa Sibalaya Selatan kec Tanambulava 143 unit huntap.
Desa Sibalaya Utara kec tanambulava 64 huntap satelit model risa.
Desa Lambara kec. Tanambulava sekitar 67 unit.
5.Desa Bangga kec. Dolo Selatan sekitar 148 unit huntap
- Desa Poi kec. Dolo Selatan jumlah huntab sekitar 50 unit lebih
Desa Daluwa kec. Kulawi jumlah huntab sekitar 70 unit lebih.
Kata Afdal, S.Pd Kepala desa Sibalaya Utara.
“Adapun pembangunan Hutap type satelit di tiga desa yakini Sibalaya utara (Silut), Sibalaya Selatan (Silat) dan Lambara, atas desakan masyarakat setempat, dikarenakan kala itu, pemerintah Sigi masih fokus pada pembangunan huntap di Desa Pombeve Biromaru yang berjumlah ribuan unit tersebut,”jelasnya. Kemudian selanjutnya:
Sementara di Desa Binangga kecamatan Marawola proyek revitalisasi rekonstruksi pembangunan hunian tetap untuk masyarakat di kecamatan setempat ditiadakan.
Hingga kini setelah 5 tahun pasca bencana alam pasigala berlalu masih ada 5 kepala keluarga yang masih menggantungkan hidupnya tinggal di huntara.
Hasil investigasi deadline-news.com group detaknews.id pekan lalu (10/9-2023), kelima (5) kk yang hingga kini masih hidup dan tinggal di huntara yakni, pak Jefry, pak Rizli, pak Surman, pak Ikbal dan pak Alias.
Untungnya dari ke 5 kk penghuni huntara tersebut telah dikondisikan dengan bantuan program keluarga harapan (PKH) untuk mendapatkan Bansos berupa beras.
Lebih parah lagi Muh.Sain salah seorang warga Jono Kecamatan Sigi Biromaru yang rumahnya hilang digulung likuifaksi, malah didata badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) sigi tercatat sudah menerima bantuan stimulan Rp, 50 juta.
Sehingga tidak dapat lagi bantuan huntap. Padahal sampai saat ini sama sakali belum pernah mendapatkan bantuan apa-apa, serupiah pun.
“Setiap saya mengurus ke kantor desa selalu diping pong disuruh ke kantor camat dan BPBD Sigi. Dan sebelum-sebelumnya timnpendataan sudah mengambil dokumen kami. Tahu-tahunya data saya sudah digunakan orang lain untuk mendapatkan bantuan stimulan Rp, 50 juta. Padahal demi Allah kami belum pernah mendapatkan serupiah pun bantuan stimulan,”tegas Sain.
Hal ini diketahui dari Kepala Balai prasaranan permukiman wilayah sulawesi tengah (BP2WS) Sahabaddin.
“A.n Muh. Sain, msuk di SK tahap tahap 3 dan tahap 6 pak (2 kali terbit). Ketika kami sandingkan datanya dgn data BPBD Sigi, beliau masuk dalam SK bantuan stimulan. Artinya beliau telah menerima Dana huntap Stimulan. Karena itu, di file kami dimasukkan dalam data kategori anomali. Artinya tdk bisa lagi menerima huntap pupr.🙏🏽,”tulis kabalai BP2WS itu menjawab deadline-news.com.
Mirisnya, dari 5 kepala keluarga tersebut, mereka mengaku, bahawa dahulu setelah pendataan dari BNPB dan BPBD Sigi, data nama mereka terinput, namun kenyataannya hingga saat ini mereka masih terus tinggal dan menetap di huntara tersebut.
Sementara itu dari BNPB Provinsi sulteng diperoleh data Huntap yang tersedia dan sudah dihuni di kota Palu yakni :
I.Huntap Tondo 1
– Budha Tsuci : 1500 unit
– AHA Center: 100 unit
II.Huntap Duyu
– 230 Unit
III.Huntap Balaroa
– 181 Unit
IV.Huntap ARKOM Mamboro
– 39 Unit
Total Huntap yg telah di huni sejumlah 2.050 unit.
Sedangkan yang masih dalam proses pembangunan yakni :
1.Huntap Tondo II : 1.055 unit.
2.Huntap Talise : 599 unit.
3.Huntap Petobo: 655 unit.
4.Huntap Lere : 39 unit.
5.Huntap Mpanau : 50 unit.
Kemudian yang tinggal di huntara misalnya di kota Palu terdapat di
Pantoloan, Tawaili Mamboro, Layana, Hutan Kota, Valangguni, Lere dan Petobo.
Di Huntara Petobo misalnya masih terdapat 300san kk yang sebelumnya 800san – 1000an lebih. Dan mereka masih dapat bantuan beras pada program stunting tapi itu berlaku diseluruh kelurahan se kota Palu. Tapi lauk pauk sudah tidak ada.
“Di sini di huntara petobo masih sekitaran 300san kk yang tinggal. Dan mereka masih mendapatkan bantuan beras dari Bulog, kalau lauk paut sudah tidak ada. Kecuali dari para dermawan dan NGO,”kata kepala kelurahan Petobo Alfian menjawab deadline-news.com group detaknews.id Senin (4/9-2023).
Menurutnya dari jumlah yang tinggal di huntara sebelumnya 800san-1000an sebagian sudah pindah di huntap tondo dan separuh sudah ada bangun rumah sendiri.
“Saat ini pemerintah sedang membangun 655 huntap di kelurahan petopo,”ujar Alfin.
Di huntara hutan kota masih terdapat sekitar 100san kepala keluarga (kk). Dan mereka mengaku sudah tidak dapat bantuan sosial (bansos) lauk pauk dari pemerintah.
“Kami disini di huntara hutan kota masih sekitar 100 KK. Dan kami sudah tidak dapat bansos beras,”Kata salah seorang penghuni huntara hutan kota yang mengaku bernama Helmy Ahmad menjawab deadline-news.com Senin (11/9-2023) di huntara hutan kota yang diamini 6 orang ibu-ibu yang sedang duduk-duduk diteras depan huntara itu.
Kemudian di Huntara Angkasamuda Layana masih terdapat 78 kk. Mereka sudah tidak dapat lagi bantuan beras, kecuali Program Keluarga Harapan, PKH yang nilainya sekitar Rp, 700.000 pertiga bulan bagi yang memiliki anak usia balita.
“Sedangkan yang sudah usian sekolah dasar sekitar Rp, 205,000 pertiga bulan. Dan sudah tidak dapat bantuan sembako dari pemerintah,”ujar pak Tato.
Hal senada juga dikatakan Abdul Azis koordinator forum penyintas huntara Layana menjawab deadline-news.com Rabu (13/9-2023) di huntara Layana.
Azis menjelaskan sebelumnya warga huntara layanan mencapai 120 orang. Namun kemudian tersisa 74. Karena yang lain sudah dapat huntap tondo dan sudah ada juga yang membangun sendiri setelah anak atau keluargannya membelikannya tanah untuk membangun rumah.
“Yang masih tersisa ini tidak dapat lagi huntap, alasan tidak punya alas hak, padahal ada rumah di pinggir panta dupa, hilang diterjang tsunami 28 September 2018 saat bencana 5 tahun lalu. Kami semua sudah didaftar saat pendataan budha suci sebanyak 76 orang. Tapi katanya karena rumah kami tidak bersertifikat atau tidak punya alas hak, sehingga kami tidak dapat lagi huntap,”jelas lelaki asal Gowa sulsel itu.
Kata dia, walikota Palu Hadianto Rasyid menjanjikan bantuan pembangunan rumah masing-masing asalkan sudah memiliki lahan sendiri.
“Pak wali janjikan ke kami akan membantu membangunkan rumah dengan nilai Rp, 50 juta jika kami punya lahan sendiri,”ucapnya.
Kata Azis dirinya bersama warga huntara layana lainnya, sudah bersurat ke ketua DPRD Sulteng Hj.Nilam Sari Lawira untuk bermohon bantuan penggalangan dana guna pembelian lahan 1 hektar area di layana atas, namun sampai saat ini kami hanya dijanji-janji.
“Pada bulan januari 2023, anggota DPRD fraksi Gerindra bapak Dr.Alimudin Paada yang nota bene dapil kota Palu menjanjikan akan mengumpulkan bantuan Rp, 1 juta peranggota DPRD yang jumlahnya 45 orang untuk panjar pembelian lokasi 1 hektar di layana atas, namun janji tersebut tinggal janji tidak pernah ada realisasi. Kemudian kami menemui lagi pak Alimuddin Paada untuk realisasi janjinya itu. Tapi hanya mau di kasih dari beliau Rp, 2,5 juta. Kami tolak, karena bukan untuk kepentingan saya sendiri tapi untuk semua penyintas yang masih tinggal di huntara layana ini,”tegas Azis.
Kemudian pak Alimudin Paada menyuruh kami menagih ke ketua DPRD Ibu Nilam (Fraksi Nasdem), namun saat ketemu beliau bilang sudah turun suratnya ke komisi yang menangani rencana bantuan tersebut. Tapi lagi-lagi sampai sekarang tidak ada realisasinya.
Anggota DPRD Sulteng Dr.Alimudin Pa Ada yang dikonfirmasi via whatsAppnya Kamis (14/9-2023) mengaku tidak pernah menjanjika bantua Rp, 1 juta dari peranggota DPRD sulteng ke penyintas yang masih tinggal di huntara layana.
Tapi justru Ibu Ros Batalipu dari Fraksi PKB dapil Buol, yang melontarkan kalimat akan membantu para penyintas yang masih tinggal di huntara layana dengan cara urungan dari para anggota DPRD sulteng.
Namun hal itu agak sulit dilakukan karena belum tentu semua anggota DPRD itu mau menyumbang Rp, 1 juta peranggota untuk meringankan beban pengadaan tanah para penyintas yang masih tinggal di huntara Layanan.
“Karena disamping bukan dapil mereka, juga mereka tidak tahu, sebab hanya inisiatif Ibu Ros Batalipu tanpa berkoordinasi dan berkomunikasi lebih dahulu dengan anggota DPRD lainya. Makanya saya semput tegur ibu Ros, kenapa bicara begitu,”ujar politisi partai gerindra dapil kota Palu itu.
Sementara itu ketua DPRD Sulteng Dr.Hj.Nilam Sari Lawira yang dikonfirmasi via chat di whatsAppnya rabu malam (13/9-2023) mengaku belum tahu soal janji anggota DPRD sulteng Rp, 1 juta peranggota untuk penyintas yang masih tinggal di huntara layana.
“Bantuan dana apa? Belum ada pemberitahuan ke sy tentang itu,”tulis politisi partai Nasdem sulteng itu.
Kemudian untuk kabupaten Donggala masih terdapat 200san kepala keluarga (kk) penyintas yang masih tinggal di huntara, tepatnya di Tompe kecamatan sirenja.
“Untuk kabupaten Donggal sisa penyintas yang masih tinggal di huntara sekitar 200san kk di Tompe kecamatan Sirenja,”kata Kaban BPBD sulteng Akris Fatta Yunus menjawab deadline-news.com Kamis (14/9-2023) di Palu.
Lima (5) tahun pasca bencana pasigala ternyata masih menyisahkan banyak masalah krusial.
Diantaranya dugaan korupsi sumur artesis untuk penyediaan air bersih warga huntap tondo. Kemudian lahan masyarakat diatas huntap II tondo yang sudah bersertifikat.
Menyikapi berbagai masalah yang belum tuntas dan berbau korupsi pasca bencana pasigala itu, tim pelaksana operasional Jaksa Agung Muda (Jam) Intelijen RI sedang melakukan penyelidikan dugaan permasalahan paket non tender hunian pasca benca Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala).
Adalah prasarana dasar kavling unit tahap 2C, 2D dan 2E yang diduga bermasalah.
Oleh sebab itu JAM Intelijen melakukan permintaan keterangan untuk pulbaket ke sejumlah pejabat di Balai Prasarana Permukiman wilayah sulawesi tengah (BP2WS) dan Balai Perumahan Selasa (22/8-2023) bulan lalu. ***