Demonstrasi 4 November 2016 terkait dugaan penistaan Alquran kitab suci bagi pemeluk Agama Islam oleh Gubernur DKI non aktif Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, masih pro kontra. Baik dikalangan ulama, tokoh masyarakat maupun politisi di Negeri ini. Namun demikian secara nasional di kota-kota besar menggelar aksi bela Alquran itu. Bahkan secara khusus salah seorang kepala daerah yakni Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGB Muhammad Zainul Majdi turut serta dalam aksi itu.
Aksi 4 November itu murni luapan aspirasi para ulama, tokoh-tokoh Islam yang memiliki Iman yang sangat tebal. Mereka tidak takut. Jangankan di penjara, matipun mereka rela demi membela ayat Alquran yang notabene wahyu Allah SWT. Para politisi ikut dalam aksi damai itu, tentu saja terpanggil sebagai pemeluk Islam, bukan karena keinginan dan atau ego politik pribadi. Dan yang sangat disayangkan, ketika massa aksi di halaman Istana Negara, ternyata Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak ada ditempat. Orang nomor 1 di Republik ini seakan-akan melecehkan umat Islam dengan meninggalkan para tokoh agama, ulama, dan Kiayi, yang ingin bertemu untuk menyampaikan aspirasinya bersama kurang lebih 2 jutaan massa yang berasal dari berbagai daerah.
Padahal Presiden Jokowi selama ini dikenal merakyat dengan ciri khas blusukan dan suka menemuai rakyatnya. Tapi saat demo 4 November 2016 Presiden Jokowi malah memilih meninggalkan istana dan blusukan melihat salah satu proyek di Bandara Soeta. “Jokowi telah berubah” tabiatnya yang merakyat sudah mulai pudar. Sepertinya ada beban berat dan kegundahan didalam hati dan fikiran Jokowi, jika Ahok kemudian dijadikan tersangka atau bersalah. Patut diduga, Presiden Jokowi melindungi Ahok, sebagaimana yang menjadi viral dimedia-media sosial selama ini.
Bayangkan saja, kurang lebih 2 juta rakyat muslim mendatanginya di Istana untuk menyampaikan aspirasinya lewat perwakilan yang dipercayakan, namun Jokowi malah memerintahkan Menkopolhutkam Wiranto untuk menemui dan menerima Pendemo di Istana Negara. Tapi para pendemo itu menolak, sehingga jalan tenganhya adalah Wakil Presiden HM Jusuf Kalla. Menariknya kata Mensesneg Pramono Anung bahwa Presiden sebenarnya mau datang menemui para pendemo dari Bandara Soeta ke Istana Negara tapi karena jalan macet dan padat sehingga Presiden tidak tembus. “Masa si seorang presiden dengan berbagai fasilitas kendaraan seperti Helikopter menjadikan alasan kendala transportasi, sehingga tidak dapat menemui pendemo.
Ini adalah pelajaran bagi rakyat, bahwa ketika anda dibutuhkan maka pemimpin kita mendekat, tapi ketika pemimpin merasa tak membutuhkan, maka dia pergi begitu saja, dan mengabaikan rakyat yang hendak menemuinya. Apakah Jokowi takut terhadap rakyatnya sendiri yang hendak menemuinya? Bukankah rakyat mendatanginya dengan niat damai untuk menyampaikan aspirasi mereka bukan anarkis, terkait dugaan menistaan Alquran oleh Ahok patner Jokowi di Pilda DKI Jakarta empat tahun lalu. Apapun aspirasi rakyat kita janganlah mengabaikannya, karena mereka adalah rakyat Indonesia yang notabenenya perlu didengar, dilindungi dan diayomi. ***