Sugiarto Efendi (deadline-news.com)-Palusulteng-Aktivis Jaringan Advokasi Tambang Sulawesi Tengah (JATAM-Sulteng), melakukan aksi unjuk rasa di bundaran Pertokoan Hasanudin Kota Palu Sulawesi Tengah Kamis (31/5-18).
Aksi itu sebagai bentuk penolakan adanya beberapa tambang di Sulawesi Tengah, yang menurut mereka illegal dan tidak memiliki izin.
Sekitar dupuan orang masa aksi Jatam itu. Mereka meminta kepada pemerintah daerah agar mengusut tuntas kasus pertambang di Sulawesi Tengah yang tidak memiliki izin (Ilegal dan tumpang tindih).
“Beberapa Investasi yang medapat jaminan rezim, terus melakukan aktivitas tanpa perlu memperdulikan lingkungan dan tidak perlu takut dengan pelanggaran hokum. Sebab Investasi mengetahui sumber daya penegak hukum dan political wiil mereka untuk menyelesaikan perkara-perkara lingkungan, sangat jauh dari harapan,” Tegas Taufik selaku Koodinator Lapangan (Korlap) dalam aksi tersebut.
Ia menambahkan, hal tersebut kita bisa lihat dalam eksploitasi yang terjadi di halaman rumah Polda Sulteng yaitu di POBOYA. Perusahaan illegal terus melakukan aktivitas tanpa ada rasa takut.
Taufik menegaskan kurun waktu 10 Tahun terkahir, Sulteng menjadi sasaran utama investasi industri ekstraktif. Perubahan kebijakan adalah salasatu faktor mempermulus laju Investasi ditambah dengan prilaku Korup pejabat-pejabat negara semakin terlihat ke publik, bahwa kerusakan alam adalah hal yang lumrah terjadi didepan mata publik, praktek eksploitasi dan penghancuran ruang-ruang publik terjadi tanpa kontrol negara.
Menurutnya Morowali dan Morowali Utara, adalah cerminan buruknya pengelolaan lingkungan oleh Invetasi pertambangan. Setiap musim penghujan mengakibatkan banjir yang menghanyutkan rumah-rumah warga, hingga mengakibatkan penyakit dan kematian bagi mereka yang berada di sekitar wilayah ekspolotasi pertambangan itu.
Kata Taufik PT. Industrial Morowali Investment Park (IMIP) yang semula dikenal oleh publik sebagai PT. Bintang Delapan Mineral (BDM), sahamnya dikuasai penuh oleh Dingxing group milik Tiongkok. Ironisnya perusahaan tambang tersebut terus mendapat perlindungan dari setiap rezim berkuasa.
Menurut Taufik dukungan terbanyak adalah dari mereka yang purna tugas sebagai aparat negara. Hal tersebut mempersulit rakyat dalam menuntut perusahaan agar bertanggung jawab dari setiap tindakan yang merugikan mereka.***