“Surat Gubernur Sulteng Rusdy Mastura Tidak Sejalan dengan putusan MK 138/2015”
Bang Doel (deadline-news.com)-Palu-Walau Gubernur sulawesi tengah Rusdy Mastura mengeluarkan rekomendasi pelepasan sekitar 941 hektare lahan perkebunan sawit PT Agro Nusa Abadi (ANA) di Kabupaten Morowali Utara (Morut) untuk masyarakat setempat, namun rada-rada sulit diterbitkannya hak guna usaha (HGU)nya.
Pasalnya sudah 17 tahun tumbuh tanaman kelapasawit di lahan perkebunan PT.ANA itu baru mau mengurus HGUnya. Lalu dapatkan HGUnya diterbitkan?
Padahal mestinya sejak awal berkebun dengan luasan kurang lebih 19.000 hektar area HGUnya dilengkapi dulu baru menanam tumbuhan kelapa sawitnya.
Apalagi lokasinya cukup luas. Selain itu keberadaannya spot-spot dan diduga sebagian besar lahan masyarakat yang dicaplok. Makanya konflik agrariapun muncul.
“Bahwa mana ada satu perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sudah tumbuh sawit diatas tanah negara kurang lebih 17 thn baru dikeluarkan inlok dan akan diterbitkan hgu nya. Bahwa hgu pt ana akan berat untuk diterbitkan oleh atr/ bpn terkecuali kita sudah sepakat bahwa di NKRI tidak berlaku asas duo process of law,”tegas aktivis pegiat anti korupsi Anwar Hakim kepada deadline-news.com Jumat (8/9-2023).
Anwar mengatakan surat yang dikeluarkan oleh gubernur sulteng Rusdy Mastura tersebut adalah tidak sejalan dengan putusan mahkama konstitusi (MK) No. 138 tahun 2015 dan PP 40 tahun 96.
Sebelumnya Kepala UPT Balai Perbenihan Tanaman Perkebunan di Dinas Perkebunan dan Peternakan sulawesi tengah Haikal Toramai menjawab konfirmasi deadline-news.com Senin (4/9-2023), mengatakan perpanjangan izin lokasi (Inlok) PT.Agro Nusa Abadi (ANA) cacat hukum. Sehingga keberadaannya ilegal.
“Pasalnya yang memberikan perpanjangan Inlok ketika itu pejabat bupati Morowali Utara almahrum Haris Rengga. Sementara selaku pelaksana tugas bupati tidak dapat dibenarkan mengambil tindakan atau kebijakan strategis (bukan kewenangannya),”jelas Haikal.
Ia mengatakan, mengapa PT.ANA tidak dapat diberikan hak guna usaha (HGU), karena lahan perkebunannya bermasalah dengan masyarakat setempat.
Kemudian keberadaan lokasinya spot-spot, sehingga tidak ada yang dapat dijadikan dasar untuk penerbitan HGU.
“Hal ini sudah pernah kita lakukan pertemuan antara Dinas Perkebunan, Kepala kantor wilayah ATR/Badan Pertanahan Nasional (BPN) sulteng, pihak PT.ANA yang dipimpin ketika itu Plh Sekda Muliyono untuk membicarakan rekomendasi soal usulan HGU PT.ANA. Tapi karena lahan kebun sawit PT.ANA tidak memenuhi syarat untuk diberikan rekomendasi penerbitan HGU, sehingga hasil rapat ketika itu meminta manajemen PT.ANA menyelesaikan dulu persoalannya dengan masyarakat setempat,”terang Haikal.
Menurut Haikal, awal pembukaan lahan sawit PT.ANA sudah muncul sengketa lahan dengan masyarakat, karena SKPT yang dikeluarkan kepala desa tumpang tindih. Waktu itu PT.ANA masih dalam wilayah Kabupaten Morowali dengan luasan kurang lebih 19.000 hektar.
Saat pemekaran kabupaten Morowali dengan Morowali Utara, lahan PT.ANA diciutkan menjadi 7200 hektar. Dan masuk dalam wilayah Morowali Utara. Namun masih terus berkonflik dengan warga dan lokasinya masih spot-spot. Ada yang kosong ditengah, itulah yang mereka ajukan untuk diberikan HGU. Dan dipersyaratkan 20 persen plasma dari kebun inti.
Tapi pihak PT.ANA tidak menyanggupinya, sehingga mereka siasati dengan koperasi.
Inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasma dalam penyediaan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha, produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi …
Perkebunan kelapa sawit plasma adalah perkebunan rakyat yang dalam pengembangannya diintegrasikan pada PBS maupun PBN. Sebagaimana tertuang dalam Permentan nomor 26 tahun 2007, PBS dan PBN diwajibkan membangun kebun plasma seluas 20% dari total konsesi lahan Inti.
Menyikapi konflik agraria antara masyarakat dengan PT.ANA tenaga ahli gubernur bidang kemasyarakatan hubungan antar lembaga dan hak asasi manusia M.Ridha Saleh melakulan mediasi.
Dalam pertemua mediasi Rabu siang (6/9-2023), diwarnai perdebatan yang sangat alot dengan menghasilkan 6 rekomendasi.
Bahkan wartawan deadline-news.com sempat dilarang oleh TA gubernur M.Ridha Saleh itu untuk merekam dan mempublikasikan isi poin-poin pertemuan mediasi itu dengan alasan nanti ada rilis resmi.
Hadir dalam rapat mediasi itu Kabid 4 Kanwil ATR/BPN Firman, salah seorang Camat dari Morut dan dua perwakilan kepala desa yakni Kepala Desa Bungin Timbe dan Desa Bunta, pihak dinas perkebunan dan peternakan sulteng dan pihak terkait lainnya.
Tim legal PT.ANA Teguh Ali dihadapan TA Gubernur meminta tidak disebutkan PT.ANA tidak memiliki HGU, tapi diperhalus sedang mengurus HGU.
Saat pertemuan itu diskorsing 7 menit, Teguh yang dikonfirmasi kenapa baru sekarang PT ANA mengurus HGUnya. Kenapa tidak dari awal penggarapan?
Jawab Teguh nanti kita diskusikan di dalam rapat mediasi itu. Namun sampai berakhir rapat mediasi Rabu sore itu, tidak ada disinggung soal pengurusan HGU mestinya dari awal usaha kebun sawit PT.ANA itu.
Saat ini kejaksaan tinggi sulawesi tengah sedang melakukan penyelidikan soal dugaan ilegalnya pt.ana termasuk dugaan korupsi yang ditimbulkan sejak 17 tahun mengelola perkebunan sawit yang notabene group astra agro lestari itu. ***