Sugiarto (deadline-news.com)-Palusulteng-Koalisi masyarakat sipil (KMS) Sulteng bergerak menggelar diskusi terbuka dengan tema menolak Omnibuslaw Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta lapangan kerja (CILAKA) bertempat di Sekretariat Sulteng Bergerak jalan Rajawali kota Palu Sabtu (22/2-2020) sore.
Dalam diskusi ini menghadirkan pemantik diskusi Adi Priyanto kepala perwakilan (KPw) partai Rakyat Demokratik (PRD) Sulteng sekaligus advokat dengan moderator Ketua Serikat mahasiswa progresif Sulteng, felix Torue. Turut dihadiri mahasiswa dan organisasi massa (Ormas) lainnya.
Adi Prianto dalam paparannya mengatakan, omnibus Law dipraktekkan pertama kali di Amerika.
“Omnibus Law baru dikenal di Indonesia pada era saat ini dulunya era Soekarno masih menggunakan undang-undang pokok seiring waktu berjalan kemudian menjadi undang-undang lebih spesifik,” kata Adi merupakan advokat buruh.
lebih lanjut ia mengatakan, Setelah 20 tahun, era reformasi barulah kemudian ada Omnibuslaw atau dalam teori perspektif hukum dikenal dengan legal positivisme dan legal marxisme.
Bila memakai legal positivisme, hanya akan berdebat pada pasal per pasal, semua berada pada norma hukum kacamata kuda.
Untuk membongkar omnibus law ada teori legal marxisme, bahwa negara itu adalah repsentatif dari penguasa yang berkuasa.
Setelah dia berkuasa apa produk yang dikeluarkan undang-undang. undang-undang adalah perpanjangan tangan dari penguasa yang berkuasa, dipakai untuk mengendalikan, melarang, memerintah, mengizinkan dan lainnya.
bila memakai legal Marxisme maka akan kita dapatkan dampak sosiologinya, filosofisnya bahwa di belakang omnibus Law ini terselip ada kepentingan, memuluskan izin yang tidak boleh menjadi boleh.
Omnibus Law ini mengakomodir 79 undang-undang 179 pasal, 15 bab, 1030 halaman dan intinya untuk mempermudah izin investasi.**