PASANGKAYU Sudah jatuh, tertimpa tangga lagi. Begitulah nasib masyarakat Petani Perkebuna Kelapa Sawit di tiga Desa yakni Desa To Oni, Desa Buluhparigi dan Desa Sipakainga Kecamatan Baras dan Kecamatan Doripoku kabupaten Mamuju Utara (Matra) Provinsi Sulawesi Barat.
Diduga mereka dianiaya oleh oknum Polisi bayaran untuk menjaga di perusahaan perkebunan Kelapa Sawit PT.Unggul. Bukan hanya dianiaya, tapi mereka ditangkapi dan dimasukkan kedalam Sel Polres Matra, bahkan diproses sampai ke Pengadilan Negeri Matra. Mereka yang menjadi korban kebrutalan aparat keplisian itu dinataranya Kaco dan Dahlan. Demikian ditegaskan Baharuddin Pulindi, SH selaku pendamping dan pengacara masyarakat korban penyerobotan oleh PT.Unggul.
Menurutnya kronologis dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum Polisi yang bertugas menjaga di PT.Unggul itu, berawal dari sengketa lahan perkebunan seluas 1000 hektar are. Lahan itu diklaim oleh manajemen PT.Unggul sebagai miliknya. Begitupun dengan masyarakat mengklaim sebagai miliknya. Sebab memang secara adat,wilayah itu bagian dari pemukiman warga asli daerah di tiga Desa itu. Dan sebagian memang pendatang tapi sudah puluhan tahun tinggal disitu dan telah membeli lahan lalu mereka menanaminya dengan kelapa sawit. Namun setelah berhasil (sudah produktif), lalu PT.Unggul mengklaim sebagai miliknya. Bahkan menyewa oknum aparat Keplisian untuk menjaga dan mengamankan areal perkebunan di wilayah PT.Unggul.
Karena lahan itu besengketa antara warga dengan PT.Unggul maka jalan tengahnya Polisi melarang kedua belah pihak untuk masuk dan mengabil buah kelapa sawit. Karena masyarakat merasa kebun kelapa sawit itu miliknya, maka merekapun memanennya. Namun ironisnya mereka tangkapi, dianiya hingga babak belur dan dimasukkan kedalam Sel Polres Mamuju Utara. Saat itu Polres Mamuju Utara masih dipimpin AKBP Adri Irniadi, SIK. Lahan warga yang diakui oleh PT.Unggul itu sebagai miliknya luasnya mencapai 1000 hektar are. Dan sekitar 500 kepala keluarga yang bermukim di sekitar lahan itu.
Kata Baharuddin pihaknya pekan kemarin segera turun kelokasi untuk melakukan advokasi terkait penyerobotan dan penganiayaan yang diduga dilakukan manajemen PT.Unggul melalui aparat negara. “Hari Jumat (5/12-2014), kami akan turun kelapangan untuk melihat secara langsung lahan yang diserobot PT.Unggul itu. Dan setelah itu kami akan mengambil langka-langka yang hukum terhadap perlakuan manajemen PT.Unggul kepada masyarakat.
Menanggapi perlakuan manajemen PT.Unggul terhadap masyarakat melalui alat negara (Polisi), membuat Ketua DPRD Matra H.Lukman Said, S.Pd, M.Si geram. Ia sangat menyesalkan perlakuan Polisi menganiaya masyarakat yang seakan-akan membela kepentingan perusahaan (PT.Unggul-red). Padahal Polisi dimandatkan oleh Negara untuk melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat. Oleh sebab itu, dengan kejadian itu pihak DPRD Matra segera mengundang manajemen PT.Unggul dan Polres Matra untuk rapat dengar pendapat (Hearing). Sehingga tidak ada lagi praktek-praktek penganiayaan terjadap rakyat. “Kalau ada persoalan dibicarakan secara baik-baik dan elegan. Jangan main pukul terhadap rakyat. Karena kalau rakyat marah, bisa-bisa PT.Unggul kena dampaknya,”tegas politisi PDIP itu. (Doel)