Penyidik Kejaksaan tinggi sulawesi tengah telah memeriksa beberapa orang terkait dugaan korupsi dana hibah sekitar Rp, 23 miliyar (versi Kejati) di komite olahraga nasional Indonesia (KONI) Sulteng.
Mereka yang telah diperiksa itu
ketua komite Olahraga Masyarakat Indonesia (KORMI) Saifullah Djafar.
Saifullah diperiksa terkait dugaan korupsi dana hibah dan dukungan pihak ketiga ke Koni Sulteng versi penyidik Kejati totalnya mencapai Rp, 23 miliyar.
Masuknya ketua Kormi Sulteng Saifullah Djafar ke pusaran dugaan korupsi di Koni sulteng itu terkait adanya aliran dana hibah sebesar Rp, 1,5 miliyar ke Kormi.
ketua Kormi Sulteng Saifullah Djafar, menjawab konfirmasi deadline-news.com group detaknews.id membenarkan dirinya dimintai keterangan terkait kasus Koni.
“Benar terkait Koni,”tulis Saifullah singkat.
Kemudian Saifullah menjelaskan dirinya dimintai keterangan terkait pergeseran anggaran yang dilakukan oleh pemprov Sulteng (Dispora) dari anggaran Koni ke Kormi.
“Kemarin itu sy diminta keterangan (baru sekedar permintaan klarifiasi), mengenai Pergeseran Anggaran yang dilakuan oleh pemprov Sulteng (dispora), dari anggaran KONI ke KORMI. Jadi anggaran yang semula dialokasikan untuk KONI Rp,9 M, digeser sebesar Rp, 1.5 M ke KORMI. Jadi Anggarannya menjadi Rp, 7.5 miliyar untuk KONI dan Rp, 1.5 miliyar ke KORMI. Bukan uang KONI yang mengalir ke KORMI,”jelas Saifullah.
Saifullah mengatakan soal pergeseran anggaran itu domain pemprov, bukan KONI atau KORMI yang menggeser.
“Bukan KONI yang menyerahkan dana ke KORMI, atau sebaliknya bukan KORMI menerima dana dari KONI. Pergeseran itu dilakukan di DPA Dispora, dan merupakan pagu anggaran baru untuk KONI dan KORMI masing-masing menjadi Rp,7, 5 M dan Rp,1,5 M,”terang mantan Kadis Bina Marga Sulteng itu.
Kata Saifullah selanjutnya setelah pergeseran anggaran masing-masing KONI dan KORMI mendapatkan pagu anggaran, untuk digunakan masing-masing melalui dispora.
Kepala dinas pemuda dan olahraga (Dispora) Sulteng Irvan Aryanto sudah tiga kali diperiksa penyidik Kejati terkait dugaan korupsi di koni itu.
Kemudian ketua umum Koni Sulteng Muh.Nizar Rahmatu tercatat sudah dua kali diperiksa penyidik Kejati.
Akankah dugaan korupsi di koni yang dilaporkan koalisi rakyat anti korupsi (KRAK) itu ditingkatkan kepenyidikan? Jika naik status, siapa saja bakal tersangka?
Ataukah penyelidikannya akan dihentikan karena tidak cukup bukti. Nantikan tulisan berikutnya setelah ekspose perkara.
Untuk mendapatkan kepastian bukum, dalam perkara hukum tidak mesti di pengadilan. Tapi dapat saja diselesaikan dengan cara penghentian penyelidikan perkara itu dengan alasan tidak cukup bukti.
Atau kalau perkara pidana umum yang bersifat aduan bisa saja diselesaikan dengan cara restoratif justice.
Hal tersebut ditegaskan kepala kejaksaan tinggi (Kajati) Sulawesi Tengah dalam press releasenya dihadapan puluhan wartawan pada peringatan hari bhakti adhyaksa ke 63 tahun Sabtu (22/7-2023) di ruang pertemuannya lantai 3 kantor Kejati Sulteng.
Semoga dengan penyelidikan itu dapat terungkap fakta yang sebenarnya secara terang benderang, sehingga melahirkan kepastian hukum.
Dan apapun hasil penyelidikan itu, pihak kejati harus mempublikasikannya melalui berbagai saluran media massa. Karena diera digitalisasi saat ini, hukum sosial lebih berat dari hukum positif. ***