Oleh Moh. Jafar Bua
Bulan-bulan ini media sosial, media massa dan bisa jadi perbincangan di warung-warung kopi diisi oleh topik yang sama; Partai Komunis Indonesia dan pahamnya. Diskusi awalnya adalah perlu tidaknya film G30S/PKI ditonton kembali beramai-rami atau tidak?
Sekadar mengingat kembali catatan sejarah, pada Kamis, 30 September 1965 hingga Jumat, 1 Oktober 1965 dinihari terjadi apa yang kemudian kita kenal sebagai Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia.
Dalam dokumen-dokumen resmi pemerintah disingkat menjadi G30S/PKI. Ada pula yang memberinya nama Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh). Ada juga Gestok (Gerakan Satu Oktober).
Peristiwa traumatik ini begitu membekas di lintasan sejarah negara kita. Di mana ketika itu tujuh perwira tinggi militer dan beberapa lainnya dibunuh dalam suatu usaha kudeta.
Saya dan banyak pihak lainnya sepakat menyebut ini sebagai kudeta berdarah. Sesuai hasil otopsi, tujuh jenderal itu ditembak dan ditusuk dengan bayonet lalu kemudian dibuang ke sumur tua yang kita kenal sebagai lubang buaya di sekitar Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusumah.
Gerakan yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia, salah satu partai politik besar di Indonesia itu seperti menikam dari belakang saudara sendiri. Saat itu, Indonesia dalam kondisi resesi ekonomi yang luar biasa.
Sontak peristiwa itu membuat demonstrasi anti-PKI dan anti-komunis menggelombang di seluruh Indonesia. Mayoritas rakyat Indonesia saat itu bersepakat: Tidak ada tempat lagi buat PKI dan pahamnya hidup di Indonesia. Nanti pada 11 Maret 1966, saat Letnan Jenderal Soeharto diberi kewenangan penuh oleh Presiden RI Soekarno dengan Supersemar – Surat Perintah 11 Maret, perwira militer yang kemudian menjadi Presiden Indonesia membubarkan PKI.
Kemudian Ketua MPRS Jenderal AH. Nasution meneken TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tertanggal 5 Juli 1966 yang memperkuat keputusan itu. PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Ajaran komunisme, marxisme dan leninisme pun dilarang di seluruh wilayah Indonesia.
Kita semua saya rasa bersepakat. Tidak ada tempat buat PKI dan ajarannya di negara kita. Tapi tak perlu risau. Ideologi ini tak lagi laku di mana-mana. Saat ini setelah Uni Soviet runtuh tinggal sekitar lima negara di dunia yang berdasar pada ideologi komunis yakni RRT, Vietnam, Kuba, Korea Utara dan Laos.
Tapi coba lihat mereka justru menjadi negara kapitalis dunia kini. Mereka pun sadar, ideologi mereka sudah usang. Tak mampu lagi merespon perkembangan zaman.
RRT saja, sebagai negara komunis yang paling maju dalam dekade sepuluh tahun terakhir, justru malah maju pesat setelah melanggar pakem ekonomi komunis. Mereka melakukan privatisasi dan mengijinkan kapitalisasi yang dilakukan swasta bahkan investor asing. Sebenarnya ini adalah sesuatu yang tabu bagi negara komunis.
Jadi, ketakutan akan bangkitnya kembali PKI dan ideologi usang itu tidak perlu berlebihan. Sekolah-sekolah agama dan pesantren-pesantren kita masih tumbuh subur. Mereka terus membangun benteng moral dan keilmuan anak-anak bangsa kita.
Para intelektual negeri pun mahfum, ibarat penganan ideologi ini sudah basi. Ia tak laku lagi dijual. Bahkan bila diberikan gratis, tak akan lagi orang yang mau. ***