“Hak Angket Upaya Kudeta Politik”

Hak Angket adalah hak anggota DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Pemerintah Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tapi kalau kaitannya dengan kebijakan dan keputusan menggati, memberhentikan dan mengangkat pejabat dilingkup pemerintahannya, itu memang hak proregatif Kepala daerah sebagaimana diatur dalam undang-undang 32 tentang pemerintahan daerah.

Hak Angket yang digulirkan Anggota DPRD sulsel dalam sidang paripurna 24 Juni 2019 yang dipimpin Ketua DPRD SULSEL M.Roem dan dihadiri 60 anggota DPRD SULSEL dari total anggota 85 orang, patut diduga adalah bentuk upayah kudeta Politik terhadap pemerintahan Gubernur Prof Nurdin Abdullah – Andi Sudirman Sulaiman (Prof Andalan).

Apa lagi yang menggulirkan hak angket tersebut adalah mereka yang berlawanan secara politik pada Pemilihan Gubernur 2018 silam.

Apakah mengganti, memberhentikan dan mengangkat pejabat dilingkungan pemerintahan provinsi Sulsel yang dinahkodai prof Andalan adalah sebuah kesalahan yang berdampak luas bagi masyarakat, daerah, negara dan Bangsa? Sehingga harus diselesaikan dengan hak angket?

Bukankah persoalan surat keputusan (SK) wakil gubernur Andi Sudirman Sulaiman terhadap pengangkatan dan pelantikan pejabat eselon III dan IV telah selesai melalui Kementerian dalam Negeri?

Dan sebetulnya jika dirunut secara aturan itu bukanlah kesalahan Gubernur, tapi kekeliruan wakil Gubernur yang menerbitkan SK.

Karena secara tugas pokok dan Fungsinya Wagub tidak memiliki kewenangan menerbitkan SK pengangkatan pejabat dilingkup pemerintahannya. Kecuali Gubernur berhalangan tetap atau ditugasi oleh Gubernur untuk melantik pejabat, bukan menerbitkan dan menandatangani SK pengangkatan pejabat.

Tapi sebetulnya bukan kesalahan sepenuhnya Wagub Sulsel Andi Sudirman Sulaiman. Namun ada campur tangan Kepala BKD dan PLT Sekprov Ashari Raja Milo.

Mereka mestinya mengingatkan dan memberikan pencerahan terhadap wagub bahwa secara aturan bapak wagub tidak memiliki wewenang menandatangani SK pengangkatan pejabat.

Artinya bahwa masih ada pejabat setingkat diatasnya yang berwewenang. Tapi Itupun sudah selesai melalui Kemendagri dengan pembatalan SK yang diteken Wagub Andi Sudirman Sulaiman dan SK baru pun sudah diterbitkan oleh Gubernur selaku pimpinan tertinggi dalam tubuh pemerintahan di Sulsel.

Dan wagub pun telah ditugasi untuk melantik kembali pejabat eselon IV dan III itu.

Masyarakat patut menilai bahwa wakil mereka di DPR patut diduga tidak berpikir tentang kemajuan pembangunan daerah. tapi justru mementingkan ego mereka. Dan patut diduga berupaya menghalang-halangi laju pembangunan yang sedang dikerjakan pemerintahan Prof Andalan.

Betapa tidak, konsentrasi pelaksanaan program pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih tengah direcoki dengan digulirkannya hak angket.

Ironisnya lagi APBD SULSEL digerus miliaran rupiah untuk pengadaan PIN EMAS untuk anggota DPRD Sulsel.

Padahal anggaran pengadaan PIN EMAS yang nilainya miliyaran rupiah itu dapat digunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang lebih bermanfaat dan dapat dirasakan masyarakat.

Sebut saja biaya pembangunan ruas jalan lingkar Seko Pitung Pananian ke Rante Pao Kabupaten Toraja Utara, sepanjang 26 Km.

Atau Seko Kabupaten Luwu Utara Sulsel sampai perbatasan Sigi Sulteng.

Tugas pokok dan Fungsi anggota DPRD adalah Pengawasan, Membuat perda (Legislasi) dan Budget (anggaran).

Apakah hak Angket bagian dari Pengawasan? Ataukah ingin menjatuhkan Gubernur Prof Andalan dengan tuduhan nepotisme, karena memindahkan beberapa ASN dari Bantaeng dan Bone.

Entahlah, tapi publik melihatnya sarat akan nuansa kudeta Politik.

Apalagi Prof Andalan bukan orang partai politik tertentu, sehingga sangat mudah digoyang dengan kekuatan politik praktis.

Tapi jika itu terjadi maka kita perlu khawatir akan kemarahan masyarakat terhadap lembaga DPRD.

Anggota DPRD SULSEL yang terhormat jangan pancing rakyat marah. Perlu diingatkan bahwa Prof Andalan dipilih oleh 1,8 juta lebih masyarakat Sulsel dari 6 juta lebih wajib pilih atau kurang lebih 7 juta penduduk Sulsel. Sedangkan pemilih anggota DPRD pada Pileg hanya sekitar 30 ribuan sampai 100 ribu perorang.

Apakah sebanding dengan 60 anggota DPRD SULSEL yang patut diduga hendak menggulingkan pemerintahan Prof Andalan lewat hak Angket itu.

Olehnya sudahilah melakukan dugaan kudeta politik yang dibungkus hak angket.

DPRD adalah bagian dari pemerintahan daerah.

Sejatinya DPRD adalah mitra pemerintah daerah untuk membangun dan menyelenggarakan pemerintahan sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing.

Artinya jika pemerintah daerah gagal, maka Anggota DPRD ikut bertanggungjawab.

Sebetulnya masih banyak hal yang lebih penting yang mestinya diawasi oleh DPRD Sulsel.

Namun sayangnya lepas dan tidak digubris.

Sebut saja kegagalan proyek stadion Barombong, CPI, dugaan hilangnya dana Perusahaan daerah (Prusda) kurang lebih Rp, 36 Miliyar masa pengelolaan direksi lama, dugaan korupsi proyek rumah sakit Haji dan kurang meratanya pembangunan inrastruktur di daerah-daerah.

Menyinggung soal nepotisme pengangkatan dan penempatan pejabat di Pemprov Sulsel hanya karena alasan dari daerah yang sama, mungkin itu bukanlah pelanggaran mendasar.

Karena tidaklah berdampak luas secara negatif terhadap negara ataupun daerah. Tapi hanya pribadi-pribadi ASN.

Semoga saja, hak angket yang digulirkan anggota DPRD SULSEL terhadap pemerintahan Nurdin Abdullah hanya sekedar koreksi dan fungsi pengawasan DPRD terhadap pemerintah bukan untuk mengkudeta secara politik.

Karena kalau berbicara soal nepotisme, pemerintahan sebelumnya malah menempatkan saudara kandung, anak kandung, besan dan kolega-koleganya pada organisasi pemerintahan daerah (OPD) maupun BUMD.

Semoga saja anggota DPRD Sulsel yang baru nanti lebih bersinergi dengan pemerintahan Prof Andalan. Insya Allah amin. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top